Mertua dan Menantu Ahli Fiqih

Sekitar tahun ke-6 Hijriyyah, salah satu Ulama Fiqih terkemuka dari madzhab Hanafi, Imam Muhammad bin Ahmad Al-Samarqondi atau yang biasa dikenal dengan sebutan Al-Samarqondi merampungkan buku Fiqih-nya yang diberi judul "Tuhfatul-Fuqoha" [تحفة الفقهاء]. 

Setelah kemunculannya, buku ini menjadi rujukan penting bagi para penuntut Ilmu dalam masalah Fiqih Hanafi. Bahkan bukan hanya dari kalangan penudkung Hanafi saja, Ulama dari lintas madzhab pun "kepincut" dengan Kitab ini. 

Salah satu Murid beliau yang juga seorang ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, Abu Bakr bin Ahmad Al-Kasaani jatuh hati dan "naksir" dengan Kitab gurunya ini. Saking cintanya kepada Gurunya tersebut dan juga Kitab "anyar" beliau ini, mendorongnya untuk mengarang sebuah kitab yang menjadi "syarah" (penjelasan) dari Kitab tersebut. Yang kemudian kitab sayarah itu dinamakan dengan "Bada'I Al-Shona'I" [بدائع الصنائع].

Setelah kitab syarah itu rampung dan selesai dibukukan, sang guru Imam Al-Samarqondi rupanya "naksir" balik dengan kitab karangan muridnya, Imam Al-Kasaani itu yang merupakan Kitab syarah atas Kitabnya "tuhfatul fuqoha".

Akhirnya, Imam Al-samarqondi menikah-kan muridnya (Imam Al-Kasaani) dengan anaknya, Fatimah Binti Muhammad Al-Samarqondi yang juga seorang Faqihah (AHli Fiqih Wanita). Satu-satunya seorang Ahli Fiqih dari kalangan wanita yang namanya sudah tenar seantero Turkistan (Tajikistan sekarang) ketika itu.

Padahal ketika itu, Fatimah yang memang sudah harum namanya, sudah banyak didatangi oleh para petinggi dan pejabat kerajaan Roma (yang muslim tentunya) untuk melamar. Tapi ayahnya, Imam Al-samarqondi menolak anak pejabat itu semua dan menikahkannya dengan muridnya sendiri yaitu Imam Al-Kasaani yang telah mensyarah Kitabnya.

Dan Kitab "Bada'I Al-Shona'I" [بدائع الصنائع] itu sendiri dijadikan Mahar (Mas Kawin) dari Al-Kasaani untuk Fatimah Al-samarqondiyah. Jadi Imam Al-Kasaani men-"syarah" Kitabnya kemudian menikahkan anaknya [شرح تحفته وزوج ابته]

Diceritakan bahwa ketika masih bujang, Imam Al-Kasaani selalu bertanya kepada gurunya, Imam Al-Samarqondi sebelum menuliskan sebuah masalah fiqih atau memberikan fatwa kepada khalayak. Namun setelah menikah, Imam AL-Kasaani selain kepada gurunya, beliau juga meminta ACC untuk memberikan fatwa dalam masalah Fiqih kepada istrinya juga Fatimah yang memang seorang ahli fiqih.

Dan diceritakan juga bahwa Imam Al-Kasaani beberapa kali melarat fatwanya sendiri setelah diberikan "pencerahan" oleh sang Istri Fatimah dalam sebuah masalah Fiqih.

Inilah yang disebut dengan perkawinan Fiqih, karena suami dan istri seorang Ahli fiqih, yang akhirnya membuahkan kolaborasi fiqih apik untuk umat. :D

wallahu A'lam







Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya