Posts

Showing posts from 2015

Apa Yang Harus Dicontoh dari Nabi s.a.w.? ( #MaulidulRasul Bag. 3 )

Nabi s.a.w. pribadi yang komplit layak dicontoh, dan Nabi s.a.w. yang manusia, tentunya bisa untuk kita contoh (lihat postingan hari sebelumnya). Lalu apa yang harus kita contoh dari Nabi s.a.w di zaman kekinian?   Pertama dan yang paling utama, tentu ibadahnya. Karena memang orang yang paling taqwa dan paling dekat kepada Allah s.w.t. dari kalangan manusia ya Nabi Muhammad s.a.w., tidak ada lagi! Jadi tidak ada lagi contoh paling nyata untuk menjadikan diri dekat kepada Allah s.w.t. kecuali ya mengikuti Nabi kita ini.   Kalau ada orang yang bersih hatinya, itu Nabi. Kalau ada yang paling ikhlas niatnya, pasti Nabi. Kalau ada orang yang sudah diampuni dosanya, itu juga Nabi. Kalau ada orang yang sudah dipastikan masuk surga, itu pasti Nabi s.a.w., walalu demikian Nabi s.a.w. dalam sehari tidak pernah beristighfar (meminta ampun) kepada Allah s.w.t. kurang dari 70 kali. Dalam riwayat lain, tidak pernah kurang dari 100 kali.   Dosanya sudah diampuni,

Haruskah Konsisten Pada Satu Madzhab?

Apakah harus berpegang pada satu mazhab? Ataukah boleh berpegang dengan banyak mazhab?   Sekarang ini, kita sering dibingungkan dengan adanya perbedaan beberapa mazhab yang memang sudah eksis sedari dulu. Bahkan ada beberapa kasus kekerasan yg disebabkan oleh perbedaan mazhab tersebut. Apakah perbedaan mazhab sangatlah penting dalam melakukan ibadah? Sedangkan Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak pernah mewajibkan kita untuk berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang telah diberikan ulama. Bahkan para shahabat Rasulullah SAW dahulu pun tidak pernah diperintahkan oleh beliau untuk merujuk kepada pendapat salah satu dari sahabat bila mereka mendapatkan masalah agama. Apakah dalam menjalankan syariat agama Islam kita harus menganut satu mazhab tertentu dengan konsisten? Bagaimana contoh pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari -hari? Jawaban Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh. Perlu diperhatikan bahwa yang namanya madzhab it

Kenapa Allah s.w.t. Menjadikan Nabi s.a.w. Sebagai Contoh untuk Manusia? ( #MaulidulRasul Bag. 2 )

Selain karena Nabi Muhammad s.a.w. itu manusia, salah satu hikmah kenapa Nabi s.a.w. dijadikan contoh oleh Allah s.w.t. untuk manusia; karena memang Nabi s.a.w. adalah pribadi yang komplit dan multi. Personal yang dilihat dari segala aspek hebat, bukan hanya satu aspek. Siapapun kita, apapun beackground pendidikan serta profesi kita, semua ada dalam sosok Nabi Muhammad s.a.w.. Kalau kita adalah seorang guru, Nabi s.a.w. juga seorang pengajar. Bukankah beliau yang mengatakan itu sendiri, dalam sunan Ibn Majah dikatakan: "Innama Bu'itstu Mu'alliman"; Aku memang diutus untuk mengajar. Nabi s.a.w. diutus oleh Allah s.w.t. salah satu tugasnya memang mengajar Nabi s.a.w. Sepanjang sejarah, Nabi s.a.w. tercatat sebagai pengajar dunia paling sukses. Beliau yang selama 23 tahun berhasil mereformasi bangsa biadab menjadi bang yang beradab. Beliau yang berhasil mereformasi bangsa bar-bar nan radikal menjadi bangsa yang penuh damai. Beliau juga yang meromba

Kenapa Allah s.w.t. Menjadikan Nabi s.a.w. Sebagai Contoh untuk Manusia? ( #MaulidulRasul Bag. 1 )

Apa Hikmah Nabi Muhammad s.a.w. dijadikan contoh oleh Allah s.w.t untuk sekalian manusia? Kalau ada orang yang memelihara ayam, lalu ayamnya dilatih untuk bisa berkicau seperti burung kenari, orang sekitarnya pasti akan bilang kalau ia orang gila. Pun kalau ada orang yang punya kucing, lalu diperintah agar bisa mengaung seperti singa, berarti orang itu tidak waras. Sama juga gilanya, jika ada instruktur gajah mengajari gajah bagaimana caranya memanjat pohon sepintar monyet. Itu dia kenapa Allah s.w.t. menjadikan Nabi s.a.w. manusia; agar bisa diikuti oleh manusia! Manusia, ya memang mengikuti manusia. Bukan malaikat, bukan juga dewa. Ini sejalan dengan firman Allah s.w.t. dalam surat al-Isra ayat 95; "kalau saja di bumi itu yang hidup adalah malaikat, niscaya Allah turunkan satu malaikat sebagai Rasul bagi mereka".   Maksudnya, agar mudah mengikuti siapa yang memang harus diikuti. Artinya memang tidak ada celah lagi bagi mereka yang menolak mengikut

Qabliyah Jumat, Emang Ada?

Perkara qabliyah jumat ini sejak lama sudah ada perselisihan pendapatnya, yakni antara jumhur ulama dengan madzhab imam Ahmad bin Hanbal. Jumhur merujuk kepada beberapa teks yang menginformasikan itu, bahwa Nabi s.a.w. dan sahabat melakukan qabliyah. Imam Ahmad memahami itu berbeda, apa yang dikerjakan bukan qabliyah jumat, akan tetapi itu adalah shalat sunnah zawal. Selain berbeda dalam memahami teks yang ada, jumhur dan madzhab al-hanabilah juga berbeda dalam memahami jumat itu sendiri. Bagi jumhur, jumat itu pengganti zuhur dengan bukti bahwa jika orang tertinggal jumat, entah itu sakit, tertidur atau karena memang ia orang yang bukan wajib jumatan, mereka wajib shalat zuhur. Terlebih lagi bahwa waktu jumat pun waktunya sama seperti zuhur, yakni ketika matahari mulai tergelincir ke arah barat (zawal). Maka hukum yang ada pada zuhur, berlaku juga (walau tidak semua) untuk jumatan. Salah satunya ialah adanya qabliyah itu sendiri. Imam Ahmad melihat berbeda, jumat bukan zu

Nabi s.a.w Tidak Anti Kepada Non-Muslim

Kaidah bertetangga itu sama di semua Negara, semua bangsa, juga di semua budaya; bahwa orang yang baik dengan tetangga, murah senyum, tidak jarang berkunjung, suka menyapa, ramah, dan rajin berbagi pastinya akan mendapat kebaikan pula dari sekelilingnya. Dan begitu juga sebaliknya, siapa yang jahat terhadap tetangga, buruk sikap, kasar perangai, pelit senyum, dan ogah menyapa, begitu juga yang akan ia dapatkan dari sekelilingnya. Orang yang baik terhadap tetangga, pastinya akan banyak disukai oleh tengga lainnya. Dan bentuk kebaikan yang diperoleh pun bisa bermacam-macam, seperti dikirimi makanan oleh tetangga, ketika ada keperluan, tidak sedikit tetangga yang rela menolong, ketika susah pun banyak tangan tetangga yang menjulur sambil menawarkan bantuan. Anaknya pun –kalau memang punya anak- itu mnejadi anak juga bagi tetangganya; menjaga dan menasehati dari keburukan. Begitu yang biasanya didapatkan oleh orang baik, dan itu semua kita saksikan di tengah masyarakat ki

Memberi dan Menjawab Salam Non-Muslim, Bolehkah?

Masalah memberikan salam kepada non-muslim, belakangan menjadi masalah yang banyak dipermasalah, mungkin maklum, karena memang belakangan ada sekelompok orang yang mengatas namakan Islam, akan tetapi begitu bencinya kepada non-muslim, padahal syariat tidak mengajarkan kebencian. Nah dalam masalah ini, ada 2 masalah yang tidak mungkin bisa dilepaskan; yakni memberi salam kepada non-muslim, atau memulai salam kepada mereka. dan masalah menjawab salam dari mereka jika mereka mengucapkan salam. 1.    Memulai memberikan salam. Al-Hanafiyah dan al-Malikiyah, tidak melarang mendahului memberi salam kepada non-muslim, hanya saja dimakruhkan. Dan redaksi salamnya: [ السلام على من اتبع الهدى ] "al-salamu 'ala man ittaba'a al-huda" (keselamatan bagi yg mengikuti petunjuk). Al-syafiiyah dan Al-Hanabilah mengharamkan mendahului salam kepada non-muslim. Haram hukumnya mendahului memberi salam. Yang dibolehkan hanya dengan salam-salam sapaan biasa,

Persatuan Islam Hanya Impian, Jika ...

Dulu Nabi s.a.w. punya ART (Asisten Rumah Tangga) seorang anak laki-laki Yahudi, bukan Islam. Suatu saat anak Yahudi ini sakit dan tidak masuk kerja, akhirnya Nabi s.a.w mengunjunginya di rumah anak Yahudi itu. Sampai di rumahnya, ada ayah anak itu yang juga sama-sama enganut Yahudi sedang menunggu sang anak. Setelah meminta izin kepada sang ayah, Rasul s.a.w. mendekati anak tersebut lalu mengajaknya untuk bersyahadat; masuk Islam. Diajak masuk Islam, anak itu bingung karena ada sang ayah di dekatnya. Sesekali melirik ayahnya, sesekali melirik Nabi s.a.w., sampai akhirnya sang ayah berbicara: "Anakku! Taati Abu Qasim (Muhammad)!". Mendapat izin dari ayahnya, anak itu bersyahadat. Kemudian Nabi s.a.w. keluar dari rumah sambil mengucapkan: "Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkan anak itu dari neraka dengan wasilahku".  Poin dari cerita ini, mari kita berfikir sejenak. Agama adalah identitas setiap diri yang siapapun dia pasti akan membela agamanya

Awam Wajib Taqlid

Image
Kitab Bulughul-Maram yang dikarang oleh Imam Ibnu Hajsr al-'Asqalni mendapat banyak respon dari ulama lain di masanya dan juga masa setelahnya. Banyak ulama yang kemudian mensyarah (menjelaskan) hadits-hadits Ahkam yang terkumpul dalam kitab Bulghul-Maram tersebut. Di antara kitab-kitab pensyarah yang masyhur dan banyak menjadi rujukan adalah kitab "Ibanatul-Ahkam", karangan al-Sayyid Alawi 'Abbas al-Malikiy. Beliau adalah ayah kandung dari ulama yang juga masyhur dengan banyak kitabnya, yakni al-Sayyid Muhammad 'Alawi al-Malikiy. Yang menarik adalah, di mukaddimah Ibanatul-Ahkam ini, al-Sayyid 'Alawi menerangkan tentang bagaimana buruknya fenomena awam yang berani-berani langsung menggali hukum dari al-Quran dan Hadits dengan menganggap bahwa memang semua orang termasuk awam harus paham dalil, baik al-Quran dan juga hadits. Yang pada akhirnya keberanian mereka itu melahirkan pemahaman keliru dan fatwa prematur, walhasil banyak pen

Siapa Yang Dikatakan Lalai Shalat?

Orang dikatakan melalaikan shalat itu jika ia mengakhirkan shalat sampai masuk shalat selanjutnya, artinya memang ia tidak melaksanakan shalat di waktunya. Ini yang dipahami dari hadits Abu Qatadah r.a. dalam riwayat Imam Muslim. Kalau hanya mengakhirkan shalat, lalu shalat di tengah atau akhir waktu, atau juga menundanya lalu shalat di ujung waktu, itu tidak dikatakan sebagai orang yang melalaikan shalat. Ya dia melalaikan, tapi bukan melalaikan shalat, akan tetapi ia hanya melalaikan waktu utama shalat; awal waktu. Tidak elok jika orang yang menunda shalat dikatakan sebagai yang melalaikan shalat, toh dia tetap shalat, di waktunya yang sah pula. Kurang baik juga mengatakan begitu, karena dalam surat al-Ma'un, orang yang lalai shalat itulah yang dapat jatah neraka 'wail'. Karena itu penting juga mengetahui bahwa jenis kewajiban shalat itu adalah wajib muwassa' yang kewajiban luas dalam satu term waktu yang cukup panjang, yakni sampau wa

Kurban Hukumnya Sunnah Kifayah

Selain madzhab al-Hanafiyah, kesemua ulama madzhab menyepakati hukum kurban itu sunnah yang sangat digalakkan, yakni sunnah muakkadah. Tapi, madzhab al-Syafiiyah punya rincian yang lebih unik tentang kesunahan tersebut. Dalam madzhab ini, hukum sunnah berkurban itu punya 2 varian; Sunnah 'Ain dan juga sunnah Kifayah. Sunnah Kifayah itu hukum kurban bagi sebuah keluarga, artinya jika ada salah satu dari keluarga, baik suami atau istri atau juga anak sudah berkurban, maka itu s udah cukup bagi keluarga, dan hilang kemakruhan jika tidak berkurban. Sebaliknya, kemakruhan tertimpa kepada seluruh anggota keluarga tersebut, jika tidak ada satu dari mereka yang berkurban, padahal mereka mampu. Ini sunnah Kifayah. Ini yang difahami oleh ulama madzhab Imam Al-Syafii terkait kurbannya Nabi s.a.w. yang mana beliau berkurban 2 domba; Satu untuknya dan keluarganya, dan yang satu lain untuknya dan ummatnya. Nabi s.a.w. di domba pertama sebagai kepala keluarga, yang

Resep Selamat Akhirat; Bekerja Sesuai Ilmu!

Di akhirat nanti, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi s.a.w. bahwa manusia nanti tidak akan diberangkatkan ke surga, juga tidak ke neraka sebelum ditanya 4 hal. Salah satu pertanyaan dari 4 pertanyaan itu adalah terkait dengan ilmu yang kita miliki, kita manfaatkan untuk apa? Maka seorang muslim, sejatinya harus memanfaatkan ilmu yang sudah ia dapat untuk kemaslahatan umat. Apapun bidangnya. Karena sama sekali tidak ada ilmu yang tidak baik, semuanya baik dan berguna. Dan semuanya bisa menuntun kita ke surga. Tidak ada dominasi satu ilmu bahwa hanya ilmu itu yang mengarahkan ke surga, ilmu lain tidak bisa. Tidak ada seperti itu. Semua ilmu bisa mengarahkan pemiliknya ke surga, tapi tidak jarang itu disalahgunakan yang akhirnya menjerumuskannya ke dalam kubangan dosa. Ilmu agama pun, tidak selamanya bisa mengarahkan ke surga. Toh banyak ahli ilmu agama, akan tetapi tidak digunakan dengan jalur yang baik dan benar. Menghina, mencaci, merasa be

Memanggil Pasangan Abi/Umi, Siapa Bilang Haram?

Saya sadar dan mengerti beberapa orang memang mengharamkan dan melarang suami memanggil istrinya dengan sebutan umi, begitu juga sebalinya, istri terlarang memanggil suami dengan Abi; Karena khawatir itu termasuk dalam zihar yang dalam fiqih itu membuat si istri haram untuk digauli oleh si suami selamanya sampai ia membayar kafarat akan ziharnya tersebut, yaitu puasa 2 bulan berturut-turut. (zihar itu menyamakan istri dengan orang tua yang mahram) jadi memanggil ummi dikataka n sama saja menyamakan istri dengan ibu, karenanya diharamkan. Akan tetapi mengatakan itu sebuah keharaman juga termasuk sesuatu yang terlalu buru-buru dan gegabah, kurang teliti. Karena bagaimanapun zihar itu mempunya rukun, dan masing-masing rukun itu punya syarat tertentu yang harus terpenuhi. Bagi saya, memanggil istri dengan ummi atau yang istri memanggil suami dengan Abi bukan zihar yang diharamkan. bukan. Karena salah satu rukun zihar ada yang tidak terpenuhi. Rukun zih