Berdzikir Ketika Imam Sedang Khutbah Jumat



ketika khutbah Jum’at sedang berlangsung, ada beberapa orang dari Jemaah yang hadir itu kedapatan sedang asyik dengan dzikirnya sendiri. Saking asyiknya hinggga ia menutup mata dan sedikit menggelengkan kepala. Pemandangan yang menurut saya kurang baik, dan tidak semsetinya terjadi ketika khutbah sedang berlangsung.

Kita berpikir sejenak tentang hal ini. Sesuatu itu akan disebut baik dan bernilai baik pula apabila dikerjakan pada waktu dan tempat yang tepat. Sesuatu yang pada dasarnya baik akan menjadi tidak baik jika dilaksanakan pada waktu dan tempat yang salah. Dan hal semacam ini banyak terjadi dalam perkara-perkara syariah.

Contohnya:
Sholat dengan bacaan yang fasih dan dengan surat yang panjang itu baik, bahkan sangat beaik sekali. Selain akan menambah kekhusuyu’an bagi pelaku sholatnya, itu juga akan menambah pahala yang banyak. Karena banyak ayat yang dibaca, tentu banyak pahala yang diperoleh.

Tetapi membaca surat Al’Qur’an yang panjang dalam sholat itu bisa menjadi tidak baik, bahkan sangat tidak baik sekali ketika dilaksanakan dalam sholat berjamaah. Menjadi baik jika itu dilaksanakan sendiri, tapi menjadi tidak baik jika dilaksanakan dalam sholat berjamaah.

Karena didalam Jemaah mungkin ada orang tua lanjut usia, ada orang sakit, ada orang yang mempunyai hajat. Membaca surat panjang dalam sholat Jemaah itu menjadi beban untuk mereka yang akhirnya membuat mereka enggan untuk sholat berjamaah. Dan ini membuat si Imam menjadikan dirinya sendiri fitnah bagi para Jemaah yang lain. Dan Rasul telah menjelaskan ini.

“Barang siapa yang menjadi Imam sholat, maka hendaklah ia meringankan sholatnya. Karena dibelakangnya ada orang yang sakit (lemah), orang tua, dan orang mempunyai hajat” (HR Bukhori dan Muslim)

Contoh lainnya ialah puasa. Puasa adalah ibadah yang baik dan mempunyai banyak faedah bagi sipelakunya. Sangat baik nilainya, tapi puasa menjadi tidak baik jika dikerjakan dalam Safar (Perjalanan) yang akan membuatnya lemah, bahkan menggangu kesehatannya menjadi lebih fatal. Karena itu orang yang sedang dalam perjalanan diberikan keringanan untuk tidak berpuasa.

“Bukanlah suatu kebaikan untuk melaksanakan puasa dalam perjalanan (safar)” (HR Bukhori)

Contoh lainnya ialah; memberika ceramah/pengajaran agama. Memberikan ceramah agama adalah termasuk dalam jajaran ibadah-ibadah yang tinggi dan besar pahalanya. Namun ini menjadi tidak baik, dan bahkan tidak memberika maslahat jika disampaikan didepan orang yang miskin lagi lapar.

Karena orang yang miskin lagi lapar itu tidak membutuhkan ceramah. Yang mereka butuhkan ialah makan. Seandainya sang penceramah itu memberikan makan terlebih dahulu sebelum memberikan ceramah, niscaya orang yang lapar tadi menjadi penyimak yang baik baik penceramah. Dan ceramahnya menjadi baik serta bernilai.

Begitu juga berdzikir ketika khutbah Jumat berlangsung. Dzikir pada dasarnya ialah ibadah yang sangat agung, dan mempunyai nilai tinggi disisi Allah yang menjadikan pelakunya dicintai sang Kholik. Namun berdzikr itu menjadi tidak baik dan hilang nilainya ketika dikerjakan ditempat dan waktu yang tidak tepat. Ketika khutbah Jumah salah satunya.


Justru dengan ia terus berdzikir ketika Imam sedang berkhutbah diatas mimbar, ini mencenderai kedua ibadah agung tersebut. Ia telah mencederai sakralnya suatu Dzikir, dan ia juga telah melukai nilai ibadah mendengarkan khutbah Jumat. Karena salah satu disyariatkannya khutbah Jumat itu untuk memberika wejangan dan tausyiah bagi para kaum muslimin.

Lalu apa gunanya khutbah jumat jika sang makmum sibuk sendiri dengan ritual-ritual pribadi mereka? Mungkin ada yang mengatakan: “berdzikir lebih baik dari pada tidur”. Menurut saya ini argument yang keliru, karena ia berargumen dengan perbuatan yang salah untuk perbuatan yang salah juga. Dan ini tidak bisa diterima.

“Lebih baik tidak kedua-duanya”. Sama-sama tidak baik dua-duanya, Tidur ketika khutbah tidak baik, dan sibuk dzikir ketika khutbah jumat pun tidak baik. Sama seperti orang yang menghalalkan “minta-minta” yang pada dasarnya ialah haram dengan alasan “minta-minta lebih baik daripada mencuri”. Kedua-keduanya tidak baik. Dan tidak bisa dijadikan pembela untuk satu sama lainnya.

Yang baik dan benar bagi makmum ketika khutbah sedang berlangsung ialah hanya “DIAM dan MENDENGARKAN”.    

Hadits Nabi SAW:
“tidaklah seorang Muslim itu mandi di hari jumat kemudia ia bersuci…… kemudian ia mendengarkan dan memperhatikan Imam berbicara (berkhutbah), kecuali Allah mengampuni dosanya antara jumat ini dan Jumat yang akan datang” (HR Bukhori dan Abu Daud)

“jika kau BERKATA kepada saudara: ‘Perhatikanlah!’ ketika Imam sedang berkhutbah, itu berarti kau telah lalai” (HR Bukhori dan Muslim)

Artinya walaupun ia berbicara untuk menegur saudaranya, itu termasuk bicara yang mengurangi nilai ibadah kita ketika mendengarkan Imam Khutbah, apalagi berbicara yang senda gurau!.
Lalai berarti “Tidak mendapat pahala Jumat secara sempurna”   

Wallahu A’lam   

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya