Apa Itu Fatwa?
Dan
seandainya (kita mulai berandai-andai), kalaupun memang benar ada fatwa MUI
yang mengatakan demikian; haram mengucapkan selamat natal untuk umat kristiani,
atau apapun bentuk fatwanya. Yang jadi pertanyaan apakah fatwa itu mengikat
kita dan mengharuskan kita untuk mentaatinya?
Kita
kembali dulu apa itu fatwa sebenarnya. Para ulama mengartikan bahwa Fatwa itu
ialah “penjelasan akan hukum
syariat berdasarkan dalil-dalil syar’i, dan dikeluarkan sebagai jawaban atas
pertanyaan, dan pertanyaan itu ialah bisa bersifat nyata (terjadi) atau pun
tidak” (Ensiklopedia Fiqih Kuwait 32/20)
Mayoritas
ulama mendefinisikan fatwa seperti itu, walaupun dengan redaksi yang
berbeda-beda. Tapi yang terpenting ialah bahwa fatwa itu tidak lahir sendiri,
fatwa muncul karena ada pertanyaan yang berkembang. Dan fatwa itu untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar syariah agar menjadi jelas dan tidak
menjadi bias.
Dan
memang ini terkait dengan tugas para Ulama yang mengerti akan dalil-dali
syari’i beserta madlul-nya untuk memberikan pencerahan seputar hukum-hukum
syariat yang banyak menjadi pertanyaan di khayalak.
Orang
yang berfatwa dalam bahasa Arab disebut dengan “Mufti”, dan yang meminta fatwa
disebut dengan “Mustafti”. Mufti ialah orang yang sangat berkompeten dalam
bidang syariah, beliau menguasai dan sangat mendalami nash-nash syariah serta
madlul syar’i-nya. Kalau bukan seorang Ulama, tidak lah bisa ia mengeluarkan
sebuah fatwa, karena fatwa itu produk syariat yang dihasilkan dari intrepetasi
nash-nash syari’i.
Karena
seorang Mufti berbicara soal hukum syariat, kalau berbicara hukm syariat tidak
bisa asal bicara dan memberikan jawaban. Pun para ulama salaf diriwatkan bahwa
mereka sangat berhati-hati soal fatwa ini, tidak asal sembarang mengumbar
fatwa. Imam malik dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ia menjawab 36
pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan jawaban yang sama semua,”Saya Tidak
tahu” (Laa Adriy).
Sahabat
Abu Musa Al-‘Asyari pernah ditanya beberapa masalah tentang hukum waris, dengan
rendah diri ia mengatakan kepada si penanya: ”pergilah kau kepada Ibnu Mas’ud,
ia lebih mengerti tentang hal ini dari pada aku.”
Karena
memang perkara Fatwa bukanlah perkara yang biasa dan sepele. Jangan hanya
karena bisa bahasa Arab dari halaqoh-halaqoh kemudian dengan gaya yang terkesan
meyakinkan, ia berani memebrika label ini hala ini haram, bahkan sampai mengatakan
ini “bid’ah”.
Dalam
sebuah hadits Mursal yang diriwayatkan oleh Imam AL-Darimy, disebutkan: “yang
paling berani diantara kalian untuk berfatwa, berarti ia berani terhadap
neraka” (kanzul-‘Amal 10/184) Wal-‘iyadzu billah.
Apakah sebuah Fatwa wajib di taati? ... klik disini untuk menuju artikel "Apakah Fatwa Wajib Ditaati?
Hahahahaha, saya merasa lucu bin geli dengan tulisan amtum diatas "Jangan hanya karena bisa bahasa Arab dari halaqoh-halaqoh kemudian dengan gaya yang terkesan meyakinkan, ia berani memberikan label ini halal ini haram, bahkan sampai mengatakan ini “bid’ah”. Saya merasa lucu karena manusia model kayak begini banyak saya temukan ditempat saya. Yang lebih parah lagi, cuma modal ijazah SMA yang pelajaran agamanya cuma 2 jam per minggu, ditambah ilmu dangkal hasil kumpul-kumpul dengan teman-temannya yang katanya belajar ilmu tarikat, eh sudah berani mengatakan cara shalat mu salah, cara zikirmu salah dll. Malah ada yang pernah saya dapatkan shalatnya cuma 2 waktu dan lamaaaaa sekali kalau shalat, dan mengatakan nanti di akhirat kita lihat siapa yang shalatnya paling benar. Capek bicara sama orang beginian saya cuma bilang, Idzaa khootobal jaahiluuna qooluu salaamaa. Jazaakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.
ReplyDelete