Posts

Showing posts from 2014

Kaos Kaki, Apakah Termasuk Khuff?

Image
Kaos kaki yang ada dan banyak dipakai oleh orang-orang zaman sekarang ini adalah kaos kaki yang tidak memenuhi syarat khuf menurut jumhur Ulama (Al-Hanafiyah, al-Malikiyah, al-Syafi'iyyah); itu disebabkan karena memang bahannya yang sangat tipis sehingga bisa membuat lekukan kaki dan bahkan ada yang sampai menampakkan warna kulit, artinya transparan. Sebelumnya mesti diketahui dulu definis ulama tentang khuff itu. Ulama mendefinisikan,, khuf adalah; الساتر للكعبين فأكثر من جلد ونحوه "sepatu atau segala jenis alas kaki yang bisa menutupi tapak kaki hingga kedua mata kaki baik terbuat dari kulit maupun benda-benda lainnya." Ini yang diutarakan oleh dr. wahbah al-Zuhaili dengan mengacu pada definisi masing-masing madzhab yang berujung pada kesepakatan definisi seperti yang disebutkan. Terkait hukumnya, bahwa orang yang memakai khuf, ketika ingin bersuci (selain mandi janabah), tidak perlu membuka khufnya, akan tetapi ketika ia cukup mengusap

Tidak Tahu tapi Sok Tahu, Yang Tahu tapi Belagu

Image
Masalahnya belakangan ini –saya melihat- menjadi sangat rumit, padahal sejatinya masalah itu adalah masalah yang biasa dan ringan saja. Dalam masalah syariah tentunya, atau lebih tepatnya masalah yang masih dalam perdebatan ulama. Artinya ulama belum sepakat atau memang tidaak sepakat tentang hukum perkara tersebut. Menjadi rumit karena yang "tidak tahu" justru menjadi paling vocal dan banyak " omong", dan yang "mengerti" pun bersikap sombong. Maksudnya begini, ada masalah yang kata madzhab A hukumnya A, tapi madzhab B punya fatwa B, berbeda dengan madzhab A, dan madzhab C lain lagi fatwanya. Jadi 3 suara di sini. Orang Yang Tidak Tahu, Tapi Sok Tahu Orang yang hanya tahu satu pendapat, termasuk orang yang "tidak tahu", adanya perbedaan ini, ia hanya tahu hukum perkara tersebut A –misalnya- karena ia belajar dengan guru yang mengajarkan madzhab A. anehnya, ia hanya tahu satu itu saja tapi ia sangat vocal dan banyak &quo

Merayakan Tahun Baru Islam dan Lebaran Anak Yatim, Bolehkah?

Image
Ini yang sejak dulu menjadi perdebatan, tentang perayaan tahun baru Hijriyah. Bagi kebanyakan orang di Indonesia, perayaan semacam ini sudah biasa dan sudah menjadi program nasional. Ada yang mengisinya dengan semacam tabligh akbar, ada juga dengan pawai keliling kampung yang biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil sambil bawa obor sambil berpakaian layaknya kiyai.  Kalau mereka ditanya kenapa melakukannya? Yang masyhur sekali dari jawaban-jawabannya ialah bahwa ini (yang mereka lakukan) adalah bentuk dari pengagungan syiar-syiar Allah swt. Kita tahu bahwa sayyidina Umar merumuskan tahun Hijriyah dari semangat hijrah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam setelah kaum muslim membaiat beliau shallallahu alaihi wasallam. Jadi tahun baru Hijriyah ini bukan sekedar ganti kalender, tap justru ada semangat hijrah Nabi dan para sahabat yang terkandung di dalamnya. Dan itu semua adalah bagian dari syiar-syiar agama Allah swt. Firman Allah swt: وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَا

Sejarah Perumusan Kalender Hijriyah

Image
Bisa dikatakan bahwa penanggalan Hijriyah yang banyak dikenal oleh kaum muslim itu adalah produk politik yang dikeluarkan semasa Sayyidina Umar menjabat khalifah. Dikatakan demikian karena memang motivasi terbentuknya penanggalan tersebut guna kelancaran system kenagaraan ketika itu. Dalam kitabnya Fathul-Baari (7/268) , Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan secara detail runutan kejadian lahirnya penanggalan hijriyah tersebut. Dan perlu diketahui bahwa nama-nama bulan dalam penanggalan hijriyah itu bukanlah wahyu, tapi justru bangsa Arab sejak zaman jahiliyah pun sudah memakai nama-nama itu; seperti Sya'ban, Ramadhan, Syawal dan yang lainnya. Tentang nama-nama tersebut akan kita bahasa di sub bab berikutnya. Jadi, orang-orang sebelum Nabi lahir pun sudah mengenal nama Rabi' al-Awwal dan juga Rabi' al-Tsani atau juga Rajab serta Dzul-Hijjah. Initinya bahwa nama-nama itu telah ada dan dipakai oleh orang Jahiliyah. Jadi bukan hanya khusus orang I

Setan, Tidak Hanya Sekali Datang

Image
Yang terpenting bagi setan setiap harinya ialah membuat orang muslim tidak melaksanakan ibadahnya kepada Allah swt. Initinya bagaimana si muslim itu tidak jadi beribadah, baik yang sunnah apalagi yang wajib. Kalaupun ibadah terlaksana, ia selalu berusaha agar ibadah itu menjadi batal dan sia-sia. Tidak tanggung-tanggung, setan dan bala tentaranya tidak hanya mengganggu manusia dari satu arah saja; dalam surat al-A'raf: 17, setan mendatangi manusia dan menggodanya untuk menggugurkan ibadahnya dari 4 penjuru arah; depan, belakang, kiri dan kanan. Mereka terus saja menganggu tanpa henti, dan melewati semua fasenya. Dari mulai "ingin" ibadah, manusia sudah digoda untuk tidak melaksanakannya. Ketika "melaksanakannya" pun masih bisa diganggu. Bahkan ketika "sudah" melaksanakan ibadahnya itu, manusia tidak bebas dari gangguan setan. Shalat contohnya, sejak "ingin" shalat, kita sudah digoda untuk menunda-nunda. Awalnya sih

Syubhat = Haram, Benarkah?

Image
Dalam beberapa kajian, saya sering kali ditanya perihal syubhat. Dan yang saya termukan banyak sekali yang menyamakan syubhat dengan haram. Artinya kalau ada perkara syubhat, berarti itu perkara haram. Orang yang melakukannya berdosa. Tapi nyatanya tidak sesimpel itu.   Wajar saja memang kalau ada yang berpendapat seperti itu, karena memang ada potongan hadits Nabi saw yang menjelaskan itu: ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام "siapa yang melakukan perkara syubhat berarti ia melakukan perkara haram" (HR Bukhori dan Muslim) secara tekstual, potongan hadits ini punya makna bahwa yang Syubhat itu sama saja haram, dan yang melakukan Syubhat berarti melakukan yang haram, karena itu pasti berdosa, padahal bukan seperti itu juga maksud haditsnya. Kalau dibuka haditsnya secara lengkap akan ada makna lain. إنَّ الْحَلالَ بيِّن، وإنَّ الْحَرَامَ بَيِّن. وبينهما أمور مُشْتَبهاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ الناس، فَمَنِ اتَقى الشبهات استبرأ لِدِينهِ وَعِر

Makan / Minum dari Piringnya Non-Muslim, Halalkah?

Image
Ketika memberikan kajian tentang thaharah dan sub pembahasannya yang di dalamnya ada pembahasan najis, mau tidak mau pasti membahas tentang pembagian najis dan cara mensucikannya. Pembagian ini, oleh kebanyakan ulama (syafiyyah khususnya) dibagi menjadi 3 jenis; mukhaffafah (ringan) , Mutawasithah (sedang) , mughalladzoh (berat) . *Cara Mensucikan Benda Yang Terkena Najis* Najis mukhaffafah, cara pensuciannya cukup dipercikkan saja airnya, atau diusap; karena memang begitu bunyi wahyunya. Dan perlu diingat bahwa perkara thaharah ini adalah perkara wahyu, bukan logika. Walaupun terlihat masih tersisa najisnya, kalau wahyunya bilang itu sudah suci, ya terhitung suci. Najis mutawasithah , cara pensuciannya mesti dihilangkan sifat najis tersebut; baunya, warnanya, dan rasanya. Intinya benda atau anggota tubuh yang terkena najis tersebut sudha steril dari bekas najis tersebut. Najis mughaladzoh, cara pensuciannya mesti dengan 7 kali bilasan air, dan salah sat