Ibnu Sabil, Zaman Sekarang Masih Ada Ngga?
Simpelnya ibnu sabil itu ialah musafir seperti apa yang kita kenal,
yaitu org yg sedang dalam perjalanan.
Tapi ibnu sabil dalam hal dia menerima zakat itu bukan sekedar
melakukan perjalanan atau jadi musafir, tapi dia musafir yang sedang
kehabisan bekal dan tidak bisa meneruskan perjalanannya.
Tapi memang ini diperdebatkan, apakah kalau orang yg dinegeri asalnya
itu kaya, apakah dia masih bisa dapat jatah zakat?
Mazhab Maliki, dan Hanafi mengatakan tidak boleh. Musafir yg dapat
zakat itu cuma musafir yg memang dia benar-benar kehabisan bekal dan
dinegeri asalnya juga ia adalah orang yang tidak mampu dan masuk dalam
kategori miskin. Nah kalo dia kaya (ini menurut maliki dan hanafi) dia
harus meminjam, bukan menerima zakat. Sampai kalau tidak ada yg bisa
meminjamkan barulah dia dapat zakat.(Hasyiyah Ibn 'abidin 2/343,
Al-syarhu Al-Kabir Lid-Dardir 1/498)
Tapi ini berbeda dengan pendapat Mazhab Syafi'i dan Hambali. Musafir
bagaimanapun kayanya dia dinegeri asalnya dia tetep berhak mendapatkan
zakat ketika dia sudah kehabisan bekal. Karena bagaimanapun orang kaya
yang dinegeri asalnya itu tetap dikatakan miskin ketika dia kehabisan
bekal dalam perjalanan. Dan Al-quran pun tidak mengklasifikasi apakah
Ibnu Sabil itu orang mampu di negeri asalnya atau tidak. Selama dia
berpredikat sebagai Ibnu Sabil dan kehabisan bekal ya dia masuk dalam
kategori penerima zakat. (Al-Majmu' 6/214)
Ada syarat bagi Ibnu Sabil itu agar dia masuk dalam kategori mendapat zakat:
1. Dia muslim dan bukan ahlul bait (orang yang punya silsilah sampai
kepada Nabi saw) karena keluarga Nabi sampai kapan pun haram menerima
zakat.
2. Dia kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanan.
3. Perjalanan bukan perjalanan maksiat. Tp tidak mesti juga perjalanan
ibadah seperti haji atau menuntut ilmu atau bekerja. Boleh juga
musafir perjalanan mubah, perjalanan yang bukan untuk ibadah tapi itu
bukan untuk maksiat. Pokoknya selama perjalanan itu tidak untuk
maksiat, dia dapat hak zakat.
4. Tidak ada pihak yg bisa meminjamkan bekal (ini syarat milik Hanafi
dan Maliki, karena buat mereka seperti dijelaskan diatas, orang yang
kaya/mampu dinegeri asalnya ketika melakukan perjalanan dan kehabisan
bekal, dia tidak bisa mendapat zakat kecuali tidak ada yang
meminjamkan)
IBNU SABIL ZAMAN SEKARANG
Kalau dilihat syaratnya sih sepertinya sulit menemukan ibnu sabil yg
mememenuhi syarat dapat zakat zaman sekarang. Karena zaman Nabi, para
haji (tentu para haji yang berasal dari negeri jauh) itulah yang
mendapat jatah zakat, karena mereka termasuk dalam kategori Ibnu
Sabil.
Tapi kalau ditelisik lebih dalam (mengutip pernyataan pimpinan saya di
RumahFiqih; Ust. Ahmad Sarwat), bahwa TKI itu sebenarnya bisa masuk
dalam kategori ibnu sabil yang dapat jatah zakat. Tentu TKI yg
kesusahan, yang lagi terlunta-lunta ngga jelas nasibnya, dapat kerjaan
pun tidak ada kejelasan, toh mereka pun datang ke luar negeri dengan
status yang tidak jelas. Pekerjaan tidak dapat, yang ada tinggal
nunggu deportase dr polisi setempat.
Nah TKI yang begini mestinya dapat zakat, biar ngga terbengkalai.
Setidaknya mereka ditolong untuk bisa kembali kerumahnya di tanah air.
Karena bagaimanapun mereka itu dalam keadaan seperti ini, mereka bukan
orang mukim (bertempat tinggal), mereka tetep musafir (Ibnu sabil),
toh kan mereka ngga jelas dapat tempat tinggal atau tidak, karena
mereka datang kesitu pun dengan modal nekat dibarengi niat mancari
hidup!
Mungkin juga para musafir yang banyak kita lihat sepanjang jalur
pantura dan pantai selatan. Kalau memang memenuhi syaratnya, ya mereka
berhat atas jatah zakat!
