Haruskah I'tikaf utuk Dapat Lailatul-Qodr?
**Apa
Yang Harus Dilakukan?
Malam
Laiatul Qodr ialah malam yang mendapat tempat special di sisi Allah swt,
sehingga Allah swt menyiapkan pada malam tersebut ampunanNya yang sangat besar
juga ganjaran pahala lainnya yang sangat disayangkan jika seorang Muslim
melewatkan itu semua.
Salah
satu yang masyhur ialah bahwa malam tersebut ialah malam yang sangat mulia,
kemualiannya lebih baik dari malam 1000 bulan, sebagaimana disebutkan dalam
surat Al-Qodr ayat 3. Artinya jika seorang muslim beribadah pada malam
tersebut, berarti ia mendapat fadhilah ibadah selama 83 tahun lebih, sedangkan
belum tentu seorang muslim bisa hidup selama itu. Tetapi Allah menyiapkan itu
untuk Ummat-Nya.
Dan
tentu saja kemualiaan yang besar tidak begitu saja mudah didapatkan, perlu
usaha dan upaya yang maksimal guna mendapatkannya. Dan di antara yang bisa dan
sebaiknya dilakukan oleh seorang muslim di malam Lailatul Qodr ialah:
1]
Menghidupkan Malam
Tentu
yang pertama mesti dilakukan ialah menghidupkan malam tersebut dengan berbagai
macam ibadah. Bagaimana mungkin seorang berangan-angan mendapatkan malam Lailatul
Qodr sedangkan ia berleha-leha di malam harinya?
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“barang
siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qodr dengan Iman dan Ihtisab
(mengharapkan pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau”
(HR Bukhori)
Dan
kata “menghidupkan” dalam hadits ini ialah kata umum yang berarti bahwa apa
yang dilakukan pada malam ini tidak terpaku pada satu jenis ibadah saja. Apapun
itu ibadahnya, intinya ialah kita menghidupkan malam ini dengan berbagai macam
ibadah. Dari mulai sholat, membaca qur’an, I’tikaf, berdzikir, berdo’a, dan
sahurpun termasuk ibadah.
2]
Memperbanyak Dzikir dan Doa
Membanyak dzikir adalah salah satu cara paling mulia untuk menghabiskan malam guna mendapat kemulian malam Lalatul Qodr. Terlebih lagi bahwa itu dzikir yang memang benar-benar diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi saw. Seperti lafadz “laa Ilaaha Illallah” yang disebutkan dalam hadits bahwa itu ialah Afdholnya dzikir.
Dan
tentu saja berdo’a menjadi suatu keharusan dan kebutuhan seorang hamba pada
malam itu. Karena salah satu kemualian Ramadhan ialah bahwa ramadhan adalah
waktu dimana kemungkinan di-ijabahnya do’a seoarang hamba yang berdoa itu
sangat besar.
Dan
pada malam-malam sepuluh terakhri ini, Rasul telah mencontohkan kita dalam
hadistnya tentang doa yang sering beliau baca dan beliau ajarkan kepada kita
melalui istrinya ‘Aisyah ra untuk kita baca dimalam-malam mulia ini, yaitu:
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ
اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Allahumma
Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul-‘Afwa Fa’fu ‘Anni”
“Ya
Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf, dan Engkau mencintai Maaf, maka maafkan
aku” (HR Ahmad, Tirmidzi,
Nasa’I, Ibnu Majah)
Inilah
doa yang sering dibaca berulang-ulang oleh Nabi saw ketika memasuki malam
sepuluh terakhir bulan ramadhan, dan doa ini juga yang diajarkan oleh beliau
kepada kita semua melalui istrinya ‘Aisyah guna bisa kita mendapatkan
kemualiaan malam Lailatul Qodr.
3]
Memperbanyak Tilawah Qur’an
Tidak mesti mengkhatamkannya di malam itu juga, dan tidak ada juga yang mewajibkan seorang muslim untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di malam itu. Namun jika memang mampu dan bisa mengkhtamakan Al-Qur’an itu sungguh sangat baik sekali, tidak diragukan lagi orang tersebut akan mendapat pahala yang besar.
4]
Melaksanakan Sholat
Tidak ada ketentuan berapa rokaat harus sholat dimalam hari Romadhon, termasuk malam-malam sepuluh terakhir. Tidak ada batasan berapapun kita melaksanakan sholat, 8 rokaat kah atau 20, atau bahkan lebih. Yang terpenting ialah sholat itu dilakukan dengan format 2 rokaat satu salam.
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“sholat
malam itu 2 rokaat 2 rokaat….” (HR
Bukhori & Muslim)
Dan
ini bukan sholat tarawih, ini adalah sholat malam. Pun kalau ingin menyebutnya
dengan sholat tahajjud ya tidak mengapa. Artinya ketika memulia takbir, kita
berniat dengan sholat tahajjud.
Tapi
yang harus diperhatikan ialah, kalau sebelumnya sudah sholat witir dengan
Jemaah tarawih sebelumnya, maka sudah tidak boleh lagi melekukan sholat witir,
karena witir tidak boleh dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu malam. Masalah
ini telah saya tulis dalam artikel (Sholat Lagi Padahal Sudah Sholat Witir).
Dan kalau memang belum sholat witir, ya tutuplah sholat malam kita dengan
sholat witir.
**Tidak
Mesti I’tikaf
Tidak diragukan lagi bahwa ibadah yang sangat galak dilakukan oleh Nabi Muhammad saw ketika masuk sepuluh terakhir Ramadhan ialah beri’tikaf. Yaitu berdiam diri dimasjid dengan segala kegiatan ibadah.
Namun
kaitannya dengan malam lailatul qodr itu bukanlah kaitan syarat dengan yang
disyarati. Yakni I’tikaf bukanlah syarat untuk mendapatkan malam Lailatul Qodr.
Tapi jika mampu beri’tikaf mengapa tidak? Karena itu ialah sunnah yang sangat
besar pahalanya. Dan itulah sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi
selama 10 terakhir Ramadhan sepanjang hidup beliau saw.
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ
‘Aisyah
ra bercerita bahwa: “Nabi saw (selalu) beri’tikaf di sepuluh terakhir bulan
Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau” (HR Bukhori & Muslim)
Tapi
sesungguhnya, malam Lailatul Qodr tidaklah dikhususkan untuk mereka yang
beri’tikaf saja, tapi siapapun yang ketika malam itu menghidupkan malamnya
dengan ibadah sebagaimana disebutkan dalam penjelasan diatas.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“barang
siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qodr dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan
pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau” (HR
Bukhori)
Bagi
mereka yang harus masih bekerja di malam hari, ia terhalang untuk bisa
beri’tikaf. Juga bagi wanita yang tidak bisa beri’tikaf karena mendapatkan
dirinya delam keadaan tidak suci. Mereka-mereka ini masih punya kesempatan juga
untuk mendapatkan kemualian malam lailatul Qodr. Dan I’tikaf itu sendiri
bukanlah suatu kewajiban.
Hanya
memang dengan beri’tikaf, kesempatan untuk terus beribadah sangatlah terbuka
lebar. Orang yang beri’tikaf bagaimanapun keadaannya di masjid, ia tetap
terhitung sebagai orang yang beri’tikaf dan tentu saja itu dalam ibadah,
walaupun ia tidur. Dan keinginan untuk beribadah sangatlah besar ketika
seseorang itu berada dalam masjid, karena termotivasi oleh saudara-sausdaranya
yang sedang beri’tikaf juga.
Tetapi
bagi yang tidak beri’tikaf, ia tidak bisa disebut dalam ibadah. Ibadahnya di rumah
tentu tidak bisa disamakan dengan ibadahnya orang yang beri’tikaf, karena ia
mendapatkan pahala lebih dari ritual I’tikafnya tersebut. Dan juga semangat
beribadah ketika berada dalam rumah tentu tidak sebesar ketika kita beri’tikaf
dimasjid.
Di
rumah kita bisa saja berpaling dari ibadah ke kegiatan lain dengan sangat
mudah. Sekitar kita ada ponsel, laptop yang bisa kita nyalakan kapan saja, remote
control telivisi yang bisa kita pencet tombolnya untuk menonton. Focus
ibadahnya pun menjadi buyar, karena banyak gangguannya. Dan itu berbeda jika
kita berada dalam masjid ketika I’tikaf.
Orang
yang beri’tikaf, karena kedekatannya dengan ibadah di malam itu, maka
kedeketannya untuk mendapatkan malam Lailatul-Qodr pun menjadi sangat
terbuka lebar.
Wallahu
A’lam
Comments
Post a Comment