Kuliner Dalam Tinjauan Syariah (Halal-Haram Makanan)
Ternyata memang urusan perut yang berkutat soal makan dan minum itu bukan hal sepele dalam syariah. Itu juga alesannya kenapa seorang muslim harus memakan makanan yang memang benar-benar halal, dan bukan makanan yang haram.
Syariah menempatkan perkara perut yang terkesan sepele dan hina ini justru dalam derajat yang melebihi kesan kita terhadap perkara itu sendiri. Ada banyak sebab dan hikmah dibalik mengapa syariah begitu menaruh perhatian penting terhadap perkara perut ini.
DOSA PERTAMA MANUSIA
Bagaimana tidak menjadi penting, toh dosa pertama yang dilakukan oleh manusia itu ialah dosa urusan perut, yaitu dosa makan. Dimana ketika itu Nabi Adam 'Alaih Salam melanggar perintah Allah swt untuk menjauhi pohon khuldi, namun kenyataannya justru Nabi Adam jatuh kedalam larangan tersebut, dan itu yang akhirnya membuat Nabi Adam dikeluarkan dari surga.
DOA TERGANTUNG MAKANAN
Selain itu bahwa urusan perut ini juga menjadi urusan batin penghubung antara makhluk dan tuhannya; Allah swt. Pernahkah terfikirkan bahwa kita bisa melakukan segala sesuatu tanpa tunutnan dan hidayah Allah swt? Tentu tidak.
Dan untuk mendapat hidayah tersebut, manusia dituntut untuk berdoa kepada Allah swt. Dan harus diketahui bahwa Allah itu maha baik dan tidak akan menerima kecuali memang yang baik. Nah urusan makanan itu ternyata bisa menjadi penghalang doa kita dikabulkan atau bahkan sampai kepada Allah swt.
Ini bukan cerita takhayyul atau karangan para asatidz bahwa orang yang isi perutnya itu makanan haram doa-nya tidak terkabul. Justru syariah sudah menetakan itu, bahwa manusia dengan paerut yang hanya berisi makanan haram, jauh sekali doa-nya aka dikabulkan.
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu suci dan tidak menerima kecuali yang suci. Dan Allah memerintahkan orang mukmin sebagaimana memerintahkan kepada para rasul dalam firman, 'Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan lakukanlah kesalehan'. Dan Allah berfirman, 'Wahai orang beriman, makanlah dari rezeki yang kami berikan yang baik-baik'. Kemudian Rasulullah SAW menyebut seseorang yang melakukan perjalanan panjang hingga rambutnya kusut dan berdebu, sambil menadahkan tangannya ke langit menyeru, "Ya Tuhan, Ya Tuhan." Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram. Bagaimana doanya bisa dikabulkan? (HR. Bukhari)
MENENTUKAN NASIB DI AKHIRAT
Dan lagi, bahwa makanan juga menentukan kehidupan nanti diakhirat dimana kita akan ditenpatkan oleh Allah swt. Apa yang masuk ke perut ini juga menjadi perhitungan nasib ukhrowi. Bukan hanya sekedar kenyang tapi juga masuk kepada urusan sejalan syariah atau tidak.
Dalam hadits Nabi disebutkan:
أَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram, neraka lebih pantas baginya. (HR. Tirmizy)
Jadi memang perkara perut ini bukan perkara sembarang. Selain karena 3 faktor tersebut diatas, tentu masih banyak lagi factor lainnya. Salah satu yang nyata ialah bahwa urusan perut inilah yang biasanya setan masuk menggoda dan mencari "partner in crime" makhluk jelek tersebut.
Banyak orang yang sudah tidak peduli lagi dengan aturan apalagi aturan syariah kalau sudah berbicara perut. Segala sesuatu mesti dilakukan, tujuannya yaa untuk perut bir ngga "ngambek" melulu. Bahkan sampa mencuri dan menilep uang Negara pun kembali lagi urusannya ke urusan perut.
STANDARISASI KE-HARAM-AN MAKANAN
Perlu dibedakan bahwa logika makanan dengan logika Ibadah dalam syariah itu jelas berbeda. Dalam beribadah kita semua dilarang melakukan ritual apapun itu kecuali memang ada dalil yang memerintahkan atau ada dalil yang mengakuinya.
Berbeda dengan makanan yang mempunyai logika terbalik dengan makanan, dalam hal makanan syariah memberikan keonggaran dan keluasan. Dalam arti bahwa semua makanan yang ada dimuka bumi itu halal, kecuali makanan-makanan yang memang terdapat larangan untuk mengkonsumsi-nya.
Artinya memang kalau di persentasikan, makanan halal itu jauh lebiH banyak dibanding makanan yang diharamkan. Jumlah makanan yang diharamkan terlalu sedikit jumlahnya. Nah karena itu tidak perlu kita mencari makanan yang halal, karena makanan yang halal itu yaa banyak. Akan tetapi harus diketahui makanan yang haram agar kita bisa menghindari dan mencegahnya masuk kedalam perut kita juga keluarga kita.
Kriteria makanan yang dikonsumsi oleh manusia terbagi 2; [1] makanan Umum (non-Hewani), [2] Makanan Hewani.
[1] Makanan Umum non-Hewani
Singkatnya bahwa kalau dalam keriteria umum, makanan yang haram itu ciri-cirinya ada 3:
1. Najis
2. Memabukkan
3. Mudhorot (menimbulkan bahaya)
3 sifat ini yang harus hilang dari makanan agar menjadi halal. Kalau makanan yang kita konsumsi itu terlepas dari 3 ciri itu, maka ia makanan halal. Ia bukan najis: artinya ia bukan darah, bukan air seni, dan sejenis yang memang itu benda najis.
Ia juga bukan barang yang memabukkan. Ingat ya, patokannya itu memabukkan. Apapun namanya kalau itu makanan memabukkan yaaa haram hukumnya.
Dan ia juga bukanlah makanan yang tidak menimbulkan mudhorot atau bahaya. Ia bukanlah makanan yang kalau dimakan nantinya akan menimbulkan sesuatu yang fatala seperti menilbulkan penyakit atau bahkan membuat sesorang itu mati karena mengkonsumsinya.
[2] Makanan hewani, Yang berasal dari hewan (daging-nya)
Kriteria haram pada makanan hewani:
Pertama: Eksplisit diharamkan oleh syariah
Makanan yang secara eksplisit dan secara jelas memang diharamkan oleh syariah, seperti:
BABI yang memang banyak dijumpai dalam taks-teks syariah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
Diharamkan bagimu bangkai, darah dan daging babi (QS. Al-Maidah : 3)
Dan juga keledai rumahan/peliharaan:
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَْهْلِيَّةِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ
Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah melarang kalian memakan daging himar ahli (keledai peliharaan), karena hewan itu najis (kotor). (HR. Bukhari)
kedua: Bangkai
Diharamkan bagimu bangkai, darah dan daging babi (QS. Al-Maidah : 3)
Jadi segala bangkai hewan –selain ikan dan belalang- itu haram untuk dikonsumsi sebagai makanan. Nah kriteria yang menjadikan hewan itu menjadi bangkai ialah, hewan yang memang mati bukan karena disembelih.
Dia mati karena tercekik, terjatuh, tertabrak atau sejenisanya yang bukan karena disembelih. Maka yang seperti itu menjadi bangkai dan tidak bisa dikonsumsi secara suyariah, karena memang syariah melarang bangkai untuk dimakan.
Ketiga: Hewan Buas
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw berikut ini.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ r نَهَى عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW melarang memakan hewan yang punya taring dari binatang buas dan yang punya cakar dari unggas. (HR. Muslim)
أَكْل كُل ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ حَرَامٌ
Memakan semua hewan yang buas hukumnya haram (HR. Malik dan Muslim)
Keempat: Hewan Yang diperintahkan untuk membunuhnya
Dari Aisyah radhiyallahuanha, Rasulullah SAW bersabda,"Lima macam hewan yang hendaklah kamu bunuh dalam masjid: Gagak, elang, kalajengking, tikus, dan anjing. (HR. Bukhari Muslim)
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahuanhu berkata, "Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh tokek dan menyebutnya fasiq kecil" (HR. Muslim)
Nah. Keenam hewan (Gagak, elang, kalajengking, tikus, dan anjing, tokek) yang diperintahkan untuk kita membunuhnya itu ialah termasuk dalam kategori hewan yang dilarang untuk dikonsumsi.
Kenapa diharamkan?
Perintah untuk membunuh ini berbeda dengan perintah untuk menyembelih. Membunuh sekedar melakukan perbuatan yang membuat hewan itu mati, entah dengan cara dipukuli, dilempar, diikat, dijebak, diracun, dan beragam cara lain yang dikenal manusia. Intinya dibunuh dan bukan disembelih.
Dan karena hanya dibunuh dan bukan disembelih, maka hewan itu kalau sudah mati menjadi bangkai. Dan bangkai itu adalah hewan itu haram dimakan.
Kelima: Hewan yang dilarang untuk dibunuh
Ada 5 jenis hewan yang syariah ini melarang kita untuk membunuhnya, yaitu; Lebah, semut, Shurod dan juga Hud-Hud. Dan jenis yang terakhir ialah Kodok.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه أَنَّ النَّبِيَّ r نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِ : النَّمْلَةِ وَالنَحْلَةِ وَالهُدْهُد وَالصُّرَدِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, Rasulullah SAW melarang membunuh empat macam hewan: semut, lebah, hud-hud, dan shurad. (HR. Abu Daud)
سَأَلَ طَبِيْبٌ النَّبِيَّ r عَنْ ضِفْدَعِ يَجْعَلُهَا فيِ دَوَاءٍ فَنَهَاهُ عَنْ قَتْلِهَا
"Dari Abdurrahman bin Utsman Al-Quraisy, bahwa seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat. Maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya." (Ditakharijkan oleh Ahmad, Al-Hakim dan Nasa'i)
yang mungkin masih asing buat kita adalah hudhud dan shurad. Keduanya memang tidak terdapat di negeri kita, sehingga tidak ada terjemahan yang baku atas kedua nama itu. Tetapi yang jelas keduanya termasuk jenis burung.
Kenapa hewan yang kita dilarang membunuhnya menjadi haram kita makan?
Logikanya adalah bahwa hewan yang tidak boleh dibunuh itu berarti mati dengan sendirinya. Dan hewan yang mati dengan sendirinya termasuk bangkai, sebab kalau mau dibilang halal, maka harus disembelih.
Padahal kita dilarang membunuhnya, tentu saja pengertiannya termasuk dilarang juga untuk menyembelihnya. Maka kalau hewan-hewan yang kita dilarang untuk membunuhnya itu jadi haram, salah satu illatnya karena hewan itu menjadi bangkai juga.
Wallahu A'lam
Comments
Post a Comment