Kembalikan Maulid ke Jalan dan Tujuan Aslinya!
Biasanya kalau sudah masuk bulan Rabi'ul Awwal atau yang biasa kita sebut dengan bulan mulud. Banyak majlis-majlis taklim atau masjid-masjid yang mengadakan Maulid Nabi saw. Bagus, sangat bagus sekali, ada upaya untuk mengingatkan kembali kepada khayalak ramai tentang cinta dan kewajiban mengikuti sunnah mustofa saw.
Terlepas dari perdebatan panjang yang saya lihat tidak akan "kelar" terkait masalah boleh atau tidaknya mengadakan Maulid.
Namun saya melihat ada beberapa catatan yang mungkin ini tidak semua orang berpendapat sama dengan saya. Yaitu soal megahnya dan mewahnya Maulid itu digelar.
Buat saya, Tidak penting seberapa besar Maulid yang kita gelar, tidak penting seberapa tenar penceramah yang kita undang, tidak penting seberapa besar dana yang kita keluarkan, yang terpenting ialah seberapa efektifkah dengan acara ini sunnah-sunnah Nabi saw kembali bisa dihidupkan.
Mungkin ini keinginan yang terlalu muluk buat sebagian orang. Tapi yaa memang itu kan tujuan diadakannya Maulid?
Gelarlah Maulid sewajarnya dan sejalan dengan tujuan. Tidak perlu mewah-mewah dengan mamnggil ustadz kondang yang sudah malang melintang di telivisi. Kalau memnag tujuannya menghidupkan sunnah nabi, bukankah cukup dengan ustadz-ustazd yang ada di daerah sekitar. Toh yang terpenting ialah apa yang disampaikan, bukan siapa yang menyampaikan.
Karena di beberapa tempat sepengetahuan saya, banyak menjlis atau masjid yang mengadakan Maulid itu terkesan pamer dan 'gagah-gagahan' di hadapan majlis atau masjid lainnya. "liat tuh, masjid gw maulidnya ngundang ustadz…(Anu)…. Yang terkenal" setidaknya begitu kata kasarnya.
Kalau memang mau liat ustadznya bukan tujuan inti maulidnya. Ya toh ngapain susah-susah ngumpulin duit banyak buat bayar sang ustadz. Toh si ustadz tiap hari muncul di tivi. Bawa aja tivi ke majlis pada jam dimana si ustadz itu ceramah trus nyalain di depan Jemaah. Gratis pula! Ngapain harus bayar mahal. Bahkan sampai puluhan juta.
Saya pernah terlibat dalam suatu perdebatan dengan seorang ketua panitia Maulid yang diadakan oleh majlis didekat rumah saya. Kami berdebat masalah uang yang terlalu besar dan si penceramah. Yang menurut saya beliau itu seorang artis bukan penceramah agama, hanya gayanya saja kalau di tivi bak kyai kondang padahal aslinya penyanyi dangdut.
Dan juga uang yang dikeluarkan mencapai 8 juta rupiah hanya untuk membayar si penyanyi dangdut yang tadi saja. Walapupun tetap saja, saya kalah debat. Karena saya mendebatkan itu didepan sekumpulan panitia yang sedang rapat. Yang tak ada satupun dari mereka yang mendudukung saya. (semua panitia anak remaja SMP-SMA)
Harus kembali kita fikirkan lagi. Masih banyak pos-pos yang lebih pantas dan layak untuk kita salurkan uang sebanyak itu. Bayangkan berapa besar manfaat yang akan kita rasakan jika uang sebesar itu digunakan untuk meng-gaji ustadz-ustadz kampung yang kerjaannya ngajarin anak-anak baca tulis Qur'an.
Lihat apa yang dilakukan Nabi saw setelah perang badr! Beliau tidak menghukum dengan sadis para tawanan dari kaum kafir quraisy. Tapi Apa yang beliau saw lakuakan? Beliau malah menyuruh tawanan tersebut untuk mengajar para kaum muslimin yang belum bisa baca tulis.
Atau betapa besar manfaatnya kalau uang itu dibelikan gerobak sampah dan meng-gaji tukang sampahnya. Agar kampung selalu bersih, karena sudah digaji dan punya gerobak sendiri, tiap hari tukang itu bisa bekerja ngangkut sampah. Kita bisa membersihkan kampung tanpa harus membuat tukang sampah sengsara karena gaji yang kecil. Bukankah kebersihan itu dari Iman?? Itu kan yang Nabi perintahkan??
Inilah yang lebih sunnah dibanding Maulid "gede-gedean" tapi tetap saja masjid dibiarkan kosong melompong kalau waktunya sholat Jemaah! Panitia yang kemarin bikin maulid pada kemana!?
Itu yang terjadi dengan saya. Tentu tidak bisa keadaan ini di generalisasi. Pasti keadaan yang pembaca alami berbeda. Atau mungkin lebih baik dari apa yang saya alami.
mungkin juga kita sering lihat banyak para peserta maulid yang mereka berbondong-bondong datang ke maulid itu tapi saling berboncengan motor dengan lawan jenis yang bukan mahrom.
atau juga yang setelah selesai maulid, ia pulang menngunakan motornya dengan tidak menggunakan helm. dan melanggar rambu lalu lintas. jadi aneh menurut saya. padahal tidak ada satu pun ajaran Nabi Muhammad saw yang mengajarkan kita untuk melanggar aturan atau malah mebahayakan diri. "Laa Dhororo wa laa Dhiroor".
tentu ini juga masalah yang tidak bisa juga disamaratakan. artinya dari sekian banyak peserta maulid, mungkin hanya 0,1 persennya saja yang nyeleweng seperti itu. tapi apapun itu, ini tetap menjadi dilema yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. jangan hanya maulid dijadikan sebagai simbol saja namun ajaran-ajaran Nabi saw malah diabaikan begitu saja.
Maulid bukanlah satu ukuran seseorang apakah ia cinta Nabi atau tidak. Yang menjadi ukuran ialah seberapa dekat kah kita dengan beliau saw dengan sering mengerjakan sunnahnya 'alayh sholatu wa salaam.
Ayo kembali kita hidupkan sunnah! Mengadakan Maulid ialah hanya satu cara dari ratusan bahkan ribuan cara yang bisa kita lakukan untuk menjadi lebih cinta dan mencintai juga lebih dekat dengan Al-Habib SAW.wallahu A'lam
Comments
Post a Comment