Wallahu A'lam
yaitu org yg sedang dalam perjalanan.
Tapi ibnu sabil dalam hal dia menerima zakat itu bukan sekedar
melakukan perjalanan atau jadi musafir, tapi dia musafir yang sedang
kehabisan bekal dan tidak bisa meneruskan perjalanannya.
Tapi memang ini diperdebatkan, apakah kalau orang yg dinegeri asalnya
itu kaya, apakah dia masih bisa dapat jatah zakat?
Mazhab Maliki, dan Hanafi mengatakan tidak boleh. Musafir yg dapat
zakat itu cuma musafir yg memang dia benar-benar kehabisan bekal dan
dinegeri asalnya juga ia adalah orang yang tidak mampu dan masuk dalam
kategori miskin. Nah kalo dia kaya (ini menurut maliki dan hanafi) dia
harus meminjam, bukan menerima zakat. Sampai kalau tidak ada yg bisa
meminjamkan barulah dia dapat zakat.(Hasyiyah Ibn 'abidin 2/343,
Al-syarhu Al-Kabir Lid-Dardir 1/498)
Tapi ini berbeda dengan pendapat Mazhab Syafi'i dan Hambali. Musafir
bagaimanapun kayanya dia dinegeri asalnya dia tetep berhak mendapatkan
zakat ketika dia sudah kehabisan bekal. Karena bagaimanapun orang kaya
yang dinegeri asalnya itu tetap dikatakan miskin ketika dia kehabisan
bekal dalam perjalanan. Dan Al-quran pun tidak mengklasifikasi apakah
Ibnu Sabil itu orang mampu di negeri asalnya atau tidak. Selama dia
berpredikat sebagai Ibnu Sabil dan kehabisan bekal ya dia masuk dalam
kategori penerima zakat. (Al-Majmu' 6/214)
Ada syarat bagi Ibnu Sabil itu agar dia masuk dalam kategori mendapat zakat:
1. Dia muslim dan bukan ahlul bait (orang yang punya silsilah sampai
kepada Nabi saw) karena keluarga Nabi sampai kapan pun haram menerima
zakat.
2. Dia kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanan.
3. Perjalanan bukan perjalanan maksiat. Tp tidak mesti juga perjalanan
ibadah seperti haji atau menuntut ilmu atau bekerja. Boleh juga
musafir perjalanan mubah, perjalanan yang bukan untuk ibadah tapi itu
bukan untuk maksiat. Pokoknya selama perjalanan itu tidak untuk
maksiat, dia dapat hak zakat.
4. Tidak ada pihak yg bisa meminjamkan bekal (ini syarat milik Hanafi
dan Maliki, karena buat mereka seperti dijelaskan diatas, orang yang
kaya/mampu dinegeri asalnya ketika melakukan perjalanan dan kehabisan
bekal, dia tidak bisa mendapat zakat kecuali tidak ada yang
meminjamkan)
IBNU SABIL ZAMAN SEKARANG
Kalau dilihat syaratnya sih sepertinya sulit menemukan ibnu sabil yg
mememenuhi syarat dapat zakat zaman sekarang. Karena zaman Nabi, para
haji (tentu para haji yang berasal dari negeri jauh) itulah yang
mendapat jatah zakat, karena mereka termasuk dalam kategori Ibnu
Sabil.
Tapi kalau ditelisik lebih dalam (mengutip pernyataan pimpinan saya di
RumahFiqih; Ust. Ahmad Sarwat), bahwa TKI itu sebenarnya bisa masuk
dalam kategori ibnu sabil yang dapat jatah zakat. Tentu TKI yg
kesusahan, yang lagi terlunta-lunta ngga jelas nasibnya, dapat kerjaan
pun tidak ada kejelasan, toh mereka pun datang ke luar negeri dengan
status yang tidak jelas. Pekerjaan tidak dapat, yang ada tinggal
nunggu deportase dr polisi setempat.
Nah TKI yang begini mestinya dapat zakat, biar ngga terbengkalai.
Setidaknya mereka ditolong untuk bisa kembali kerumahnya di tanah air.
Karena bagaimanapun mereka itu dalam keadaan seperti ini, mereka bukan
orang mukim (bertempat tinggal), mereka tetep musafir (Ibnu sabil),
toh kan mereka ngga jelas dapat tempat tinggal atau tidak, karena
mereka datang kesitu pun dengan modal nekat dibarengi niat mancari
hidup!
Mungkin juga para musafir yang banyak kita lihat sepanjang jalur
pantura dan pantai selatan. Kalau memang memenuhi syaratnya, ya mereka
berhat atas jatah zakat!
Wallahu A'lam
Comments
Post a Comment