Sapaan Orang Indonesia Kurang Sopan!

Bagi orang Indonesia, terlebih mereka yang tinggal dipinggiran
megahnya kota Jakarta, seperti saya. Apalagi merela yang tinggal di
kampung. Saling menyapa dan menegur ketika berpapasan itu sudah
menjadi hal yang lumrah dan lazim.

Bahkan sudah seperti kewajiban, yang aneh rasanya kalau bertemu di
gang atau di ujung jalan atau dimanapun itu mereka saling
"diem-dieman".

Yang paling sering terjadi ketika semua baru memulai aktifitas dipagi
hari. Semua orang keluar rumah menuju tempat kerja masing. Baru keluar
pintu saja, sudah ada yang menyapa atau kita sapa.


Digang jalan juga demikian, menyapa atau disapa oleh rekan-rekan yang
masih asik nongkrong depan rumah sambil minum kopi plus pisang goreng
dan nasi uduk. Ya begitulah Indonesia. Tapi ini berlaku di pinggiran
kota saja, kota metro seperti sudah tidak ada lagi seperti ini.

Sapaannya pun bermacam-macam, dari yang mulai sapaan biasa, "Eh,
berangkat kerja nih...", "Masih gelap udah jalan aja nih...", "ehh,
mao berangkat? Bae-bae dah..."
Atau juga yang nanya kabar, "kabar sehat nih?, makin rajin aja
olahraga...", atau mengucap salam selamat pagi, "assalamualaikum
stazd, olahraga nih?iye dah....", "Pagi, pak RT/RW...", "Jalan-jalan
pagi nih, bang...." atau sekedar saling senyum saja..

Yang disapa pun membalas sapaan tersebut, "berangkat dulu, bang.
Kayanye enak banget tuh gorengannya...." Yaa seperti itulah kebiasaan
warga, dan ketika pulang kerja kembali kerumah pun, terjadi lagi
saling sapa menyapa. Seperti "pulang kerja nih,...".

Atau bahkan tidak jarang juga ada banyak orang yang memang selalu
menyapa sampai ke hal-hal yang privasi, bukan karena ingin tahu dan
"ngorek-ngorek", tapi memang kebiasaan yang sudah jamak bagi sebagian
orang Indonesia.

Seperti menyanya kabar istri, anak dan keluarga lainnya. Malah kalau
lagi bawa tas atau koper atau bungkusan apapun itu, mesti disapa juga,
"tas isinya apa tuh?.....dari mana?..." atau, "weh, bawa bungkusan
nih, apaan tuh isinya....." bukan mau tahu apa isi dan bawaan
seseorang, tapi cuma basa basi sapaan saja.

Dan kebiasaan ini yang rasanya semakin membuat sesama warga merasa
dekat dengan yang lainnya sehingga semakin erat terjalin ikatan
saudara sesama dan saling timbuh rasa kepercayaan terhadap yang
lainnya. Dan ini juga yang membuat orang Indonesia beda dengan warga
negara lain. Saling menyapa, saling tegur dan saling senyum sama lain,
saling sopan dengan yang lainnya. Tak heran banyak yang bilang kalau
warga Indonesia itu ramah dan murah senyum.

Dan ini juga yang membuat saya atau juga anda para pembaca bangga
menjadi orang Indonesia yang dikenal ramah.

Tapi sekitar sebulan lalu, rasanya kebanggaan itu harus saya cek lagi
setelah berdialog dengan dosen saya yang seorang Doktor bidang Syariah
berkbangsaan Mesir.

Beliau yang selama hidup diJakarta ini memang tinggal berbaur dengan
warga sekitar dekat kampus tempat beliau mengajar didaerah Pasar
Minggu Jakarta Selatan.

Dalam dialognya, beliau mengungkapkan perasaan yang kurang suka dengan
gaya sapaan warga sekitar. Buat beliau, sapa menyapa itu memang baik
dan sangat baik, bahkan jarang ia temui di negerinya itu sendiri. Tapi
ada gaya sapaan yang menurutnya kurang wajar.

Kurang wajar bagaimana? Ya. Kita yang sudah sangat terbiasa dengan
sapaan tanpa batas, bahkan sampai halKhal privasi pun menjadi bahan
sapaan kita, seperti yang telah disebutkan diatas. Seperti sapaan
tanya kabar anak, keluarga, atau pertanyaan mau kemana dan dari mana,
dan juga barang bawaan yang ada ditangan atau yang dibawa dalam tas.

Ini yang membuat beliau kurang nyaman. Menurut beliau yang memang
pengetahuan Agamanya sudah tidak diragukan lagi, seorang Muslim tidak
layak masuk kedalam hal-hal pribadi saudaranya sesama muslim. Seperti
menyanakan tempat tujuan kemana ia akan pergi, dan dari mana ia
kembali. Itu tidak ada urusan dengan siapapun. Apakah seorang harus
selalu bilang kemana dan dari mana ia datang.
Seorang muslim hanya diwajibkan memberi salam dan saling mendoakan
ketika berpapasan dimanapun itu. Di kantor kah, di jalan atau di
kendaraan. Bukan mengorek-ngorek pribadi saudaranya.

"Asslamualaikum, baarokallahu fiik"
(assalamualaikum, semoga Allah memberkahimu)

"A'aanakallahu" (semoga Allah menolong mu)

"hafidzokallahu" (semoga Allah menjaga mu)

"Antum fi Amanillah" (semoga kau dalam lindunganNya)

"Allahu Yahudiik" (semoga Allah memberi hidayah)

Begitulah seorang Muslim, saling salam dan mendoakan. Bukan
mengorek-ngorek sisi personal saudaranya; Selalu ingin tahu kemana
saudaranya pergi, bertanya seakan meng-introgasi, bahkan selalu
bertanya dan ingin tahu apa isi tas yang dibawa atau bawaan tangan.
Apalagi sampai bertanya soal Istri atau suami. Ini tidak layak.

Karena menurutnya banyak hal dalam diri seseorang itu yang tidak bisa
dijadikan pembicaraan oleh orang lain. Dan hanya dirinyalah yang
berhak menentukan kepada siapa masalah itu dibicarakan.

Inilah yang membuat dosen saya ini kurang sreg. Karena pernah suatu
ketika ingin menuju kampus, beliau membawa tas yang memang biasa
dibawa untuk mengajar, tiba-tiba depan rumah ada orang yang bertanya
tentang apa isi tas tersebut.

"seakan-akan saya ini memnbawa bos dalam tas saya,hehe" katanya sambil tertawa.

Hehe mungkin sang dosen belum terbiasa dengan sapaan yang "abnormal"
itu. Mereka memang bertanya tapi bukan untuk tahu tapi yaa sekedar
menyapa saja.

Tapi rasanya, apa yang dikatakan sang Doktor tentang bagaimana
mestinya seorang Muslim bertegur sapa itu bisa menjadi pelajaran buat
kita semua.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya