Buku Fiqih Yang Tidak Fiqih

Ceritanya bermula pada kelas Fiqih di salah satu Fakultas yang  berada di universitas Islam terkenal Jakarta. Seperti kebiasaan pada umumnya, Prof. A masuk dan langsung memberikan judul-judul yang nantinya menjadi tugas makalah bagi para mahasiswa.

Salah satu mahasiswa mendapat tugas dengan tema "Al-Qirodh" [القراض] yang dalam litelatur Fiqih dikenal sebagai "Al-Mudhorobah" [المضاربة] yaitu istilah untuk akad Bagi Hasil dalam perdagangan atau sejenisnya. Bedanya hanya dalam istilah saja, kalau istilah "Al-Qirodh" [القراض] dipakai oleh mazhab Maliki dan Syafi'i, sedangkan istilah "Al-Mudhorobah" [المضاربة] dipakai oleh Mahab Hanafi dan Hambali. Initinya sama saja.

Datang hari dimana si mahasiswa "Al-Qirodh" harus mempresentasikan apa yang telah ia kumpulkan dalam makalah "AL-Qirodh"-nya. Karena memang bahasa pengantar yang dipakai itu bahasa Indonesia, ya makalahnya pun berbhasa Indonesia. Dan pastinya si mahasiswa pun meng-"copas" makalahnya dari makalah atau buku berbehasa Indonesia juga.

Dari awal pemaparan sang Prof. A kebingungan melihat apa yang dibicarakan oleh si Mahasiswa. Belum selesai persentasi dipaparkan, Prof. A langsung menyela dambil bilang: "kok masalah Qirodh, tapi dari tadi ngomongin hutang-piutang?", padahal kan Qirodh itu pembahasan soal kerjasama bagi hasil antara 2 pihak; pemilik modal dan pekerja.

"Yang saya dapet di Kitab begitu, Prof!" kata Mahasiswa membela. Si masih menunjukkan wajah kebingungannya. "dari kitab apa kamu dapet ini?"

Tanpa menjawab, si mahasiswa langsung menyodorkan buku ke Prof. A, rupayanya materinya itu disadur dari buku Terjemah "Fiqh Sunnah". Setelah diperiksa, rupanya MUSIBAH ada pada buku terjemahan itu. mungkin karena penerjemah hanya mampun bahasa Arab, itu pun hanya dalam skala menterjemahkan, tapi ia tidak mengerti fiqih.

Ia tidak mengerti dan tidak bisa membedakan antara Al-Qirodh [القراض] dan Al-Qordh [القرض] yang memang keduanya punya dimensi pembahasan yang sama walaupun masih dalam term Muamalat. Al-Qordh [القرض] itu ialah salah satu bab dalam kitab fiqih yang membahsa tentang hutang piutang, karena memang Al-Qordh [القرض] itu sendiri artinya hutang piutang.

Pantas saja, judul Al-Qirdoh tapi pembahasannya pembahsan Al-Qordh [القرض], lah wong sipenerjemah tidak ngudeng Fiqih. Karena tidak mengerti, akhirnya dia menganggap tidak ada bedanya AL-Qirodh dan Al-Qordh, padahal jelas sangat berbeda. Dan buruknya si Mahasiswa kelas Fiqih ini juga tidak tahu mana Al-Qordh dan mana AL-Qirodh. *tepok jidat

Cerita ini saya dapet langsung dari si Prof. A pelaku kejadian itu, karena memang beliau juga dosen saya di sekolah Pasca di Universitas yang sama.

PENERBIT TIDAK PUNYA PENERJEMAH MUMPUNI

Ini buruknya yang banyak terjadi di penerbit-penerbit kita, di Indonesia. Mereka punya banyak penerjemah, bahkan saking banyaknya, banyak penerjemah yang statusnya Freelance dari si penerbit itu.

Tapi sayangnya, penerjemah yang ada hanya mampu menterjemahkan, mereka tidak mampu bidang lain. Padahal dalam menterjemah sebuah kitab, selain tahu kaidah bahasa Arab, si penerjemah dituntut untuk mengerti istilah-istilah yang dipakai dalam kitab tersebut.

Kalau kitab Fiqih, pastinya si Penerjemah harus mengerti fiqih. Karena banyak istilah Fiqih yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih itu mempunyai arti berbeda jika istilah itu berada dalam kitab Tafsir atau Ilmu Hadits.

Contoh paling kecil ialah istilah "Sunnah", dalam kitab Hadits istilah Sunnah mempunyai arti yang berbeda jika Istilah itu dipakai oleh seorang Ushuliy (Ahli Ushul Fiqih). Berbeda lagi makananya kalau itu berada dalam kitab Fiqih.

Alih-alih mau menterjemahkan, yang ada di malah menyesatkan banyak orang dengan buku terjemahannya itu. karena telah memberikan pemahaman yang salah. Parahnya jika si pembacapun bukan seorang yang mengerti. Orang awam yang mau belajar, tiba-tiba bertemu dengan buku terjemah yang si penerjemah pun ngga sama sekali mengerti dengan apa yang ia terjemahkan.

Sayangnya lagi, setelah terjemahan rampung, naskah masuk ke meja penyunying. Dan si penyunting atau editor juga bukan seorang ahli dalam disiplin ilmu yang ada di buku terjemahan itu. seorangpenyunting hanya seorang ahli bahsa yang bisa Cuma mengoreksi bahasa-bahasa yang keliru.

Lengkaplah sudah penderitaan para "penuntut ilmu" yang larinya ke buku terjemahan.
Lihat berapa juta orang yang sudah di-bodohkan dengan buku "sesat" ini?

JANGAN BELAJAR DARI BUKU TERJEMAH

Cara paling selamat untuk terhindar dari kesesatan ini ialah, ya jangan belajar dari buku terjemahan. Kalau memang mau belajar serius, jangan jadikan sebuah buku sebagai pegangan satu-satunya.

Belajar-lah langsung dari beliau-beliau yang memang mumpuni dalam bisang tersebut. Beliau yang telah melewati riwayat pendidikan panjang dalam disiplin ilmu tersebut, bukan mereka yang juga "alumni" dari sekolah buku terjemah.

Datangi langsung guru, kiyai, Ustadz, doctor. Entah itu ikut kuliahnya (jadi mahasiswa) atau datangi setiap majlis yang beliau menjadi pembicara. Bukan hanya menjadikan buku sebagai guru teladan. Apalagi itu buku terjemah.

Keculai memang buku itu ditulis dengan bahsa Indonesia dari penulis Indonesia. Tidak jadi masalah karena tidak ada perubahan bahasa disitu. Tapi kalau buku aslinya itu berbhasa asing, kemudian diterjemahkan, sudah menjadi sebuah keniscayaan akan adanay perubahan bahasa dan hilang juga nuansa keilmuan yang sudah dibentuk oleh si penulis asli dalam bukunya.

Buruknya lagi si penerjemah "Cuma" bisa menterjemahkan tapi tidak ngudeng dengan ilmu yang disampaikan dalam buku tersebut. Ya tidak mesti expert memang, tapi setidaknya, penerjemah harusnya mengerti dengan istilah-istilah yang dipakai dalam dispilin ilmu tersebut.

Terus berguru dengan buku terjemah tidak akan memuaskan pun tidak akan membuat kita makin tahu, dan ilmu yang sampai pun menjadi tanggung, tidak menyeluruh. Nah, Justru ilmu yang tanggung itu jauh lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali.

Karena lebih baik tidak tahu, dari pada tahu tapi "nanggung".

Wallahu A'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya