"Maulid" Yang Menentang dan Yang Mendukung (Bag 3)
Sekarang, saya akan tuliskan dalil-dalil dan hujjah mereka yang mendukung maulid Nabi saw. Yang mana diwakili oleh lembaga Fatwa Mesir. Mari sama-sama kita simak hujjah meraka.
Namun sebelumnya perlu diketahui bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga fatwa mesir ini tentang perayaan maulid Nabi saw bukan sebagai jawaban atau sanggahan dari hujjah dan dalil yang disamaikan oleh komite tetap fatwa kerajaan Aran Saudi. Melainkan ini adalah murni fatwa tentang maulid Nabi saw.
Fatwa lembaga fatwa Mesir tentang Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw:
Merayakan Maulid nabi besar Muhammad saw adalah salah satu amalan yang paling baik dan ibadah yang paling agung. Karena, perayaan ini merupakan ungkapan kegembiraan dan rasa cinta kepada beliau saw. Dan kecintaan kepada beliau merupaka pondasi keimanan seorang muslim.
"tidak beriman seseorang diantara kalian sampai aku menjadi yang paling dicintainya lebih dari anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia didunia ini." (Muttafaq Alayh)
Ibnu Rajab mengatakan: mencintai Nabi Muhammad saw adalah pondasi keimaman. Dan kecintaan kepada beliau saw berjalan beriringan dengan kecintaan kepada Allah swt. Allah swt telah menyebutkan kecintaan kepada nabi Muhammad saw berbarengan dengan kecintaan kepadaNya. Dan Allah pun mengancam mereka yang mendahulukan kecintaannya terhadap segalah sesuatu yang alami –seperti hartam anak, istri dan sebagainya- dari kecintaan kepada Allah swt dan NabiNya saw. Allah swt berfirman:
"Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS At-taubah 24)
Merayakan maulid merupakan bentuk penghormatan kepada beliau saw. Dan menghormati Nabi Muhammad saw adalah subuah ibadah yang mutlak dianjurkan, karena ia merupakan pondasi dan asas utama dalam akidah Islam. Allah swt mengetahui derajat dan kemulian NabiNya, dan memberitahukan kepada seluruh alam mengenai namanya, pengutusannya serta derajat dan kemuliaannya. Dan semesta alam pun bergembira dengan keberadaan beliau saw sebagai cahaya, kelapangan, hujjah serta nikmat bagi seluruh makhluk Allah swt.
Para ulama salafusolih sejak abad keempat dan kelima, telah memberikan kita contoh dalam merayakan maulid Nabi saw ini. Mereka menghidupkan malam maulid dengan berbagai macam ibadah, seperti melantunkan ayat-ayat al-quran, membaca sholawat, menghidangkan jamuan makan, membaca zikir serta mendengarkan bait-bait syair pujian kepada Nabi Muhammad saw. Ini sebagaimana disebutkan oleh banyak ahli sejarah, diamtaranya Ibnul jauzi, Ibnu Katsir, IbnuDihyah Al-Andalusi, ibnu hajar dan juga jalaludin as-Suyuthi.
Tidak Ada Contoh Dari Nabi Atau Para Sahabat Juga Tabiin
Adapun alasan bahwa perayaan semacam ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabat juga para tabi'in pada masa keemasan Islam, demi Allah ini bukanlah alasan atau argument yang tepat untuk melarang perayaan ini.
Karena tak ada seeorangpun yang meragukan kecintaan mereka (sahabat) radhiyallhu 'anhum terhadap Nabi Muhammad saw. Namun, kecintaan ini mempunyai cara dan pengungkapan yang bermacam-macam. Dan cara yang bermacam-macam itu sama sekali tidak dilarang untuk dilakukan. Karena cara-cara tersebut bukanlah suatu bentuk ibadah jika dilihat dari inti pelaksanaannya.
Berbahagia dan bergembira dengan adanya Nabi saw adalah ibadah, tapi cara yang digunakan untuk mengungkapkan rasa bahagia itu suatu wasilah (sarana) yang diperbolehkan untuk digunakan. Seseorang boleh memilih sarana mana saja yang ia sukai untuk mengungkapkan kebahagiaannya itu selama tidak melanggar syariat.
Dalam riwayat juga disebutkan perayaan sahabat Nabi saw dengan adanya iqror (persetujuan) dari beliau saw. Diriwayatkan dari Buraidah ra, ia berkata:
"suatu ketika Nabi saw pergi berperang. Lalu ketika pulang, seorang budak hitam mendatangi beliau lalu berkata: "wahai rasulullah, aku telah bernazar jika Allah swt membawamu pulang ke madinah dalam keadaan selamat aku akan memainkan rebana ini dan bernyanyi dihadapanmu." Lalu Rasul saw menjawab: "Jika kau telah bernazar seperti maka lakukanlah. Namu jika kau tidak bernazar melakukannya maka jangan kau lakukan!" (hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Turmudzi. Ia berkata: hadits ini hasan shohih ghorib)
Jika mengungkapkan rasa bahagia atas kedatangan Nabi saw dari peperangan dalam keadaan selamat denga rebana itu di bolehkan dan diakui oleh Nabi Saw. Maka mengungkapkan rasa bahagia atas kedatangan beliau ke dunia ini dengan -rebana dan hal lain yang dibolehkan- tentu lebih utama dan lebih dianjurkan.
Jika Allah saja meringankan azab Abu Lahab di neraka karena kegembiraannya atas kelahiran Nabi Muhammad saw –dengan membebaskan budaknya yang bernama Tsuwaibah, keran ia yang menyampaikan kabara lahirnya Nabi Muhammad saw-, padahal Abu Lahab adalah orang yang paling kafir dan paling menentang Nabi dan Islam. Maka sudah barang tentu kaum muslimin lebih berhak mendapatkan pahala karena kegembiraan mereka atas lahirnya Nabi saw sebagai cahaya bagi semesta alam raya ini.
Rasul saw sendiri telah mengajarkan kita bagaimana cara bersyukur kepada Allah swt atas lahirnya Nabi saw, yaitu dengan berpuasa pada hari kelahirannya, yaitu hari senin. (HR Muslim dari Qotadah)
Ini adalah bentuk rasa syukur beliau kepada Allah swt atas karuniaNya kepada beliau saw dan kepada umatnya. Sehingga sudah sepatutnya kita sebagai umatnya untuk mengikuti beliau untuk bersyukur kepada Allah atas karuniaNya yang telah mengutus beliau saw dengan segala bentuk bersyukur.
Bentuk bersyukur itu dapat diungkapkan dengan memberi jamuan makan, berzikir bersama, mendendangkan puji-pujian, berpuasa, bersholawat, melakukan sholat dan lain-lain.
Sheikh As-Sholihi dalam kitab sejarahnya "subulul huda wal-rosyod fi Hadyi Khoiril-'Ibad", beliau menukil dari salah seorang sholeh pada zamannya, bahwa ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw. Orang itu mengadu kepada beliau saw bahwa ada sebagian orang yang mengaku berilmu yang mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi itu Bid'ah. Maka Nabi bersabda kepadaNya: "Barang Siapa yang bergembira karena Kami, kami akan bergembira karenanya."
Demikian juga hukum merayakan kelahiran para wali Allah swt, serta menghidupkan perayaan mengenang mereka denganberbagai macam ketaatan. Sesungguhnya semua itu adalah hal yang dianjurkan secara syara'. Karena hal-hal tersebut mengandung upaya untuk menirukan dan menauladani mereka. Terdapat perintah syara' dalam mengenang dan mengingat para Nabi dan ara orang sholeh. Allah berfirman:
"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS Maryam 41)
Perintah ini tidak terbatas hanya pada para nabi. Namun juga para orang-orang sholeh. Allah swt berfirman:
"dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur" (QS Maryam 16)
Para ulama bersepakat bahwa Maryam bukanlah seorang nabi, melainkan seorang shiddiqoh. Demikian pula terdapat perintah untuk mengingatkan hari-hari Allah swt:
"dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah" (QS Ibrohim 5)
Dan yang termasuk hari-hari Allah ialah hari kelahiran dan hari kemenangan. Oleh karena itu rasul saw berpuasa pada hari senin (hari kelahirannya) sebagai rasa syukur kepada Allah. Dan juga beliau berpuasa pada tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan nabi Musa alayh salam.
Oleh karena itu mengenang hari kelahiran dan mengingatkan orang lain atas kelahiran merupakan pintu orang-orang untuk bersyukur atas nikmat Allah swt. Maka tidak apa-apa menentukan hari tertntu guna mengadakan perayaan tersebut.
(fatwa Lembaga Fatwa mesir no. 140)
untuk mendowload tulisan ini lengkap dalam format pdf klik DISINI
Comments
Post a Comment