Ternyata Tidak Perlu Begadang Untuk Dapat Lailatul Qodr!
Banyak yang bertanya
tentang haruskah seseorang itu menghidupkan sepenajang malam tanpa tidur dengan
ibadah jika ingin mendapatkan Malam Lailatul Qodr? Ataukah bisa kita
mendapat keutamaan malam Lailatul Qodr dengan hanya sholat isya dan subuh
berjemaah.
Karena dalam hadits
Nabi saw Yang diriwayatkan oleh Ustman Bin Affan disebutkan bahwa:
مَنْ
صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ
صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“siapa yang sholat
Isya secara berjamaah maka ia seperti orang yang menghidupkan setengah
malamnya, dan barang siapa yang sholat subuh secara berjemaah ia seperti orang
yang menghidupkan seluruh malamnya” (HR Muslim, No. 1049)
Dalam hadits yang
masyhur dijelaskan bahwa siapa orang yang menghidupkan malam Lailatul QOdr
ia akan mendapatkan kemualian malam tersebut, yaitu diampuninya seluruh dosanya
yang telah lampau. Dan ibdahnya malam itu dinilai sebagai ibadah selama 1000
bulan, yang tepatnya 83 tahun lebih.
Seperti pejelasan di
artikel sebelumnya bahwa Jaza berbeda dengan Ijza’. Jaza-nya orang yang sholat
isya dan subuh berjemaah itu bagaikan orang yang menghidupkan sepanjang
malamnya dengan ibadah. Tapi itu tidak Ijza’.Klik di sini untuk membuka artikel
Nah sekarang yang
jadi masalah ialah apakah seorang itu bisa meraih keutamaan malam Lailatul Qodr
hanya dengan sholat isya dan subuh berjemaah?
**Cukup Sebagian Malam Tanpa Begadang
Imam al-Syirbiniy
dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj (2/189) mengutip pernyataan Imam
AS-Sayfi’i dalam Qoul Qodim (pernyataan lama)-nya yang menyatakan bahwa
keutamaan malam Lailatul Qodr itu bisa diraih bagi siapa yang hanya
mengerjakan sholat Isya’ dan subuh secara bejamaah, sesuai hadits Ustman bin
Affan diatas.
Kemudian beliau
mengutip sebuah riwayat yang marfu’ dari Abu Hurairoh sebagai penguat statement
sang Imam, disebutkan bahwa:
مَنْ
صَلَّى الْعِشَاءَ الْأَخِيرَةَ فِي جَمَاعَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَقَدْ أَدْرَكَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ
“barang siapa yang
sholat isya’ terakhir secara berjamaah, maka ia telah mendapatkan (keutamaan)
malam Lailatul Qodr.”
Pernyataan yang sama
juga dikutip oleh Imam al-Ramliy dalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj (3/215).
Dan pernyataan ini
kemudian dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ (6/451),
bahwa pernyataan Imam Syafi’I tersebut ialah Qoul Qodim-nya, akan tetapi
tidak ada nash (teks) Imam syafi’I dalam Qoul Jadid (pernyataan baru) yang
menyelisih atau menggubah pernyataan lamanya. Jadi inilah pendapat madzhab.
هذا نصه في القديم ولا يعرف له في الجديد نص يخالفه وقد قدمنا في
مقدمة الشرح ان ما نص عليه في القديم ولم يتعرض له في الجديد بما يخالفه ولا بما
يوافقه فهو مذهبه بلا خلاف
“ini adalah pendapat
beliau dalam qaul-qadim (lama), dan tidak diketahui adanya qaul-jadid (baru)
yang menyelisih. Dan sebagaimana yang telah kami singgung di awal, bahwa apa
yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i dalam qaul-qadim-nya dan tidak ada qaul-jadid
yang menyelisih dan tidak juga yang menyepakati, maka itulah pendapat madzhab. Dan
tidak ada yang menyelisih ini.”
Dalam litelatur
lainnya, dijelaskan oleh Imam Al-‘Iroqi (806 H) dalam kitabnya “Thorhu
Ats-Tsasrib” (4/161) bahwa yang dimaksud menghidupkan malam guna meraih
keutamaan malam Lailatul Qodr itu bukanlah dengan menghidupkan sepanjang
malam tanpa istirahat. Beliau mengatakan:
لَيْسَ الْمُرَادُ بِقِيَامِ رَمَضَانَ قِيَامُ جَمِيعِ لَيْلِهِ
بَلْ يَحْصُلُ ذَلِكَ بِقِيَامٍ يَسِيرٍ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا فِي مُطْلَقِ
التَّهَجُّدِ وَبِصَلَاةِ التَّرَاوِيحِ وَرَاءَ الْإِمَامِ كَالْمُعْتَادِ فِي
ذَلِكَ وَبِصَلَاةِ الْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ فِي جَمَاعَةٍ لِحَدِيثِ عُثْمَانَ
بْنِ عَفَّانَ
“Yang dimaksud
menghidupkan malam lailatul-qadr bukanlah menghidupkan malam penuh tanpa
istirahat. Akan tetapi cukup sebagian kecil malam saja, seperti orang yang
bangun untuk sholat tahajud dan sebelumnya telah tidur. Atau juga dengan hanya
sholat tarawih bersama Jemaah, atau juga sholat isya dan subuh secara
bejamaah,, seperti yang telah dijelaskan dalam hadits ustman bin Affan
tersebut.”
Sheikh Shofiyurrahman
Al-Mubarokafuri (1414 H), Ulama India penulis Siroh Nabawiyah fenomenal “Al-Rohiq
Al-Makhtum” ini juga ikut berkomentar. Dalam kitabnya “Mir’atul Mafatih
syarhu Misykat al-Mashabih” (6/405) beliau mengatakan:
“memang ulama tidak
satu suara dalam masalah ini, tetapi secara zohirnya orang yang hanya sholat
Isya’ berjemaah telah disebut sebagai orang yang menghidupkan malam. Berarti ia
juga mendapat keutamaan lailatul Qodr karena telah menghidupkan malamnya.
Tetapi juga dikatakan oleh Imam Al-Kirmani bahwasanya seseorang tidak disebut sebagai
menghidupi malam jika tidak bangun sepanjang malam atau sebagian besar malam.”
Kesimpulan
Bahwa memang ulama tidak dalam satu suara, artinya mereka berselisih pendapat dalam masalah ini. Apakah untuk mendapatkan kemuliaan malam lailatul qodr itu seseorang harus bangun sepanjang malam dan menghidupkannya dengan ibadah tanpa harus istirahat?
Atau kan bisa hanya
dengan sholat isya’ dan subuh berjemaah, atau dengan sholat tarawih seperti
kebiasaan, atau hanya bangun di sebagian malam untuk sholat Tahajjud.
Tapi harus diketahui,
bahwa RAHMAT ALLAH ITU SANGAT LUAS. Orang yang hanya menghidupkan sebagian
kecil dari malamnya itu juga tentunya mendapat kemualian malam Lailatul Qodr,
karena ia telah menghidupkan malamnya walau hanya sebentar. Tapi tentu saja
pahala dan ganjaran yang didapat tidak sebanding dengan mereka-mereka yang menghidupkan
semalaman penuh tanpa tertidur.
Dan orang yang
menghidupkan hanya sebagian kecil malamnya tentu saja merugi, karena ia
melewatkan kesempatan dan pahala ibadah yang sangat agung yang telah Allah
siapkan disepuluh terakhir Ramadhan ini. Terlebih lagi bahwa Nabi saw telah
mencontohkan, kalau beliau saw itu sangat serius beribadah ketika masuk sepuluh
terakhir ramadhan dan beri’tikaf sampai akhir ramadhan, yang keseriusannya itu
tidak seperti di hari-hari lain.
Dalam sebuah hadits
dari ‘Aisyah ra, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ
الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Nabi saw itu ketika
masuk sepuluh terakhir, beliau kencangkan kainnya, beliau hidupkan malamnya dan
belaiu bangunkan keluargnya.”. (HR
al-Bukhari)
Jadi, selanjutnya
terserah anda. Tinggal pilih, model ibadah mana yang anda inginkan?
Wallahu A’lam.
Itulah balasan yang setimpal bagi orang2 yang mau menghidupkan malam2 Romadlonnya dengan ibadah terutama di 10 malam terakhir. O ya semalam saya dapat kabar dari Makkah bahwa hari ini mereka sudah lebaran (tapi kemudian ada kabar lagi bahwa tidak jadi. Wallahu a'lam). Yang terdetik dipikiran saya, seandainya hari ini mereka jadi lebaran, maka bagi jama'ah umrah Indonesia yang mulai berpuasa pada hari Jum'at maka puasanya cukup karena sampai 29 hari. Sedangkan bagi yang mulai berpuasa pada hari Sabtu (ikut pemerintah katanya), maka puasanya hanya sampai 28 hari saja. Bagaimana nasib puasa mereka ini ? Mari kita tanya pada rumput yang bergoyang...Jazaakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.
ReplyDeleteiya semalem saya jg baca tweetnya salah satu sheikh saudi, jadi lebarannya hr ahad. soalnya sore td (kmrn) hilalnya kaga keliatan!
ReplyDelete