Meluruskan Pemahaman "Masalah Kecil"

Ada beberapa orang yang mengatakan, atau mungkin ini. Perkataan satu orang yang kemudian banyak diikuti dan dikatakan ulang. Kurang lebih Beliau mengatakan seperti ini:

"Umat Islam di negeri ini terlalu mudah dipecahkan dengan hal-hal kecil yang tidak fundamental. Tetepi umat ini. Terlalu sulit bersatu dan bangkit untuk hal-hal besar yang pokok"

Kata-kata ini sangat baik, bagus sekali. Tapi masalah "dipecahkan dengan hal-hal kecil", itu karena memang sebagian saudara kita tidak melihat itu sebagai hal kecil, tapi mereka melihatnya sebagai hal yang penting padahal hakikatnya ialah masalah kecil.

Yang harus dikerjakan akhirnya ialah meluruskan pandangan tersebut. Memberikan pemahaman dan pencerahan bahwa hal tersebut ialah kecil dan tidak layak untuk diperedebatkan apalagi menjadi sumbu perpecahan.

Haruslah ada pihak yang menjadi "pelurus" mindset. Meluruskan pemahaman, mengecilkan yang memang perkara "kecil" dan membesarkan masalah yang memang "besar" dan harus menjadi booster pemersatu umat.

Karena bagaimanapun, mereka yang selalu saja berkutat pada hal-hal kecil itu mereka yang tidak tahu. Mereka menganggap bahwa itu besar padahal tidak.

Masalah-masalah kecil khilafiyah yang sama sekali tidak berbahaya jika berbeda didalamnya seperti: qunut, maulid, tahlil, tawassul, dan msalah-masalah yang sudah menahun.

Sedang pencapaian masalah besar seperti penegakan syariah, mencerdasakn umat tentang syariah, urgensi Al-quran, pemahaman bahaya Riba, dan sebagainya akan menjadi terhambat kalau terus mengabaikan hal-hal kecil itu dan menganggapnya tidak penting.

Maka menjadi sebuah keharusan bagi yang mengetahui untuk memberikan pemahaman yang memadai dan tidak setengah-setengah tentang hal ini.

Bukan hanya mengabaikan dengan alasan "ah, cuma masalah kecil, khilafiyah, ngga penting, ngga usah digubris-lah".,,,

Justru ini yang fatal. Masalah kecil bukan berarti harus diabaikan dan dibiarkan begitu saja. Kalau terus dibiarkan, masalah kecil akan terus menjadi sumbu perpecahan.

Orang-orang yang selalu saja meributkan hal-hal kecil itu akan terus selalu berdebat dan beroto-otot ria karena memang mereka tidak tahu kalau itu masalah kecil dan memang tidak ada yang memberitahu.

Orang-orang yang tahu tidak memberitahu tapi justru malah menyindir dengan nada sinis, "halah masalah ginian aja ribut!". Makin disindir, justru orang-orang semacam ini makin garang dan terus berdebat.

Dan itu juga yang akhirnya mengahambat pencapaian umat ini akan kepentingan yang lebih besar. Karena belum tercipta persatuan visi diantara umat ini.

Daripada menyindir sinis, sebaiknya kita turun dengan membawa pokok masalah kecil itu tentu dengan informasi dan ilmu yang memadai dan yang pasti ketika menjelaskan, tidak ada subyektifitas dan pemihakan terhadap salah satu golongan.

Jadi memang harus "mengecil-kan yang kecil. Dan membesarkan yang besar".

Bagaimana mungkin kita bisa mencapai pencapain penting yang besar sedangkan dengan yang masalah kecil, kita tidak mau membereskannya.

Kalau masalah yang kecil ini beres. Pastilah menuju pencapaian yang terbesar akan terwujud dengan mudah isyaAllah.

Wallahu A'lam

Comments

  1. Hal-hal yang kecil ini juga termasuk memakai songkok/kopiah ketika shalat. Ada semacam pandangan aneh dimata jama'ah ketika ada yang ikut shalat jama'ah dan tidak memakai songkok/kopiah seakan-akan memakai songkok/kopiah itu wajib. Karena saya sering tidak pakai songkok ketika ikut shalat jama'ah, pernah ada yang bilang, wah, sekarang sudah tidak pakai songkok ya ? (?????). Saya tidak menafikan manfaat songkok/kopiah ketika shalat yaitu agar rambut tidak menutupi dahi ketika bersujud (dan salah satu ciri khas kaum muslimin), tapi kalau rambutnya memang selalu pendek dan selalu disisir keatas seperti saya, apanya yang bisa menghalangi antara dahi saya dengan tempat bersujud ?. Yang sangat lucu (kalau mau dianggap lucu), banyak orang yang "merasa" wajib pakai songkok/kopiah ketika shalat, tapi kenyataannya songkok/kopiah nya sendiri turun sampai menutupi dahinya. Jadi, kalau begitu fungsi utama songkok/kopiah tadi dimana ?
    Termasuk juga masalah ketika shalat celana/sarung digulung diatas mata kaki. Pernah disatu tempat saya pernah berkali-kali shalat jama'ah dengan ujung sarung diatas mata kaki dan dikali lain dengan ujung sarung dibawah mata kaki. Saya waktu itu dianggap punya aliran ajaran baru. Saya cuma bertanya, dimanakah batas aurat laki2 ? Dijawab dari pusar sampai lutut. Saya bertanya lagi, kalau begitu kalau saya shalat cuma pakai kaos singlet dan celana puntung dibawah lutut, apakah shalat saya sah ? Jawabannya, sah. Saya bilang, iya sah tapi kurang ajar. Masa menghadap Allah SWT cuma pakai kaos singlet. Jadi kenapa selama ini saya dianggap aneh ?
    Tidak baca doa qunut ketika shalat subuh, tidak membaca barzanji ketika mengaqiqahkan anak itu membuat saya juga dianggap aneh oleh sebagian masyarakat yang "nyaris" (atau sangat ?) mewajibkan hal2 tersebut dilakukan. Hal2 kecil yang justru sudah bukan waktunya lagi dipermasalahkan tapi terus dipermasalahkan karena hal ini juga didukung oleh para asatidz "kacangan" yang punya ilmu dangkal karena menganggap panggilan membaca barzanji = dapat amplop.
    Saya menyadari betul resiko dari apa yang saya lakukan. Tapi semua itu karena saya selalu mengingat kata2 " Bada'al Islamu ghoriiban wa saya'udu ghoriiban kama bada'a. Fathuubaa lilghurobaa'. Alladziina yushlihuuna maa afsadannaas (Islam pertama kali datang dianggap aneh, dan akan kembali dianggap aneh seperti ketika pertama kali datang. Maka beruntunglah orang2 yang dianggap aneh. Yaitu yang (senantiasa) berusaha memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia). Semoga kita senantiasa berada dalam lingkaran orang2 yang dianggap "aneh" oleh orang2 yang justru jauh lebih aneh. Jazaakallaahu khoirol jazaa'. Wallaahu a'lamu bishshowaab.

    ReplyDelete
  2. saya baca komen mas Isnan jadi senyum-senyum gimanaaa gitu, hehe.
    ya fenomena seperti itu memang yang ada di lapangan dan selalu bersentuhan dengan kita, dekat sekali.

    seperti yang tertera sebagai judul Blog ini "Siapa yang sedikit Ilmunya, Banyak Ngambeknya"

    ya orang kalau memang tidak tahu biasanya banyak ngambeknya, banyak nyalahin orang yang berbeda, selalu menganggap benar. itu memang masalah nya yaaa cuma satu, dia kaga tahu ilmunya. seandainya ia tahu ilmunya, pastilah ia akan menerima perbedaan yang ada. :D

    wallahu A'lam

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya