Nikah Punya Banyak Hukum
Walaupun hukum asli pernikahan itu sunnah muakkadah sesuai kandungan ayat 3 surat An-Nisa, akan tetapi para ulama dalam kitab-kitab mereka berpendapat bahwa nikah itu tidak berdad dalam satu hukum taklif saja, akan tetapi nikah berada pada lima hukum taklif.
Artinya nikah itu bisa jadi wajib, bisa juga jadi sunnah, malah bisa jadi haram, bisa juga makruh atau bisa saja jadi mubah/boleh-boleh saja. Dan ini pedapat yang dipegang mayoritas ulama sejagad. (Mausu'ah Fiqih Kuwait)
Wajib:
Artinya nikah itu bisa jadi wajib, bisa juga jadi sunnah, malah bisa jadi haram, bisa juga makruh atau bisa saja jadi mubah/boleh-boleh saja. Dan ini pedapat yang dipegang mayoritas ulama sejagad. (Mausu'ah Fiqih Kuwait)
Wajib:
Nikah menjadi wajib hukumnya bagi mereka terpenuhi dua syaratnya, yaitu dikhawatirkan jatuh ke dalam zina dan seorang yang sudah mampu secara finansial. Orang yang sudah mampu saja sudah dikategorikan sebagai orang yang "recommended" banget oleh syariat ini untuk nikah.
Ditambah lagi ia yang dikhawatirkan akan jatuh pada perzinahan karena pergaulan yang sudah terlalu jauh, pokoknya Cuma nikah satu-satunya jalan ia selamat dari nikah. Nah orang yang seperti ini "wajib" untuk
menikah dan tidak ada penundaan lagi.
Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Mungkin kalau sekarang itu yaaa para pesohor itu yang sering nongol ditipi, kemana-mana gandengan dengan non-mahrom padahal bukan istrinya, kenapa tidak dihalalkan saja?
Sunnah:
tidak sampai diwajibkan untuk menikah, mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
Orang yang punya kondisi seperti ini hanya disunnahkan saja untuk menikah, tapi sunnahnya sunnah muakkad. Tapi akan menjadi sangat baik sekali kalau dia segera menikah. Karena bagaimanapun menyegerakan ibadah adalah suatu yang dianjurkan. Dan itu lebih baik daripada dia terus menyendiri. Bukankah nikah itu penyempurnaan bagi setengah agama?
Haram:
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Haram juga kalau dia ingin menikah dengan wanita yang telah bersuami, atau malah ingin menikahi wanita yang merupakan mahromnya, entah itu karena keturunan atau sesusuan.
Makruh:
Makruh:
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan Karahiyah (Makruh).
Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Mubah:
Mubah:
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
Jangan Salah Sasaran
Nah karena memang hukum nikah itu sendiri bermacam-macam sesuai kondisi si orangnya itu, maka yaa tidak boleh kita mengenalisir satu hukum nikah untuk semua orang, karena setiap orang berbeda kondisinya dengan yang lain. Dan layaknya lah kita harus bijak.
Karena belakangan, justru ada orang atau kelompok yang sangat gigih supaya orang-orang terdekat atau anggota dibawahnya itu untuk menikah, seakan-akan menikah adalah suatu kewajiban untuk semua orang. Menikah jadi hukum pokok buat dia, "pokoknya nikah!"
Padahal tidak bisa mengeneralisir seperti itu, kondisi masing-masing orang berbeda-beda. Pun Rasul dalam haditsnya, mememerintahkan manikah untuk mereka yang sudah mampu, kalau belum mampu nikah yang puasa jalan keluarnya.
Jadi ngga ada "pokoknya nikah" di syariat ini, semua sudah diatur dan memang ada aturannya. Jangan akhirnya kita mewajibkan perkara yang pada dasarnya bukan wajib, wah itu mengada-ada namanya.
Orang yang sedang menempuh belajar (kuliah) atau malah baru lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah, tidak bisa dipaksa menikah. Mereka tidak punya kemampuan finansial untuk itu, padahal kemampuan finansial adalah syarat nikah itu bisa jadi wajib. Dan juga syahwatnya Alhamdulillah masih terjaga dengan kondisi lingkungan sekitarnya yang agamis dan relegius.
Orang yang sedang menempuh belajar (kuliah) atau malah baru lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah, tidak bisa dipaksa menikah. Mereka tidak punya kemampuan finansial untuk itu, padahal kemampuan finansial adalah syarat nikah itu bisa jadi wajib. Dan juga syahwatnya Alhamdulillah masih terjaga dengan kondisi lingkungan sekitarnya yang agamis dan relegius.
Dan akan menjadi dilemma bagi dia, mengikuti orang tua yang menginginkan ia pulang dengan "gelar" akademis, atau ikut dengan teman atau ketua kelompoknya yang sama sekali tidak pernah melahirkannya, tidak menyusuinya, tidak merawatnya sejak kecil, tidak memberikannya finansial, tidak juga selalu peduli dengannya. Berbeda dengan orangtua yang sampai kapanpun, cintanya tidak akan luntur.
Dan sudah pasti orang tua menginginkan yang terbaik buat anak tersayangnya itu.
Dan sudah pasti orang tua menginginkan yang terbaik buat anak tersayangnya itu.
Orang yang masih mengekor kepada orang tua bukan termasuk orang yang dikatakan mampu untuk menikah. Walaupun memang kalau dia menikah yaa tidak ada keburukan disitu, malah sempurna setengah agamanya.
Namun lebih parah lagi kalau malah kita mengenalisir kepada semua orang bahwa hukum nikah itu tidak wajib, atau sunnah, atau malah mubah. Kita harus lihat dulu siapa yang kita ajak bicara tentang nikah ini.
Jangan semuanya dibilang tidak wajib, padahal si doi adalah orang yang sudah mampu dan setiap harinya ia bergumul dengan para wanita. Malah berganti-ganti pasangan setiap harinya, dan itu fitnah. Dan kemungkinan menuju kemaksiatan atau bahkan perzinahan sangat dekat.
Apa masih dikatakan nikah itu tidak wajib, bagi seorang berkemampuan finansial cukup, dan setiap harinya bergaul dengan wanita mana saja. Pegang sini pegang sana, yang akhirnya bukan sini buka sana?
Jadi harusnya memang kita lebih bijak dalam syariat ini, harus bisa melihat kondisi siapa dan bagaimana.
Wallahu A'lam
Saya kenal dengan seorang duda yang secara finansial sangat mampu untuk menikah lagi tapi lebih memilih jalan berzina dengan PSK dibandingkan menikah lagi. Alasannya karena kasihan sama anak-anaknya kalau punya ibu tiri, takut kalau kawin lagi maka mantan istrinya akan marah besar karena sampai sekarang harta gono-gini belum dibagi (ini membuat saya (mode bingung :on)). Dari sekian banyak cara berpikir manusia yang membingungkan saya, inilah cara berpikir yang paaaaling membingungkan bagi saya (maaf kakau saya bilang paling gila). Entah sampai kapan dia akan berhenti berbuat hal seperti ini. Mudah-musahan Allah SWT segera memberinya hidayah agar berhenti dari perbuatan nistanya tersebut. Amin. Jazaakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.
ReplyDeleteNice words.....
ReplyDeletenice share om, bagus artikelnya
ReplyDeleteSouvenir Murah Kediri