Facebook dan Jurnalistik

Ini artikel yang sekitar tahun lalu pernah saya shared di grup FB para pecinta jurnalistik kalangan pesantren.

Satu hal yang penting dari manfaatnya Media Social seperti Facebook ini ialah semua orang bisa dan terbiasa menulis apa yang menjadi opini mereka dalam laman-laman dinding akun mereka.

Dengan fasilitas Medsoc Biru ini, para pemilik akun dengan sendirinya menjadi penulis karena memang terbiasa menulis dan menuangkan isi pikiran dan juga hati dalam deretan linimasa (Timeline) laman akunya masing-masing.

Dan satu lagi yang menjadi unggulan Medsoc ini ialah tidak ada penghalang antara penulis dan pembaca. Medsoc ini benar-benar terbuka, seorang penulis tidak perlu menyalin alamat URL di mana tulisannya dimuat.

Dia cukup menulis apa yang dia mau di lama muka Facebook, dengan sendirinya kemudian akun-akun lain yang menjadi temannya bisa melihat dan membaca. Ini sistem promosi artikel paling mudah dan paling efektif.
Sang penulis tidak perlu buka websait lain, dan si pembaca pun tidak perlu ribet mencari-cari alamat URL, karena pun dia membuka akunnya untuk keperluan pribadi tapi dapat keuntungan bisa membaca artikel temannya.

Berbeda dengan blog atau website pribadi lainnya bahkan portal-portal berita, memuat tulisan saja belum cukup. Karena untuk bisa dibaca dan dinikmati khalayak, sang empunya website harus mempromosikan artikelnya dengan menyalin alamat url dan menaruhnya di Medsoc-medsoc lain seperti Facebook atau twitter. Sangat tidak instan, dan kurang efektif.

Nilai Negatif Yang Riskan

Nah dari manfaat yang begitu besar, Medsoc ini juga sejatinya punya nilai negatif dan buat saya ini sangat riskan sekali. Yaitu rusaknya bahasa Indonesia.

Ya makin banyak yang menulis. Ya semakin banyak varian tulisan. Ya makin banyak genre tulisan yang muncul. Ya tulis menulis menjadi kebiasaan khalayak. Tapi banyak yang tidak peduli kaidah penulisan itu sendiri.

Karena salah satu tulisan bisa disebut ilmiah itu, selain materi yang kuat, bahasa juga menjadi pertimbangan khusus. Tulisan sebaik apapun materinya, jika disampaikan dengan bahasa yang keluar jalur kaidah, tidak bisa disebut ilmiah.

Lihat saja bagaimana gaya bahasa mereka di status, di kolom komen dan sebagainya. Tidak jelas mana subyek dan mana predikat. Rancu karena banyak huruf kapital yang ditulis bukan pada tempatnya, pun dengan kosakata yang tidak ada rujukannya di kamus bahasa Indonesia.

Oke. Katakanlah apa yang memang ada di facebook itu tulisan-tulisan iseng bukan ilmiah, tapi tetap saja dengan kebiasaan yang terus menerus ini, bahasa Indonesia dengan sendirinya akan tergeser tergantikan oleh bahasa Aneh (baca: alay). Dan menjadi asing oleh orang Indonesiaitu sendiri.

Sebagai orang yang bersentuhan dengan kegiatan tulis menulis, tentu ini membuat saya risih. Dan sepertinya saya tidak salah jika memuat artikel ini di grup yang memang concern dengan jurnalistik seperti missizone ini.

Karena berisikan orang-orang yang cinta jurnalistik. Cinta jurnalistik berarti cinta eksistensi bahasa Indonesia. Lebih tepatnya cinta bahasa Indonesia tetap berada di jalur kaidah yang benar.

Menulis Dengan Kaidah

Nah di kesempatan ini, saya berharap bisa mengajak teman-teman untuk mengkampanyekan kegiatan ini, yaitu "menulis dengan kaidah" kepada khalayak.

Mulai mengompori orang-orang untuk terus menulis dan mulai mempelopori menulis dengan kaidah bahasa yang benar. Jadi ada 2 kebaikan sekaligus yang diraup, makin rajin menulsi dan makin kenal baik dengan kaidah bahasa sendiri.

Senjata yang mesti dimiliki ya buku mungil EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baik yang digital ataupun yang berbentuk fisik.

Pelajari kaidah baku bahasa Indonesia dalam EYD kemudian praktekkan dalam sebuah tulisan, lalu bagikan ilmu yang sudah didapat kepada teman-teman.

Jangan malah ikut-ikutan menulis dengan kaidah bahasa semaunya seperti orang yang tidak kenal jurnalis. Lalu apa bedanya dengan mereka yang selalu meratap di dinding facebook mereka?

Terlepas dari beberapa teman-teman yang menjadi anggota suatu oraganisasi penulis yang memang mempunyai gaya selingkung masing-masing. Tetap saja di luar gaya selingkung itu, kita semua punya kaidah bahasa baku yang telah disepakati oleh seluruh ahli bahasa sejagad Indonesia ini. Dan itu harus dipatuhi.

Selamat menebar manfaat

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya