Posts

Showing posts from February, 2015

Imam Shalat Duduk, Makmum Harus Bagaimana?

Image
Dalam pembahasan shalatnya orang sakit, ulama membahas juga keabsahannya menjadi Imam shalat bagi yang lain. Tentu bukan sakit yang enteng, akan tetapi sakit yang membuatnya tidak bisa berdiri sedangkan berdiri adalah rukun shalat (bagi yang mampu). Bagi muslim yang mempu berdiri, tidak ada alasan baginya untuk tidak shalat dalam keadaan berdiri. Namun muncul pertanyaan kemudian, bagaimana jika Imamnya yang tidak bisa berdiri sehingga harus shalat dalam keadaan duduk, Atau bagaimana jika tiba-tiba dalam shalat sang Imam sakit dan harus berubah posisi menjadi duduk. Apakah ia mengikuti duduk sedangkan ia bisa berdiri? Atau tetap berdiri saja karena memang rukunnya duduk? Dalam hadits shahih yang diriwayatkan shaikhan; Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah yang menjelaskan tetang kewajiban-kewajiban makmum tehadap Imamnya: إِنَّمَا جُعِلَ اَلْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ, … ,

Mana Perkara Yang Boleh dan Tidak Boleh Berbeda?

Image
Kalau kita buka literasi-literasi fiqih dari lintas madzhab yang diakui dalam dunia syariah, kita tidak mungkin bisa mengelak bahwa perbedaan pandangan dalam masalah fiqih adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin terlepaskan. Dalam satu masalah agama, kita bisa saja menemukan lebih dari 2 pendapat yang pendapat itu tetap diakomodasi oleh para ulama dan tetap dijalan bagi yang mengikutinya. Namum sayang, ada beberapa saudara-saudara muslim –hampir di seluruh negeri- yang tidak bisa menerima perbedaan itu. Selalu menunjukkan sikap yang ogah dan cendereung menyalahkan mereka yang amalan ibadahnya berbeda dengan apa yang ia amalkan. Menganggap dengan penuh keyakinan bahwa syariah ini adalah satu dan tidak boleh ada perbedaan. Jelas ini sikap yang keliru dan sama sekali tidak realistis. Memang bisa dikatakan wajar saja kalau ada yang 'marah' ketika melihat perbedaan, mengingat ilmu yang ia tahu bahwa umat Islam itu sumbernya saama; al-Quran dan hadits Nab

Kenapa Niat Shalat Harus Berbarengan Dengan Takbir?

Dalam madzhab Imam al-Syafi'i, niat memang harus di awal dan nyambung dengan rukun selanjutnya. Itu dalam semua ibadah kecuali puasa. Shalat misalnya, datangnya seseorang ke masjid dari rumah tidak bisa dikategorikan sebagai niat dalam madzhab ini, karena niat adalah rukun bukan syarat. Karena ia rukun, maka posisinya tidak boleh ada jeda antaranya dengan rukun selanjutnya. Dalam shalat, rukun setelah niat adalah takbiratul ihram, maka tidak boleh ada jeda antara niat dan takbiratul ihram. Begitu juga dalam wudhu, rukun pertamanya adalah niat, maka niat tidak boleh berpisah dengan rukun selanjutnya, yaitu membasuh muka.  Itu yang disebut dengan al-Muwalah, yang berarti bersambungan, yang merupakan syarat sahnua rukun. Maka kalau ada rukun dilaksanakan terpisah dengan rukun lainnya dalam satu ibadah, batal ibadah tersebut. Dan ini -Muwalat dalam rukun- twlah disepakati oleh ulama sejagad raya. Hanya saja pandangan bahwa niat adalah rukun itu hanya milik madzhab Imam al-

Nabi Tidak Mengerjakan Berarti Itu Haram?

Image
Masif sekali beredar di kalangan masyarakat baik terpelajar atau pun juga tidak (dalam hal ini masalah syariah) terkait kaidah yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang Nabi s.a.w tidak kerjakan itu adalah perkara yang haram. Ini yang masyhur. Maka perlu ada pembahasan terkait ini, apakah memang demikian. Apakah memang benar apa yang ditinggalkan Nabi s.a.w atau Nabi s.a.w tidak mengerjakan itu berarti haram dan terlarang untuk dilakukan? Untuk itu penting untuk dijelaskan terlebih dahulu adalah hakikat 'meninggalkan' itu. Dalam bahasa Arab, meninggalkan disebut dengan al-Tarku [ الترك ], yang secara bahasa memang mempunyai arti meninggalkan. Sedangkan al-Tarku [ الترك ] dalam pembahasan kita berarti " Meninggalkannya Nabi s.a.w suatu pekerjaan tanpa ada keterangan bahwa beliau melarangnya, baik secara lisan atau juga dengan isyarat serta pernyataannya." Disebutkan "tanpa ada keterangan … " itu dimaksudkan bahwa kalau memang ada