Pengajian Tapi Tidak Mengaji
Salah satu problem yang banyak terjadi karena minimnya SDM syariah
ialah adanya pengajian tapi tidak "mengaji".
Masjid dan mushola yang sudah terbangun mendapat banyak tuntutan dari
sekitar agar diadakannya pengajian sebagaimana umumnya. Namun karena
SDM-nya tidak ada, akhirnya jadilah pengajian yang seadanya dan
terkesan ngasal. Ya pengajian, tapi tidak berisi kajian ilmiah ataupun
pengajaran syariah. Ya itu tadi, tidak ada orang yang berkompeten.
Pengajian isinya hanya sholawatan, berdzikir bersama, atau juga baca
qur'an bareng. Tidak mengapa memang, tapi mana ilmunya? Kapan
masyarakat akan cerdas dan paham agama kalau pengajinnya cuma dzikir
saja tanpa diisi dengan ilmu.
Akhirnya, masyarakat kita tetap dalam ketidak tahuannya dalam masalah
agama. Tidak tahu dasar praktek agamanya. Dan ketidaktahuan itulah
yang akhirnya melahirkan fanatisme-fanatisme ritual, sehingga ketika
ada kelompok yang ber-ritual berbeda terjadilah gesekan-gesekan yang
menimbulkan perpecahan antar sesama muslim.
Padahal itu semua masalah furu'iyyah yang sangat pasti bisa berbeda,
dan sangat ngga penting ngeributin soal yang khilafiyyah seperti itu.
Semua itu sumbernya ialah ketidak-tahuan, seandainya mereka tahu,
tentu akan saling memahami.
Atau juga pengajian itu isinya cuma perkumpulan arisan biasa yang tiap
pertemuan ada nama yang kaluar dan akhirnya mendapat jatah. Parahnya
banyak pengajian-pengajian (namun tidak mengaji) itu akhirnya
digandrungi oleh kepentingan-kepentingan politik yang sangat kotor.
Dengan jumlah jemaah yang sangat besar, ini menjadi sumber suara yang
sangat menjanjikan.
Karena memang biasanya pengajian yang banyak didatengi oleh para
jemaah itu pengajian yang cuma kumpul-kumpul, ngga ada ngaji
syariahnya, ngga ada ilmu yang disampaikan. Karena buat mereka,
mengaji ilmu syariah itu membosankan. Aneh!
Lalu sampai kapan masyarakat muslim ini tetap dalam ketidaktahuannya
akan perkara-perkara agama? Pe-Er besar buat kita!
Wallahu A'lam
ialah adanya pengajian tapi tidak "mengaji".
Masjid dan mushola yang sudah terbangun mendapat banyak tuntutan dari
sekitar agar diadakannya pengajian sebagaimana umumnya. Namun karena
SDM-nya tidak ada, akhirnya jadilah pengajian yang seadanya dan
terkesan ngasal. Ya pengajian, tapi tidak berisi kajian ilmiah ataupun
pengajaran syariah. Ya itu tadi, tidak ada orang yang berkompeten.
Pengajian isinya hanya sholawatan, berdzikir bersama, atau juga baca
qur'an bareng. Tidak mengapa memang, tapi mana ilmunya? Kapan
masyarakat akan cerdas dan paham agama kalau pengajinnya cuma dzikir
saja tanpa diisi dengan ilmu.
Akhirnya, masyarakat kita tetap dalam ketidak tahuannya dalam masalah
agama. Tidak tahu dasar praktek agamanya. Dan ketidaktahuan itulah
yang akhirnya melahirkan fanatisme-fanatisme ritual, sehingga ketika
ada kelompok yang ber-ritual berbeda terjadilah gesekan-gesekan yang
menimbulkan perpecahan antar sesama muslim.
Padahal itu semua masalah furu'iyyah yang sangat pasti bisa berbeda,
dan sangat ngga penting ngeributin soal yang khilafiyyah seperti itu.
Semua itu sumbernya ialah ketidak-tahuan, seandainya mereka tahu,
tentu akan saling memahami.
Atau juga pengajian itu isinya cuma perkumpulan arisan biasa yang tiap
pertemuan ada nama yang kaluar dan akhirnya mendapat jatah. Parahnya
banyak pengajian-pengajian (namun tidak mengaji) itu akhirnya
digandrungi oleh kepentingan-kepentingan politik yang sangat kotor.
Dengan jumlah jemaah yang sangat besar, ini menjadi sumber suara yang
sangat menjanjikan.
Karena memang biasanya pengajian yang banyak didatengi oleh para
jemaah itu pengajian yang cuma kumpul-kumpul, ngga ada ngaji
syariahnya, ngga ada ilmu yang disampaikan. Karena buat mereka,
mengaji ilmu syariah itu membosankan. Aneh!
Lalu sampai kapan masyarakat muslim ini tetap dalam ketidaktahuannya
akan perkara-perkara agama? Pe-Er besar buat kita!
Wallahu A'lam
setuju banget !
ReplyDeleteKebayakan begitu di daerahku masih bnyak yg tidak tau syariah
ReplyDelete