"Al-Marhum" Itu Bukan Gelar!


Kemarin, 11 september selain hari itu dikenal sebagai hari 911 (nine-eleven) ternyata tanggal tersebut juga merupakan tanggal dirayakannya hari Radio Nasional. Itu yang saya dengar kemarin di salah satu stasiun radio lokal jakarta.

Sang penyiar beserta rekannya membicarakan sejarah radio sejak awal dan juga para penyiar-penyiar senior yang sejak dahulu mengawal perjalanan radio nasional hingga saat sekarang. Tak lupa jua mereka membicarakan para musisi yang masyhur melalui ajang-ajang gelaran Radio.

Semua penyanyi disebutkan, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dan melegenda. Nah disini ada masalah syariah penting yang saya temukan. Ketika sang penyiar menyebut nama seorang musisi yang sudah meninggal, dia mendahulukan namanya dengan kata "Al-Marhum". Dan saya sangat tau musisi yang di"gelari" Al-marhum itu, dia bukan seorang muslim.

"AL-MARHUM" ITU DOA !

"Loh apa masalahnya?" Ya kata "Al-marrhum" itu masalahnya! Harus diketahui, bahwa dalam Islam, syariat ini telah mengajarkan ummatnya untuk selalu mendoakan saudaranya, siapapun itu. Baik kenal atau tidak kenal, tua muda, kaya miskin, atau juga masih hidup dan yang sudah meninggal. Budaya saling mendoakan diantara sesama muslin ini budaya yang sudah terwarisi sejak 14 abad lalu.

Saya disini, mayoritas dosen yang mengajar saya adalah doktor-doktor dari timur tengah seperti saudi, mesir, yordan, syiria dan sebagainya. Ketika kita berdiskusi dan mengobrol, tidak jarang mereka selalu memberi embel-embel doa setelah nama kita dalam panggilannya. 

Apalagi setelah bincang-bincang itu selesai, sebelum berpisan kita banyak saling mendoakan. Dengan redaksi  kata-kata yang beragam, seperti baarokallahu fiik (semoga kau diberkahi Allah), A'aanakallahu (semoga Allah menolongmu), rohimakallahu ( semoga Allah merahmatimu), hafidzokallahu (semoga Allah menjagamu), waffaqokallahu (semoga Allah memberi taufiq) dan banyak lagi.

Nah kata "Al-marhum" itu juga merupakan do'a dari yang hidup kepada mereka yang sudah meninggal. Kalau secara bahasa Al-marhum berarti "yang dirahmati", Artinya "semoga Allah Merahmati". Jadi ketika kita menyebut nama-nama mereka yang sudah meninggal dengan didahului atau disudahi dengan kata "Al-marhum", pada intinya itu ada doa dari kita untuk mereka. Dan memang syariatnya begitu. Orang muslim kudunya saling mendoakan, bukan cuma kepada yang hidup tapi juga kepada yang sudah meninggal.

Jadi yang harus diluruskan disini ialah, bahwa Al-Marhum itu bukanlah gelar untuk orang yang meninggal, akan tetapi itu ialah DO'A! Sebenarnya bukan hanya redaksi Al-marhum, dalam kitab-kitab Ulama atau pada kesempatan-kesempatan lain, para kaum muslim mendoakan ulama dan kaum muslim lainnya dengan redaksi doa yang berbeda-beda. Seperti Al-Maghfur lah (semoga diampuni oleh Allah), Al-marhum dan rohimahullahu yang punya arti sama. Dan masih banyak lagi.

MASALAH-NYA

Nah, karena ini doa dan doa itu merupakan suatu ibadah dalam syariat agama ini. Yang harus diketahui ialah bahwa syariat ini telah mempunyai pakem-pakem dan rule untuk ibadah yang satu ini. Dan kita ummat Islam dilarang untuk mendoakan orang kafir, yang tidak beragama Islam.

Ini jelas tergambar dalam sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Al-bukhori tentang cerita meninggalnya paman Nabi saw tercinta Abu Tholib yang sampai akhir hayatnya belum juga masuk Islam.

Nabi saw ketika dalam ruangan dimana Abu Tholib berbaring, beliau saw meminta kepada Abu Tholib untuk bersyahadat beberapa kali, dan beberapa kali itu juga Abu Jahal yang juga berada disamping Abu Tholib menahannya untuk tetap pada keyakinan terdahulunya. Walhasil, Abu Tholib meninggal dalam keadaan tidak muslim.

Ketika itulah Nabi langsung meminta izin kepada Allah untuk meminta ampun kepada Allah untuk paman tersayangnya itu. Namun Allah menolak permintaan itu dengan menurunkan ayat:

"Dan tidaklah layak bagi Nabi dan dan orang-orang beriman memohon ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka itu orang-orang itu kerabatnya, setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka jahanam" (At-Taubah 113)

Jadi jelas tidak ada kehalalan bagi kaum muslim untuk mendoakan kaum kafir walaupun itu saudara mereka sendiri. Tidak untuk yang hidup tidak juga untuk mayyitnya. Kenapa? Ya syariatnya begitu, jangan tanya kenapa atas apa yang telah Allah tetapkan. Kita tinggal manut aja! Itu kandungan ayat 36 surat Al-ahzab. dan masalah jangan tanya "kenapa" sudah kita bahas di artikel yang saya tulis beberapa waktu lalu.

Tapi ini dikecualikan kalau itu doa untuk mendapatkan hidayah Islam. Karena ini juga yang sering dilakukan oleh Nabi saw kepada saudara-saudaranya, Abu Tholib dan juga Amr bin Hakam (Abu Jahal).

Ya disadari atau tidak, memang kebiasaan menggunakan gelar "Al-marhum" untuk orang-orang yang sudah meninggal itu di Indonesia ini sudah sangat umum dan familiar, dan seakan-akan itu adalah gelar wajib bagi yang sudah meninggal tanpa melihat apa agamanya. Jadi siapapun yang meninggal, pasti digelari al-marhum. Padahal tidak begitu mestinya.

Kalau itu diucapkan oleh orang non-muslim untuk non-muslim juga itu tidak masalah. Jadi masalah kalau itu diucapkan oleh orang Islam untuk mayyit non-muslim. Berarti itu dia sudah mendoakan nonmuslim dan itu melanggar syariah.

Nah karena kebiasaan ini agak keliru, juga ada dinding syariah yang ditabrak, ada baiknya kita luruskan agar tidak terus menerus berlanjut kesalahan yang sudah mengakar ini. 

Jadi Al-marhum itu khusus untuk mayyit muslim bukan non-muslim.

Wallahu A'lam!

Comments

  1. Tadi siang saya hampir tertawa terbahak-bahak membaca sebuah tulisan pengumuman tentang tanah sengketa yang katanya milik Alm.....(dari namanya saja sudah jelas non muslim. Lucunya dimana ? Mana ada orang sudah meninggal masih punya harta. Harusnya kan punya ahli waris. Terus pakai kata almarhum lagi. Orang muslim yang selama hidupnya kerjanya cuma bikin onar saja bagi saya pribadi tidak pantas dipanggil almarhum, apalagi yang non muslim. Beginilah kerjanya orang yang merasa dirinya paling tahu dan paling benar sendiri. Jazaakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.

    ReplyDelete
  2. Gimana dirahmati, wong dia non muslim. Allah tidak merahmati mereka.

    Ini sama halnya yang terjadi dimasa-masa lebaran. Kalau lebaran biasanya kita saling mendoakan satu sama lain, dengan redaksi "taqobbalallahu minna wa minkum" (semoga Allah menerim amal kita dan kalian semua; puasa).

    Atau juga "minal-'Aidin wal-faizin" yang mana itu adalah sebuah doa yang artinya "semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang kembali fitrah dan menjadikan kita orang-orang yang menang (beruntung setelah puasa Ramadhan)".

    Ada kekeliruan yang sering terjadi, kekeliruannya sama seperti kekeliruan yang terjadi pada kata doa "Al-marhum" untuk orang meninggal. Yaitu SALAH ALAMAT! Kata "Al-marhum" sering disematkan kepada mayyit yang non muslim padahal tidak semestinya. Itu doa dari muslim dan untuk muslim saja.

    Ya begitu juga doa-doa setelah lebaran tersebut, "taqobbalallhu......." Aslinya doa ini ditujukan untuk orang yang ketika ramadhannya ia berpuasa, dan beribadah. Yang tidak berpuasa ya tidak layak disematkan ini. Karena artinya itu "semoga Allah menerima amal kita di Ramadhan kemarin........" Kalau tidak beribadah dan tidak berpuasa yaaaa apa yang mau diterima??

    Sama juga seperti do'a "Minal-'aidin......." Yang ini justru sangat jelas doa untuk mereka yang berpuasa, karena artinya "semoga kita manjadi orang-orang yang kembali fitrah setelah berpuasa....." Lah kalau tidak berpuasa, bagaimana bisa menjadi pemenang dan bisa kembali ke fitrah??

    Tidak mengapa memang kalau kita saling mendoakan seperti itu, toh kita juga tidak tahu apakah ia berpuasa atau tidak kemarin ramadhan itu. Agak kurang pas aja! Ya mudah-mudahan saja doa itu bisa bikin orang yang ogah puasa dibulan ramadhan kamaren mau sadar dan akhirnya mau berpuasa di bulan ramadhan yang akan datang. Tentu juga dengan bayar hutang ramadhan-nya yang dilewatkan.

    Ghofarollahu Lana wa Lakum jami'an!
    (Semoga Allah mengampuni dosa kita semua)
    Amin.....

    Wallahu A'lam

    ReplyDelete
  3. Mau nanya mas zakarsih...klo orang yg remajanya ga pernah puasa romadhon sama sekali sholat 5 waktu jg ga?? tp setelah nikah dia berubah jd rajin ibadahnya puasanya jg ga bolong, yang saya tanyakan bagaimana bayar hutang puasa romadhon yg lampau karna ga inget berapa kali dia ga puasa romadhon

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya