Daging Anjing, Halal?

Beberapa hari belakangan, teman-teman Medsoc ramai membicarakan tentang "halal-nya daging anjing menurut Madzhab Maliki dan Zahiri". Awal mulanya (yang saya tahu), salah satu aktivis Liberal melemparkan wacana ini ke public, sehinggga kawan-kawan bertanya, apakah benar begitu?

Karena memang segala sesuatu yang dilemparkan oleh para aktifis Liberal, tidak mesti bisa langsung diterima. Dan memang kebiasaan dan AKIDAH mereka, yaitu merusak "turats" dan mendistorsi ketetapan yang memang sudah disepakati oleh Ulama. Lalu mereka merubah dengan gaya yang elegan, tanpa bukti otentik dari mana mereka menyadur.

SUCI BUKAN BERARTI BOLEH DIMAKAN

Yang perlu diperhatikan dalam membicarakan hewan dalam syariah ialah, membicarakan dari segi apa? [1] dari segi najis dan sucinya; atau [2] dari segi boleh dan tidaknya dimakan. Karena dalam syariah, setiap yang dilarang dimakan, itu berarti najis. Dan yang suci, bukan berarti boleh dimakan.

Simpelnya, kalau mau mengetahui hewan itu suci atau najis, entah bulunya atau air liurnya saja, maka yang harus dibuka dalam Kitab Fiqih itu ya "Bab Thoharoh", yang didalamnya ada Sub Bab "Najasat" yang menerangkan tentang najis-najis baik itu benda atau hewan.

Kalau mau mengetahui hewan ini halal dimakan atau haram dimakan, maka Bab yang harus dibuka dalam kitab fiqih ya "Bab Al-Ath'imah wa Al-Asyribah" [الأطعمة والأشربة], bab yang menerangkan tentang makanan dan minuman. Jadi tidak bisa hanya buka satu bab saja.  

Terkait masalah Anjing, kita harus runut dulu pembahasannya, yang prtama ialah "Apakah Anjing ini suci atau naji?" dan bagaimana pendapat Ulama mengenai hal ini. Yang nantinya kita akan mencapai inti masalah, yaitu benarkah Mazhab Maliki dan Zahiri itu menghalalkan daging anjing?

karena banyak yang menyangkan bahwa kalau itu suci, maka boleh dimakan. justru bukan begitu kaidahnya. Yang benar ialah, kalau itu najis, maka Haram dimakan. Tapi kalau itu suci, bukan berarti boleh dimakan.

Banyak juga disekeliling kita benda-benda suci tapi syriat ini justru melarang kita mengkonsumsinya.  

 ANJING, NAJIS ATAU SUCI?

Dalam hal ini Ulama terbagi menjadi 3 kelompok besar:

Dalam mazhab Al-Hanafiyah[1], yang najis dari anjing hanyalah air liur mulut dan kotorannya saja. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis.

Mengapa demikian ?
Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap najis.

عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ t‏ ‏‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ s قَالَ إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فيِ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا‏-‏متفق عليه ‏‏ ‏
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahw  Rasulullah SAW bersabda"Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali.(HR. Bukhari dan Muslim).

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُم إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Rasulullah SAW bersabda"Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR. Muslim dan Ahmad) 

Dan jenis najisnya ialah najis Mugholladzoh, yaitu najis besar. Kenapa besar? Karena dalam pensucian tempat atau tubuh yang terkena jilatan anjing itu harus dicuci sebanyak 7 kali dengan debu salah satunya. Kalau hanya mensuci asal hilang bekasnnya, itu namanya Najis Mutawasithah (najis sedang)

2. MAZHAB AL-MALIKIYAH
Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa anjing itu suci secara mutlak. Maksdunya ialah bahwa seluruh tubuhnya itu suci, bulunya juga suci, bahkan keringat dan air liurnya juga suci.[2]

Akan tetapi, tidak semua Ulama Malikiyah berpendapat sama. Ada juga yang mengatakan bahwa badan anjing itu memang tidak najis, tapi yang najis itu hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, maka wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.[3]

3. MAZHAB AS-SYAFI'IYAH, AL-HANABILAH Dan AL-ZAHIRIYAH[4]
Yang agak berbeda adalah Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah. Kedua mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya.

Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya.

Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu pun secara logika juga najis, baik air kencing, kotoran atau  keringatnya.

Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi yang mewakili Mazhab Zahiri dalam Kitabnya AL-Muhall [المحلى] menjelaskan bahwa Najisnya anjing itu disebabkan karena anjing termasuk hewan buas yang punya taring untuk menerkam musuhnya. Dan hewan yang bertaring dilaranbg memakannya. Karena dilarang memakannya maka anjing itu najis.[5]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t عَنْ اَلنَّبِيِّ r قَالَ:كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ. وَزَادَ:  وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ-  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda"Semua hewan yang punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya untuk dimakan". Dan ditambahkan :"Semua yang punya cakar dari unggas"  (HR. Muslim)

Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan hadits lainnya :

Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua beliau bersabda"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).

DAGING ANJING, HALAL ATAU HARAM?

Untuk masalah daging Anjing, halal atau haram dimakan, penulis akan memaparkan lebih dahulu apa yang menjadi pegangan mayoritas Ulama, beserta dalil yang digunakan.

Kemudian penulis akan meng-akhir-kan pendapat Imam Malik dan Mazhab Zahiri, guna menjawab tuduhan para Liberalis yang dengan pongah mengatakan daging anjing halal dan mencatut nama Ulama besar sekelas Imam Malik dan Imam Abu Daud Al-Zahiri.

JUMHUR
dalam masalah ini mayoritas ulama dari 4 Mazhab ditambah Mazhab Al-Zahiriyah mengharamkan daging anjing. Alasannya memang karena anjing termasuk hewan Sabu' [السبع] yang dalam bahwa Indonesia disebut dengan hewan buas yang bertaring untuk menerkam musuhnya.[6]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t عَنْ اَلنَّبِيِّ r قَالَ:كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ. وَزَادَ:  وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ-  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda"Semua hewan yang punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya untuk dimakan". Dan ditambahkan :"Semua yang punya cakar dari unggas"  (HR. Muslim)

Haditsnya jelas dan memang shorih, bahwa setiap hewan yang bertaring dan buas, artinya taringnya yang dimilikinya itu digunakan untuk menerkam mangsa, maka hewan tersebut digolongkan sebagai hewan yang haram dimakan.

AL-ZAHIRIYAH BERSAMA JUMHUR
Ini yang dituduhkan oleh aktifis Liberal itu, katanya mazhab Al-Zahiriyah menghalalkan daging anjing. Padahal sangat jelas, Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (567 H) dalam kitabnya Al-Muhalla dengan sangat tegas beliau mengatakan bahwa anjing najis dan haram dagingnya.

Kitab Al-Muhalla ialah kitab induk yang menjadi rujukan Qoul-qoul (pendapat-pendapat) mazhab Al-zahiriyah. Karena memang Imam Ibnu Hazm sendiri adalah seorang Zahiri, yang sangat kuat memegang ajaran sang pendiri mazhab, Imam Abu Daud Al-Zahiri (270 H).

Dalil yang digunakan oleh Imam Ibnu hazm dalam pengharaman daging anjing sama seperti dalil yang digunakan oleh Jumhur Ulama sebelumnya. Dalam kitabnya beliau mengatakan:

مَسْأَلَةٌ: وَلاَ يَحِلُّ أَكْلُ الْعَذِرَةِ, وَلاَ الرَّجِيعِ, وَلاَ شَيْءٍ مِنْ أَبْوَالِ الْخُيُولِ, وَلاَ الْقَيْءِ, وَلاَ لُحُومِ النَّاسِ وَلَوْ ذُبِحُوا، وَلاَ أَكْلُ شَيْءٍ يُؤْخَذُ مِنْ الإِنْسَانِ إِلاَّ اللَّبَنَ وَحْدَهُ, وَلاَ شَيْءٍ مِنْ السِّبَاعِ ذَوَاتِ الأَنْيَابِ, وَلاَ أَكْلُ الْكَلْبِ
"masalah: tidak dihalalkan memakan kotoran manusia, kotoran hewan,...................dan diharamkan anjing......"[7] (lihat kalimat yang dimerahkan)

Dan ini juga telah disebutkan di beberapa halaman sebelumnya dan juga halaman yang menjelaskan tentang kenapa anjing najis, seperti yang dijeaskan sebelumnya. Jadi tuduhan itu memang sama sekali tidak berdasar.

MAZHAB MALIKI
Dalam masalah daging anjing memang mazhab Maliki tidak satu suara dengan mayoritas Ulama yang mengharamkan secara tegas daging anjing, akan tetapi bukan berarti Imam Malik beserta Ulama mazhabnya membolehkan secara Mutlak.

Bahkan tidak ada satupun dari Ulama mazhab Maliki dan Imam Malik itu sendiri yang mengatakan bahwa "BOLEH MEMAKAN DAGING ANJING". Kalimat seperti ini TIDAK ADA.

Yang benar dalam mazhab Maliki ialah 2 pendapat:
[1] Makruh (bukan Boleh Mutlak),
[2] Haram.

Kenapa Makruh?
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِير
"katakanlah (wahai Muhammad) aku tidak menemukan dari apa yang telah diwahyukan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali itu bangkai, darah yang mengalir banyak, dan juga daging babi" (Al-An'am 145)

Ayatnya tidak mengatakan bahwa daging itu haram, dan memang karena tidak ada kata anjing dalam ayat ini. Namun kemudian ayat ini menurut Ulama Mayoritas dikhususkan dengan hadits:

Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda"Semua hewan yang punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya untuk dimakan". Dan ditambahkan :"Semua yang punya cakar dari unggas"  (HR. Muslim)

Mayortitas Ulama menganggap bahwa memang tidak ada ayat yang mengharamkan daging anjing. Tetapi anjing diharamkan karena anjing masuk kedalam golongan Sabu' yang terdapat larangannya dalam hadits ini. Dan hadits ini juga merupakan Takhshish (pengkhsusus) bagi ayat diatas.

Akan tetapi Imam Malik memandang berbeda, bahwa hadits ini bukan untuk pengharaman. Jadi yang awalnya anjing itu halal karena tidak ada penjelasannya diayat, kemudian ada hadits tersebut, maka kehalalannya berubah menjadi "Makruh" dan bukan Haram.[8]

HARAM
Pendapat haram inilah yang menjadi pegangan Mayoritas Ulama Maliki. Karena rupanya pendapat "Makruh" itu tidak terlalu kuat menurut Ulama Maliki itu sendiri, dan ini mendapat penegasan diberbagai Kitab Malikiyah.

Imam Al-Showi menjelaskan dalam Kitabnya, Bulgotus-Salik:
روى المدنيون عن مالك تحريم كل ما يعدو من هذه الأشياء كالأسد أو النمر والثعلب والكلب
"para Ahli Madinah (pengikut Imam Malik) meriwayatkan bahwa Imam Malik mengharamkan semua binatang yang menerkam mangsanya seperti singa, macan, srigala dan anjing"[9]

Dalam halaman yang lain beliau mengatakan:
فِي أَكْل لَحْمِ الْكَلْبِ قَوْلاَنِ : الْحُرْمَةُ ، وَالْكَرَاهَةُ ، وَصَحَّحَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ التَّحْرِيمَ ، قَال الْحَطَّابُ وَلَمْ أَرَ فِي الْمَذْهَبِ مَنْ نَقَل إِبَاحَةَ أَكْل الْكِلاَبِ
"dalam pendapat Imam Malik tentang Anjing, ada 2; Makruh dan Haram. Tapi Imam Ibnu Abdil Barr membenarkan yang "Haram". Imam Haththob berkata: Tidak ada satupun dari Ulama maliki yang mengatakan kebolehan daging anjing"[10]

Penjelasan yang sama dijelaskan oleh Imam Al-Dasuqi dalam kitabnya "Hasyiah Al-Dasuqi" jilid 2 halaman 122. Yang memang kitab ini juga rujukan penting dalam mazhab Imam Malik.

ASAL "CATUT"

jadi jelas Mazhab Maliki dan Zahiri sama sekali tidak menghalalkan mutlak daging anjing. ini praktekt "Naql" asal catut nama Ulama dengan tujuan distorsi syariah atau malah ingin menjelek-kan Ulama yang bersangkutan.
 
Praktek asal catut nama Ulama seperti ini memang bukan hal yang biasa terjadi dalam sejarah tradisi keilmuan. terlebih lagi syariah, yang memang banyak pihak seperti kaum LIberal dan para pen-bebek-nya yang selalu saja mencari jalan untuk mengdistorsi pendapat Ulama. 

sebelumnya juga pernah terjadi yaitu pendapat kontroversial tentang "Bolehnya Imam Wanita Untuk Jemaah Pria Dala Sholat". yang melemparkan isu yaaa orang-orang Liberal itu  juga yang memang ingin sekali merusak syariah. 

mereka mengatakan bahwa pendapat ini dikatakan oleh Imam Muzani dan Imam Thabari, padahal sama sekali tidak ditemukan Imam Muzani mengatakan hal tersebut. apalagi Imam Al-Thobari.

dan sampai sekarang tidak ada yang bisa membuktikan secara Otentik bahwa Imam Muzani dan Imam Thabari mengatakan demikian. di kitab apa? dan siapa yang meriwayatkan?

ini jelas sebuah kebohongan guna merusak syariah dengan memakai tameng nama Ulama besar.
     
Wallahu A'lam



[1] Lihat kitab Fathul Qadir jilid 1 hal. 64, kitab Al-Badai' jilid 1 hal. 63.
[2] Al-Taaj wa Al-Ikliil, jilid 1 hal. 91
[3] Asy-Syarhul Kabir jilid 1 hal. 83 dan As-Syarhus-Shaghir jilid 1 hal. 43.
[4] Mughni Al-Muhtaj jilid 1 hal. 78, kitab Kasy-syaaf Al-Qanna' jilid 1 hal. 208 dan kitab Al-Mughni jilid 1 hal. 52.
[5] Al-Muhalla Li Ibni Hazm, jilid 1 hal. 111
[6] Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, jil 35 hal. 132
[7] Al-Muhalla, jil 7 hal 398
[8] Bidayah Al-Mujtahid, jil 1 hal 468
[9] Bulghotu Al-Salik, jilid 2 hal 120
[10] Bulghotu Al-Salik, jilid 2 hal 121

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya