Konsekuansi Cinta Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad saw telah meninggal 14 abad yang lalu. Jasadnya terjaga
dan pasti dijaga oleh Allah saw, sebagaimana Allah juga menjaga
namanya tetap dikumandangkan dan terus digandengkan bersama Nama-Nya.
Begitu juga Allah menjaga kehormatan dan kemualiaannya. Dan Allah swt
menjamin itu semua.

Film-film dan media yang belakangan banyak menghina dan mencaci Nabi
Muhammad saw sejatinya bukan untuk menghina Nabi directly, mereka tahu
bahwa Nabi telah wafat. Jadi bukan tujuan mereka untuk menghina yang
telah tiada. Ya memang bisa dikatakan begitu tujuannya, tapi yang
lebih menjadi target ialah menyulut api kemarahan ummat Muhammad saw
itu sendiri. Memancing emosi umat Islam.

Film IOM yang berkualitas sinematografi buruk dengan hasil dubbing
jelek dan juga kualitas gambar ecek-ecek itu setidaknya berhasil
mengobok-ngobok perut umat Islam didunia (walaupun cuma 50% nya saja)
sehingga mengekspresikan kamarahan atas penghinaan yang dilakukan
terhadap Nabi tercinta. dibeberapa negara korban berjatuhan, kerusuhan
terjadi menggeliat hampir di seluruh negara berbasis muslim. Dan
memang ini yang diingingkan oleh mereka.

Semakin banyak keributan yang menjurus ke anarkisme soal menanggapi
film jelek tersebut, justru akan MELEGITIMASI kampanye mereka yang
bilang kalau muslim itu anarki. Mereka semakin senang karena semakin
nyatalah apa yang selama ini mereka opinikan, padahal jelas Islam
tidak begitu. Emosi yang tidak terkontrol degan baik, pasti berujung
pada hasil yang sangat buruk, siapapun dia orangnya, tanpa memandang
agama yang dianut.

JANGAN MARAH! HAH?

Justru ini pernyataan yang keliru, sangat keliru. Bagaimana bisa
seorang yang mengaku beriman kepada Allah swt dan mengaku cinta agama
Islam tapi menanggapi pencitraan buruk serta penghinaan terhadap
kehormatan agamanya sendiri dia diam saja, dan bilang "cuek aja lah".

Kemarahan adalah suatu keniscayaan LAZIM yang akan timbul dari dalam
jiwa seorang yang mengaku cinta dan beriman. Tidak disebut cinta dia
yang tidak marah ketika orang yang dicintainya mendapat hinaan dan
ejekan. Mana cintanya kalau begitu. Penghinaan kepada Nabi itu berarti
penghinaan kepada kehormatan agama yang juga berarti penghinaan kepada
Allah swt. Jika diam saja, apa artinya beriman?

Tapi menjadi keliru juga kalau hanya berhenti sampai marah saja!
Cintanya hanya kalau Nabinya dihina, ini juga keliru! Sama saja
seperti kebanyakan orang Indonesia yang marah tidak kepalang ketika
mendengar ada budaya negerinya yang diakui oleh negara tetangga.
Padahal seumur-umur dia tidak pernah tau ada budaya itu diIndonesia,
gayanya lebih suka kebarat-bara-an dengan dandanan ala artis
hollywood, barang yang dipakai pun bermerk luar negeri, malu kalau
make merk dalam negeri. Bahasanya pun sok-sok inggris, ngga lisan ngga
tulisan ditiwit atau medsoc lainnya, mencibir kalau lihat mereka yang
sedang gigih melestarikan budaya daerah masing-masing.

Tapi ketika tau itu diakui negara lain dia marah sejadi-jadinya
seakan-akan dia paling cinta dengan negerinya sendiri. Kemarin-kemarin
kemana aja mas? Hmmm cinta macam apa yang seperi ini?

Muslim tidak seperti itu. Cintanya kepada Nabi saw itu suatu
konsekuensi keimanan kepada Allah. Mengaku cinta kepada Allah, ya
harus cinta Nabi-Nya (lihat Ali Imron 31). Dalam al-quran nama Allah
selalu bergandengan dengan nama Nabi-Nya. Perintah imam dan taat
kepada Allah selalu bergandeng dengan Perintah serupa kepada Nabi-Nya.
Jadi tidak disebut iman kalau cuma hanya sepihak. Seprti orang Yahudi
yang beriman kepada Allah tapi tidak mengakui Nabi Muhammad, mereka
itu "maghdub" (yang dibenci/laknat). Dan juga "Dhollun"(yang sesat)
yaitu orang-orang Nasrani yang mengimani Allah tapi mereka juga
mengakui Isa Alayh Salam sebagai tuhan.

Jadi kemarahan ketika simbol agama dipermainkan itu suatu keniscayaan
atas sebuah keimanan. Yang tidak marah, justru mereka itulah yang
patut dipertanyakan keimanannya. Tapi kemarahan itu tidak sampai
menjurus ke anarki, kerena sedikitpun tidak ada kata "anarki" dalam
kamus syariah. Apalagi sampai membunuh.

Nah kecintaan itu sebaiklnya tidak berhenti pada kemarahan semata.
Justru kecintaan itu harus diimplemntasikan dengan semakin giatnya
kita mempelajari kehidupan kanjeng Nabi yang kita cintai tersebut. Tak
ada gunanya kora-koar sana sini marah dan mengaku cinta kepada Nabi
tapi ketika ditanya "siapa paman Nabi yang terus menerus membela
dakwah nabi?" Terus diam diam saja karena tak tahu apa jawabannya!
Cinta yang palsu!

Nah momentum kemarahan ini sebaiknya dan memang seharusnya menjadikan
kita lebih mengetahui dan mendalami siapa itu sosok yang kita bela.
Karena bagaimana bisa kita mengatakan "saya cinta laila", padahal sama
sekali kita tidak tahu siapa itu Laila, rumahnya dimana? Asli mana?
Anak siapakah Laila itu?.

Disadari atau tidak, banyak dari pamuda muslim yang sama sekali tidak
tahu sejarah Nabi nya, bagaimana kehidupannya dan bagaimana tingkah
laku juga kepribadian luhurnya, siapa keluarganya? Ketika ditanya
"sebutkan 3 pemain klub MU?" Dia akan jawab sebelas pemain klub
tersebut beserta 7 pamin cadangannya dan juga pelatihnya, bahka nama
stadionnya pun tidak dilupakan. Tapi ketika ditanya "sebutkan 2 anak
laki-laki Nabi?" Satu pun tak bisa dijawabnya. Ini kan miris. Mengaku
cinta, berdiri paling depan kalau demo anti amerika, paling ketus
kalau membela jemaah pengajiannya yang berlabelkan "muhibbur-Rasul",
tapi pengetahuan nihil soal Nabi saw!bagaimana bisa?

Para Ulama mengatakan : "Al-Ma'rifatu Asasul-Mahabbah". Pengenalan itu
pangkal dari Cinta. Karena itu kita KUDU kenal Nabi saw.

Ayo kembali kita mempelajari siroh (sejarah) Nabi saw. Buka kembali
lembar-lembar sejarah Islam. Datangi pengajian dan majlis-majlis
produktif, bukan yang isinya cuma ginjing sana sini. Pelajari
kehidupannya, resapi nilai-nilainya, tanamkan dalam diri keteladannya,
hidupkan sunnahnya, sebarkan ajarannya. Dengan begitu kita menjadi
muslim yang insyaAllah telah mendapat janji beliau saw:

"Siapa yang menghidupkan sunnahku, berarti ia cinta kepada ku, siapa
yang cinta kepada ku, bersama ku nanti di surga" (HR. Tirmidzi)

Saya mengajak diri pribadi juga pembaca sekalian yang budiman, ayo
Periksa kembali, apakah kita benar-benar telah menjalankan sunnahnya
saw. Sudahkah kita hidup sesuai petunjuknya, benarkan cinta kita
kepada Allah dan Rasul menjadi cinta dari segala cinta kita?

Sebaik-baik pedoman itu Al-quran dan sebaik-baik teladan itu Nabi
Muhammad saw. Dengan berpegang kepada kitab dan sunnah belaiu saw.
Niscaya musuh-musuh Islam pun takut kepada kita karena keteguhan kita
berpagang kepada keduanya. InsyaAllah.

Wallahu A'lam

Comments

  1. Kalau nama keluarga Rasulullah mungkin masih agak susah. Tapi kalau disuruh hafalkan surah al Ikhlash dan masih bingung, terus diberitahu "itu lho surah qulhu" baru mengerti, apa ini bukan suatu ke"parah"an yang nyata?. 2 kalimah syahadat tidak hafal (seperti komentar saya yang lalu), puasa hanya 3-5 hari dibulan Romadlon terus paling sibuk cari THR menjelang lebaran, lebih membela kepentingan orang2 kafir dibanding saudara2 yang muslim, kemudian sok bicara tentang agama Islam seakan-akan dia yang paling benar, apakah orang2 seperti ini "pantas" mengaku beragama Islam? Jazakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.

    ReplyDelete
  2. mas isnan, komen-komen nya selalu berisi, bahkan lebih berisi ketimbang artikelnya,,,,,, mantabs!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya