Melafadzkan Niat, Boleh Atau Bid'ah?

ada pertanyaan:
assalamu'alaykum warahmatullah wabarakaatuh
'afwan tanya.

terkait niat yang letaknya ada di hati, adakah kata2 tertentu yang selalu harus di ucap, misalkan, "saya niat wudhu lillahi ta'ala" , "saya niat sholat subuh lillahi ta'ala?"

atau cukup ia berkeinginan wudhu dan sholat, kemudian ia berwudhu dan sholat sebagaimana mestinya tanpa ada pelafadzan niat dalam hati? adakah dalil dalil yang terkait dengan ini?

jazaakallahu khaira. baarakallahu fiyk.
dari : Mifla (bukan nama sebenarnya)


Kalo pertanyaannya seperti diatas, jawabannya -wallahu a'lam- ya niat dalam ibadah itu tempatnya didalam hati, bukan di lisan. artinya ketika hati ini sudah berniat maka sudah cukup baginya tanpa harus melafadzkannya lagi. dan masalah ini telah disepakati oleh seluruh ulama sejagad raya ini termasuk ulama dari 4 mazhab fiqih, bahwa tidak ada syarat bahwa niat harus di lafadzkan.

alesannya karena memang Nabi saw tidak pernah melafadzkan suatu niat dalam ibadahnya. beliau tidak pernah memulia suatu ibadah dengan melafadzkan niat. hanya ibadah haji saja yang harus dilafadzkan niatnya (niat ihrom) sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw. walaupun tetap niatnya dalam hati.

hanya saja ada sedikit penjelasan dari ulama mazhab Maliki yang menyebutkan bahwa niat bukan di hati tapi di otak. sebagaimana yang diebutkan oleh Imam Al-Marizi dalam kitabnya "Mawahibul Jalil". akan tetapi penjelasan ini tidak masyhur dan tidak terlalu dipermasalahkan oleh kebanyakan ulama. dan tidak menjadi "muktamad". 

_____________

Masalah melafadzkan niat, ulama sendiri berbeda pendapat seperti biasa. ada ulama yang membid'ahkan dan ada juga yang membolehkan, bahkan ada yang mensunnahkan. 

Ulama yang membidahkan ini atas dasar bahwa tidak ada dalil dari qur,an dan juga cntoh dari nabi saw. nabi tidak pernah melafadzkan niat, dan niat itu termasuk ibadah yang tidak bisa asal dikerjain. tpi harus berdasarkan dalil syar'i. buat kelompok ini pokoknya yang ngga ada zaman nabi pada prakteknya itu bidah. 

namun diseberang nun tak terlalu jauh sana ada ulama yang membolehkan. bukan tanpa alasan. logikanya kalau memang melafadzkan itu bidah, niscaya tidak akan ada ulama yang sibuk menjelaskn tentang ini, toh ini adalah bidah ngapain juga diperdebatkan?. tapi kenyataannya tidak demikian. Tentu ada masalah penting yang manjadi latar belakang Ulama banyak membahas ini. Tidak asal main bid'ah-bid'ah aja!

Justru banyak ulama yang juga membolehkan melafadzkan niat dan bahkan mensunnahkan. meski tidak ada hadits yang menerangkan tentang pelafazdan niat. tapi melafadzkan niat itu sendiri berguna untuk memperkuat dan megutakan niat yang ada dalam hati. 

Rupanya di masa lalu muncul fenomena bahwa banyak orang yang selalu was-was dan selalu ragu-ragu, tidak percaya diri. selalu bertanya-tanya apakah dia sudah niat atau belum? Orang seperti ini tentu tidak seperti kebanyakan muslim lainnya. Karena dari itu Ulama membahasnya secara serius!

Nah untuk orang sepeti ini, ulama menfatwakan boleh melafadzkan niat, agar rasa was-was dalam dirinya hilang dan berganti dengan keyakinan. Artinya memang pelafzdan niat itu sendiri bukanlah untuk mengganti niat yang dalam hati. Karena bagaimanapun, niat tempatnya itu sudah paten, ya dihati, ngga bakal bisa pindah. 

Apa yang diucapkan itu bukanlah niat itu sendiri, akan tetapi upaya untuk membuang keraguan dan was-was agar sipelakunya juga tenang dalam menjalankan ibadahnya. 

----------------------------

kita liat apa kata ulama 4 mazhab tentang pelafadzan niat ini:

Mazhab Hanafi:

Ulama dalam mazhab ini tidak pada satu suara tentang melafdzkan niat, ada yang melarang karena itu tidak ada contohnya dari nabi tapi ada juga yang membolehkan, ada juga yang mensunnahkan dan ada juga yang memakruhkanya. ini dijelaskan oleh Ibnu Nujaim dalam kitabnya Al-Asybah Wan-Nadzo'ir 1/62.

Tapi mereka menitik beratkan pada orang yang was-was. untuk mereka jika melafadzkan niat itu menjadi lebih yakin, maka melafadzkan niat menjadi mustahab (disukai). (Maroqi Al-Falah 1/25)

Mazhab Maliki:

lebih baik meninggalkan / tidak melafazdkan niat karena itu tidak ada contohnya dai Nabi, walaupun kalau dikerjakan yang tidak mengapa. tapi baiknya ditinggalkan.

Tetapi pelafazdan niat mejadi mustahab (disukai) untuk orang yang was-was agar keraguananya hilang dalam dirinya. 
(Balghotus-Salik 1/202, Hasyiyat Ah-Showi 'ala Syarhi Al-Kabir 2/6)

Mazhab Syafi'i:

Ini adalah Mazhab yang paling populer mengumandangkan pelafadzan niat, sehingga bagi beberapa kalangan mazhab ini dianggap "keliru". Wah Ulama sekelas Imam syafi'i dianggap keliru oleh anak kemarin sore yang baru ikut pengajian sekali dua kali!

Ulama dari mazhab ini berpendapat bahwa melafadzkan niat itu sunnah dan ada juga yang megatakan mustahab dalam setiap ibadah. ini dikerjakan untuk membantu menguatakan apa yang sudah diniatkan dalam hati agar tidak ada lagi was-was dan keraguan. 

Akan tetapi melafadzkan niat itu sendiri bukanlah niat. karena niat itu apa yang ada dalam hati. jadi kalau ditinggalkan pun tidak mengapa. dan kalau apa yang dniatkan dalam lisan itu berbeda dengan yang dihati, maka yang dihitung ialah yang di hati. (Tuhfatul Muhtaj 5/287, Mughni Muhtaj 2/248)

Mazhab Imam Ahmad bin Hambal:

Dalam mazhab ini ulama juga juga tidak pada satu suara dalam masalah pelafadzan niat. ada yang tidak menyukainya (ghoiru mustahab/tidak disunnahkan) dan pendapat ini dinisbatkan kepada Imam mereka yaitu Imam Ahmad Bin Hambal dan ada ulama yang menyukainya (mustahab). 
(Al-Inshof 1/110) 

Dan belakangan ulama komtemprer dari mazhab ini membid'ahkannya.

Kesimpulan:

Bahwa masalah ini diperdebatkan banyak oleh ulama. initinya memang bahwa niat itu dalam hati. bukan dilisan. kalau hati ini sudah berniat, lalu buat apa lagi kita mengucapkannya. toh itu tidak dilakukan oleh Nabi saw juga. tapi sebagaimana dijelaskan bahwa kondisi seseorang yang was-was dan peragu itu dikecualikan.

Artinya, kalau memang merasa yakin dengan niat dalam hati, baiknya ya tidak perlu lagi melafadzkannya. Tapi kalau tetap ingin melafadzkan niat itu sebagai penguat, HARUS PASTIKAN kalau itu tidak mengganggu saudara kita yang juga beribadah disamping kita. Barang kali dia terganggu dengan suara lafadz niat kita yang berisik.

wallahu A'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya