Galau "Hasanah"

Saya tidak tahu sejak kapan kata "GALAU" itu resmi menjadi kata komunitas "Alay" zaman sekarang. Pun terminologi "Alay" sampai sekarang juga tidak jelas maknanya dan kapan kemunculannya.

Yang pasti kata "Galau" itu ialah kata resmi Bahasa Indonesia yang tercatat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Sejak KBBI resmi dicetak pertama kali tahun 1989 (source: Wikipedia) kata galau itu berarti; gelisah, gundah, menyimpan beban dalam diri.

Tapi setidaknya kita mesti berterima kasih kepada para punggawa-punggawa penerus estafet "Alay" bangsa ini yang telah mempopulerkan bahasa Indonesia baku ini menjadi bahasa yang sering digunakan. Bisa dihitung sebagai implementasi dari salah satu poin sumpah pemuda yang mendeklarasikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa bangsa.

Dalam hal kata "Galau" ini Alayers lebih unggul dari pada mereka yang sok-sok ke-inggris-an yang kemana-mana selalu berbahasa inggris hatta dipasar tradisioal sekalipun.

Terlepas dari itu semua, ternyata praktek "Galau" juga mewarnai sejarah peradaban ilmu Syariah sejak dulu kala. Rupanya Banyak Ulama yang terperangkap dalam kegalauan juga.

Yang membedakan galau-nya Ulama salaf dengan galau-nya anak zaman sekarang ialah Manifestasi dari Galau tersebut.

Ulama zaman dulu juga "galau", tapi galaunya produktif yang menghasilkan sebuah kemaslahatan buat Ummat. Bahkan manifestasinya Galaunya tersebut kita rasakan manfaatnya sampai saat sekarang ini.

GALAU-NYA PARA ULAMA SALAF

Imam Muzani (W. 264 H) Galau ketika mendapati apa yang ditulis oleh gurunya, Imam Syafi'i (204 H) dalam kitab Al-Um dan Al-Hujjah hanya berisi riwayat-riwayat beliau dalam masalah Fiqih.

Galau dan khawatir madzhab gurunya serta ilmunya hilang dan tidak sampai anak turunan, Muzani muda menulis ringkasan dari apa yang ia dapat dari Imam Syafi'I dalam kitabnya dan "talaqqi"-nya dalam sebuah Mukhtashor (kitab ringkasan) dengan sistemisasi bab-bab fiqih yang enak dan mudah dipahami.

Yang kemudian Kitab itu dikenal dengan sebutan "Mukhtashor Al-Muzani" [مختصر المزني]. Seandainya tidak galau ketika itu, niscaya tidak kita dapati kitab-kitab Fiqih madzhab Syafi'i, karena ternyata Mukhtashor Muzani tersebutlah yang menjadi kitab induk dalam madzahab Syafi'i.

Imam Ibnu Qutaibah Al-Dinawari (276 H) juga galau melihat kondisi pemikiran di masanya yang dipenuhi dengan syubhat-syubhat terhadap hadits Nabi Muhammad saw.

Para rasionalist menuduh bahwa syariat Islam tidak jelas dan saling bertabrakan karena banyak riwayat Hadits Nabi yang kandungannya berselisih dengan hadits lainnya. Akhirnya umat Islam goyah dan menjadi ragu dengan syubhat tersebut.

Itu yang menjadikan beliau menulis kitab "Ta'wil Mukhtalaf Al-Hadits" [تأويل مختلف الحديث], guna menjawab semua syubhat tersebut dan memberikan pemahaman kepada umat atas beberapa hadits yang memang secara zahir artinnya saling bersinggungan.

Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (567 H) juga galau berat berat karena semua murid dan sahabat Imam Abu Daud Al-Zahiri (270 H) tidak meneruskan ilmu beliau.

Takut kalau mazhab Zahiri itu hilang dan tidak dikenal oleh umat dimasa selanjutnya, itu yang membuat Imam Ibnu Hazm menulis kitab "Al-Muhalla" [المحلى] dalam Fiqih Madzhab Zahiri yang jumlahnya belasan jilid.

Bukan cuma itu, beliau juga menulis kitab Ushul fiqih dalam Madzhab Al-Zahiri yaitu "Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam" [الإحكام في أصول الأحكام].
Galau yang hebat!

GALAU-NYA ULAMA MODERN

Di masa Modern sekarang juga kita punya contoh Ulama yang kegalauannya memberika manfaat. Salah satu ialah Sheikh Sa'I'd Romadhon Al-Buthy (2013 M)

Ketika melihat geliat kelompok yang mengatas namakan berpegang pada Qur'an dan Hadits murni tapi dengan pongah dan sombong mereka menginjak-injak tradisi Ulama 4 madzhab dan mengatakan bahwa ber-madzhab itu dilarang,

bahkan mengatakan keempat Imam itu salah jalur dalam berijtihad. Sheikh Said Al-Buthy jelas galau sekali.

Karena galaunya itu semua, beliau akhirnya menulis kitab untuk membela keemapt Madzhab fiqih dan meluruskan pandangan soal "kembali kepada Qur'an dan Sunnah" dalam sebuah kitab yang dikenal dengan "Al-Laa Madzhabiyah Akhthoru Bid'atin Tuhaddidu Al-Syariah" [اللا مذهبية أخطر بدعة تهدد الشريعة].

Begitu juga yang dilakukan oleh seorang DR. Yusuf Al-Qordhowi, karena galaunya yang melihat banyak anak muda yang berani mengkafirkan saudaranya hanya karena menurut dengan sistem demokrasi dimayoritas negara Muslim, beliau menulis Kitab "Fiqh Al-Daulah" [فقه الدولة].

Yang paling dekat ialah apa yang dilakukan oleh Dr. Adian Husaini beserta kawan-kawan beliau, yang pada galau akibat merabaknya libelasasi di Indonesia ini.

Akhirnya beliau mendirikan sebuah lembaga Kajian "INSIST" yang concern pada pembedungan arus liberalisasi yang sudah mengidapi para aktifis-aktifis Muda Islam di hampir seluruh kampus berbasis Islam.
-------------------
Begitulah galaunya mereka, menghasilkan produktifitas yang benar-benar membuat umat tercerahkan.

Bukan galau yang malah memenuhi dinding facebook dan timeline twitter dengan nada-nada minor tak bermanfaat.

Wallahu A'lam

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya