Meninggal Bersamaan Dalam Kecelakaan, Bagaimana Pembagian Warisnya?

Salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam masalah waris ialah tentang pembagian harta warisan orang yang meninggal bersama, karena sebab kecelakaan atau tenggelam atau juga kebakaran. Penyebab seperti ini menyulitkan untuk diketahui siapa yang meninggal lebih dulu.

Tentu yang dibicarakan disini ialah mereka yang meninggal bersama dengan ahli warisnya, entah itu anak atau orang tuanya atau juga saudaranya yang memang masih dalam golongan ahli waris.

Dalam pembahasan Faraidh, masalah ini disebut dengan pembahasan harta waris Al-Gharqa [الغرقى]. Secara bahasa Al-Gharqa berarti orang yang tenggelam. Dan dalam istilah ahli Faraidh, Al-Gharqa berarti:

"orang yang meninggal bersamaan dengan yang lain dan keadaan meninggalnya tidak diketahui, mana yang lebih dulu, seperti yang meninggal karena sebab kebakaran atau tertimpa reruntuhan bangunan atau sejenisnya". [1]   

Dalam hal ini, keadaan Al-Gharqa terbagi menjadi 4 keadaan sebagaimana dijelaskan oleh ulama:

1.   Diketahui dengan sangat meyakinkan bahwa mereka meninggal dalam waktu yang sama. Seperti korban bom atau reruntuhan bangunan.

2.   Diketahui dengan sangat meyakinkan bahwa salah satu diantara mereka meninggal lebih dulu dari yang lain. Seperti hanyut atau kebakaran namun diketahui siapa yang meninggal lebih dulu

Untuk keadaan yang pertama, maka ulama telah ber-Ijma' bahwa mereka tidak saling mewarisi, dan harta warisannya hanya diberikan kepada mereka yang hidup.

Untuk yang kedua, maka yang meninggal belakangan mendapatkan harta warisan dari yang meninggal lebih dulu, dan ini Ijma' ulama.

Namun ada keadaan ketiga dan keempat, yaitu: 

1.   Tidak diketahui apakah mereka meninggal karena kejadian yang sama dan dalam waktu yang bersmaan. Seperti musibah tabrakan kendaraan, ada 2 tabrakan beruntun, dan tidak diketahui secara meyakinkan apakah mereka meninggal pada tabrakan yang pertama berbarengan atau tidak.

2.   Tidak diketahui mana yang meninggal lebih dulu dan mana yang meninggal belakangan dalam satu kecelakaan atau tragedi. Seperti orang yang meninggal karena kebakaran yang mereka ada bersama di dalam kebakaran itu, namun tidak jelas siapa yang meninggal lebih dulu.

Inti dari 2 poin itu ialah tidak diketahuinya keadaan masing-masing mayit, mana yang meninggal lebih dulu, atau apakah mereka meninggal berberengan dalam waktu yang sama.

Untuk dua keadaan yang seperti ini ulama berbeda pendapat tentang pembagian harta warisnya menjadi 2 kelompok pendapat:

·         Kelompok pertama mengatakan bahwa masing-masing mereka mewarisi satu sama lain.

·         Kelompok kedua mengatakan bahwa mereka tidak saling mewarisi, dan harta mereka hanya diwarisi kepada ahli waris yang masih hidup saja.

[1] Pendapat Pertama

Ini adalah pendapatnya madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa orang yang meninggal bersama dalam sebuah kecelakaan atau musibah, maka keduanya saling mewarisi satu sama lain. Masing-masing mendapat jatah waris yang lainnya.[2]  

Cara yang dilakukan dalam pembagiannya ialah ditentukan dahulu dengan sangkaan yang paling kuat siapa yang meninggal lebih dulu, setelah itu yang meninggal lebih dulu mewarisi harta ke ia yang meninggal belakangan kemudian diberikan kepada ahli waris lainnya. Lalu begitu juga selanjutnya untuk mayit kedua yang meninggal bersamanya.[3]

Contoh:

Ayah dan anak lakinya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil dan tidak diketahui siapa yang meninggal lebih dulu. Maka sebelum dibagi harta warisnya, ditentukan dulu siapa yang sekiranya meninggal lebih dulu, ayah atau anak.

Katakanlah anak laki itu yang meninggal lebih dulu, maka si ayah yang meninggal bersamanya dalam kecalakaan itu mendapat jatah 1/6 dari harta si anak laki, lalu juga ahli waris lain yang masih hidup. Lalu setelah itu, harta ayah dibagikan sebagaimana mestinya.

Pendapat ini didasari oleh argument bahwa salah satu sebab waris ialah hidupnya salah seorang ahli waris ketika si pewaris meninggal. Dan sebab itu ada dalam keadaan ini.

Adapun keadaan mereka yang tidak diketahui mana yang lebih dulu adalah sebuah keraguan, dan keraguan ini tidak bisa membatalkan hak mereka untuk mendapatkan waris. Adapun hidupnya salah satu diantara mereka adalah sebuah keyakinan, dan sesuatu yang meragukan tidak bisa membatalkan sesuatu yang telah ada dengan yakin.

Dan ini juga pendapat yang diamalkan oleh sahabat Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Mas'ud, dan juga salah satu riwayat sayyidina Umar bin Khotthab.[4]

Dan dari kalangan tabi'in, pendapat ini dipegang oleh Al-Tsauri, Al-Nakho'I serta Ibnu Abi Laila yang dengan tegas mengatakan bahwa kerancuan antara mana yang lebih dulu meninggal tidak bisa dijadikan penghalang untuk mendapatkan hak waris.[5]

[2] Pendapat Kedua

Ini adalah pendapat mayoritas madzhab Fiqih, yaitu Al-Hanafiyah, Al-malikiyah dan Al-Syafi'iiyah, bahwa orang yang meninggal bersama dalam sebauah kecelakaan atau musibah dan tidak diketahui mana yang meninggal lebih dulu diantara mereka, mereka tidak saling mewarisi. Dan harta mereka hanya terwarisi kepada mereka yang masing hidup.[6]   

Jadi dengan pendapat ini, jika ada yang meninggal dalam sebuah kecelakaan dan tidak diketahui mana yang lebih dulu meninggal dan mana yang belakangan, maka harta waris mereka cukup dibagikan kepada ahli waris mereka yang hidup saja. Dan sesama mereka yang meninggal tidak salng mewarisi.

Argument mereka adalah bahwa salah satu sebab waris itu ialah hidupnya si ahli waris ketika si pewaris meninggal, dan keadaan itu tidak ada dalam masalah ini. hidupnya salah seorang dinatara mereka ketika salah seorang diantaranya meninggal tidak diketahui secara yakin dalam keadaan ini.

Iya! kalaupun ada tapi tidak diketahui mana yang lebih dulu meninggal dan mana yang belakangannya. Artinya bahwa hidupnya ia ketika si pewaris meninggal diragukan, dan hak waris tidak bisa diberikan dengan keragu-raguan.

Imam Al-Sarakhsi dalam Al-Mabsuth mengatakan bawah memang asas/dasar dalam masalah fiqih ialah sebuah keyakinan, maka tidak bisa sebuah hak diberikan dengan dasar yang masih diragukan.[7]  

Selain itu, merak juga berdalil dengan qadha' (keputusan) sayyidina Abu Bakr yang dilaksanakan oleh sahabat Zaid bin Tsabit terhadap korban-korban perang dari kaum muslim, dari pendudukan Yamamah bahwa diantara mereka tidak saling mewarisi. Dan ini juga yang menjadi Qadha' sayyidina Umar ketika beliau meminpin khalifah.[8]

Dan pendapat ini yang dipegang oleh sayyidian Umar bin Khatthab, Abu Bakr Al-Shiddiq, Zaib bin Tsabit dan juga salah seorang dari 7 Ahli Fiqih Madinah, Khorijah bin Zaid.[9]  

Kesimpulan

Setelah mengetahui pendapat para ulama diatas, sepertinya penulis lebih condong kepada pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa orang yang meninggal bersama dalam sebuah kecelakaan atau musibah dan tidak diketahui mana yang lebih dulu meninggal dan mana yang belakangan, mereka tidak saling mewarisi, cukup dibagi kepada mereka yang masih hidup saja.

Selain karena memang ini pendapat mayoritas, arugumen yang digunakan pun jauh lebih kuat dibanding kelompok pertama yang mengatakan sebaliknya. Terlebih lagi didukung dengan beberapa kejadian yang terjadi pada zaman sahabat sebagaimana dijelaskan diatas.

Dan juga, penulis melihat adanya al-Daur [الدور] (tumpang tindih) dalam penerapan pendapat pendapat pertama. Karena jika mereka saling mewarisi, pembagiannya tidak akan selasai dan tidak akan ada ujungnya.

Karena ketika salah seorang mereka mendapatkan jatah waris dari yang lain yang juga meninggal bersama dalam musibah itu, setelah pembagian harta mayit pertama, mayit kedua pun dibagi hartanya dan mayit yang pertama yang telah dibagi hartanya tersebut mendapatkan lagi dari mayit kedua. Maka terus begitu seterusnya, di situ terjadi yang namanya Al-Daur, dan tidak akan bertemu pada titik akhir.

Wallahu a'lam


[1] Al-Hawi Al-Kabir 8/87
[2] Al-Iqna' 3/114, Al-Inshaf 7/345
[3] Al-Iqna' 3/114
[4] Al-Mabsuth 30/27
[5] Al-Hawi Al-Kabir 8/88
[6] Al-Mabsuth 30/27, Al-Istidzkar 5/376, Al-Hawi Al-Kabir 8/87
[7] Al-Mabsuth 30/27
[8] Minah Al-Jalil Syarh Mukhtashar Al-Khalil 9/696
[9] Al-Hawi Al-Kabir 8/87

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya