Menulis Saja Dari Sekarang!

Ketika ditunjuk menjadi pembimbing kelas Maharoh Al-Kitabah (Ketrampilan menulis) untuk para Mahasiswa kampus syariah yang diadakan oleh Rumah Fiqih Indonesia, yang timbul pertama kali dalam benak saya ialah satu pertanyaan klasik, "bagaimana ya caranya bisa menulis dengan baik?"

Mungkin ini juga yang menjadi pertanyaan banyak orang. Ya karena pertanyaannya terlalu umum, maka jawabannya pun tidak mnejadi spesifik dan terkesan "ngambang". Jawabannya bisa macam-macam, "Banyak membaca", "banyak latihan", atau "tiru gaya penulis yang sudah tenar", dan seterusnya.

Tentu jawaban diatas tadi sangat tidak memuaskan si penanya, akan tetapi jawabannya tersebut tidak salah juga. Karena memang ya begitu itu proses menulis. Banyak baca, banyak latihan, kalau masih bingung, ya tiru dan jiplak saja gaya tulisan penulis-penulis yang sudah ada.

Karena memang menulis itu pekerjaan produktif, yaitu pekerjaan yang memang menghasilkan sebuah pikiran. Maka yang menjadi senjata utama sebuah produksi ialah, bahan dan materi yang akan diproduksi. Dan bahan dan materi-materi itu semua tidak bisa didapat kecuali dari banyak membaca.

Jadi amunisi utama seorang penulis itu ialah MEMBACA. Ada sebuah quote yang mengatakan begini: "Seorang Penulis Tidak Terlahir Kecuali Dari Seorang Panggila Baca". Makin banyak membaca, makin banyak perbendaharaan kata yang kita miliki. Lebih dari itu, akan makin banyak pula inspirasi yang masuk kedalam otak.

Dengan banyak membaca, kita pun akhirnya bisa menjadi penulis yang kaya kata dan makna. Tidak miskin kosakata, hanya mengulang-ngulang kata-kata yang sama sejak pragraf awal sampai ending tulisan. Jadi untuk yang satu ini, yaitu banyak membaca. Tidak ada tawar-tawaran lagi.

Sejatinya memang orang yang banyak baca harus juga banyak menulis, karena itu melatihnya menjadi kritis terhadap apa yang dibacanya. Selain itu, menulis apa yang telah dibaca juga menjadi sarana untuk tidak menjadikan otak ini "Tempat Pembuangan" akhir ribuan kata yang kita baca dari buku-buku itu.

Agar tidak menyimpan tumpukan kosakata dalam otak, setelah banyak baca, mulailah banyak latihan. Bagaimana latihannya? Jangan dipikirin bagaimana latihan menulis. Buang jauh-jauh teori pelajaran Bahasa Indonesia dalam otak ketika (latihan) menulis. Terlalu banyak memikirkan teori, yang ada bukan menulis, tapi hanya melahirkan ketakutan akan salah ini salah itu. Kapan menulisnya?

Dan proses yang satu ini harus dipaksa. Ya paksa diri ini untuk menulis. Karena kalau terlalu lama menunggu "mau" menulis, niscaya tulisan itu tidak akan terlihat wujudnya, tertutup dengan tameng "mood". Paksa saja, hasil akhir jangan dipikirkan diawal, namanya juga hasil akhir, ya diakhirkan saja.

Pernah ngga kita berpikir, kenapa ketika ujian kita bisa menulis jawaban esai begitu banyak. Apakah kita pernah menulis sebegitu banyak diluar ujian?, tanpa melihat rujukan. Hebat bukan? Kenapa bisa terjadi? Ya karena kita terpaksa. Terpaksa harus menjawab ujian, karena kalau tidak menjawab yaa tidak ada nilai yang kita dapat.

Nah begitu juga menulis. HARUS PAKSA! Tak usah perduli dengan tulisan yang akan jadi garing-lah, ngga enak dibaca-lah, ngga nyambung-lah, ngga runut-lah, dan ngga-ngga yang lain. Jangan-kan pemula, penulis yang sudah besar pun tidak melulu tulisannya dalam taraf bagus. Kadang tulisannya bagus, kadang juga kurang bagus, kadang tulisannya malah bisa jadi jelek dan jelek sekali.

Karena memang sejatinya, menulis itu kegiatan yang kontinyu dan tidak bisa sekali jadi bagus, kemudian bagus seterusnya. Orang yang menulis pada hakikatnya dia sedang belajar juga, belajar menulis. Karena semakin hari, soseorang itu semakin banyak isnpirasi yang masuk, entah itu dari bacaan, atau kejadian yang ia lihat disekelilingnya.

Inspirasi dan materi yang ia dapat hari ini belum tentu lebih baik dari materi dan inspirasi kemarin. Jadi yaa menulis saja. Toh itu juga menjadi sarana kita belajar.

Kemudian setelah banyak mambaca dan terus latihan, ada hal yang sepertinya penting tapi juga ngga penting-penting amat. Yaa penting ngga penting lah. Yaitu meniru gaya tulisan para penulis yang memang sudah mahir dan tenar.

Kita belajar dari mereka bagaimana cara mereka memulai sebuah artikel, belajar bagaimana mereka membangun sebuah taste (rasa) yang khas dan menjadi identitas dari tulisannya, belajar bagaimana mereka membentuk sebuah gaya yang memang gaya-nya banget, dan belajar bagaimana mereka memberi warna lain sebuah fikroh dan opini.

Lihat bagaimana mereka membungkus sebuah pemikiran menjadi sekumpulan kosakata yang bisa dinikmati tanpa perlu mengeluarkan otot leher untuk memahaminya.

Tapi yang harus diperhatikan ialah, proses meniru gaya tulisan penulis lain itu sebaiknya diakhirkan saja. Kalau kalau ini ditaru diawal proses pembelajaran, akhirnya membuat kita menjadi was-was dan terus menerus melirik karakter tulisan penulis itu, khawatir kalau kita keluar dari jalur mereka. Kan ini menjadi sulit juga.

Ujung-ujungnya sama saja kita dipenjara oelh gaya-gaya mereka karena kita terlalu peduli dan berkeras mau mengikuti, akhirnya kehilangan identitas diri sendiri. Baiknya itu hanya menjadi sebagai pembanding dan buja acuan.

Saya bukan penulis yang sudah banyak membuahkan karya, saya juga bukan penulis yang tulisannya banyak dipampang di media-media, saya hanya penulis kelas lintas Blog, itupun dengan perbendaharaan tulisan yang masih sangat sedikit. Tapi setidaknya, ada hal yang bisa saya bagikan soal pengalaman menulis.

Menulis itu kegiatan yang melatih kita berpikir runut dan tidak acak-acakan. Karena mau tidak mau, orang yang menulis haruslah membuat tulisan itu terlihat rapih dengan men-sinkron-kan antara paragraph ke paragraph lainnya. Berbeda dengan hanya berbicara yang tanpa ada aturan harus runut.

Menulis juga kegiatan memproduksi opini dan pemikiran dengan mengkonversikan bahasa otak menjadi sebuah bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak. Keluarkan saja apa yang memang menjadi pemikiran kita kepada khalayak, setelah itu biarkan mereka menilai baik buruknya, suka atau tidak suka.

Jadi tak perlu bingung dan takut. Ketika dikritik, katakan "terimakasih". Ketika dicerca, katakan saja "ya memang itu yang saya ketahui". Kalau terus menuruti ketakutan kata orang, sampai kapan pun tidak akan selesai.

So? Ya menulis saja dari sekarang. Ketika ada sesuatu yang menyelinap dibenak kita dan memang itu harus dikeluarkan, langsung ambil pena, dan buka buku. Atau pencet tombol "on" laptop dan computer kita. Tak usah menunggu lagi.

Karena itu seperti buah segar yang baru saja kita petik. Kalau didiamkan, ia akan basi dan busuk, pasti ngga enak rasanya. Atau kalau tidak busuk, ia akan diambil orang lain dan dinikmatinyalah buah segar milik kita itu.

Jadi yaaa menulis saja dari sekarang!

Wallahu A'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Anak Tidak Berhijab, Ayah Masuk Neraka! Hadits Palsu