Fenomena Nikah Misyar Di Negeri Teluk
Apa anda pernah mendengar istilah ini sebelumnya? Saya rasa sebagian besar pembaca belum pernah dengar istilah ini, dan kalaupun ada yang pernah mendengar tentu jumlahnya sedikit sekali. Karena NIkah Misyar itu sendiri pun bukan jenis pernikahan yang popular, apalgi di kalangan orang Indonesia.
Ya. Nikah Misyar adalah jenis baru dari pernikahan yang belakang mulai kelihatan perkembangannya. Bukan di Indonesia, tapi di negeri Teluk sana; Jazirah Arab dan sekitarnya. Walaupun memang kita tidak bisa menutup mata bahwa gaya baru nikah semacam ini juga berkembang di Indonesia meski jumlahnya hanya sekitar 0,sekian persen saja. Artinya tidak terlalu luas.
Nikah Misyar ialah pernikahan yang dibangun diatas akad yang sah secara syariah, terpenuhi segala rukun dan persyaratan pernikahan yang syar’i. Hanya saja pihak Wanita yaitu Istri, ia dengan IKHLAS dan RELA serta RIDHO hak-haknya sebagai Istri tidak dipenuhi oleh si suami, seperti tempat tinggal, nafkah, pembagian hari.
Pernikahan tersebut sah secara agama, syariat mengakui adanya pernikahan tersebut. Hanya saja dalam prakteknya sang istri rela ditinggalkan begitu saja. Ia tidak diberi tempat tinggal oleh sang suami, dan juga diabaikan nafkahnya (biasa istri dalam nikah Misyar ini memang perempuan berada).
Artinya sang suami boleh dengan leluasa keluar kemudian kembali lagi kerumah sang istri jika ia mau berhubungan, kalaupun ingin di luar terus yaa tak masalah juga. Toh mereka berdua sah sebagai suami istri, terlebih bahwa si istri telah Rela hak-haknya tidak dipenuhi. Dan hubungan yang mereka lakukan sah secara syar’i dan bukan perzinahan.
Apa yang menyebabkan jenis pernikahan ini berkembang? Lalu apa kata ulama tentang jenis baru dalam pernikahan ini?
Salah satu factor utama berkembangannya jenis pernikahan ini ialah tingginya jumlah wanita tua tak bersuami di negeri Teluk sana, atau bisa kita bilang tingginya jumlah Perawan Tua. Tak ingin menjadi perawan sepanjang hayat, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah saja walaupun tak terpenuhi hak-hak mereka sebagai istri. Dan mereka tidak memilih-milih siapa yang akan jadi sumia mereka, Yang penting status “menikah” itu mereka dapat.
Dan factor utama yang menyebabkan tingginya angka “Perawan Tua” di negeri-negeri Teluk sana ialah tingginya biaya pernikahan yang mereka pasang kepada para calon pelamar mereka. Terlebih mereka wanita yang tinggal di perkotaan. Tentu bukan dari mereka, tapi dari para keluarga si wanita itu yang banyak mengingkinkan ini itu dan mensyaratkan ini itu. Dan ini memang kebiasaan yang pati terjadi di negeri-negeri sekitar semenajung jazirah tersebut.
Karena inilah para pemuda Teluk itu menjadi antipati akan pernikahan itu sendiri dan akhirnya memilih perempuan pedesaan untuk menjadi pendamping meraka karena mudah didapat dan juga murah biayanya. Tinggallah para wanita Kota namun malang itu menjadi sendiri, tak tahu sampai kapan ia harus menunggu sang “Milyarder” datang untuk melamar.
Waktu terus berjalan, sang perawan kaya pun tak jua menemui sang Milyarder yang akhirnya bertumpuklah jumlah perawan tua di negeri tersebut. Takut didahului oleh sang kematian, dan tak ingin meninggalkan dunia ini dengan status “Perawan”, akhirnya membuat para wanita mapan itu membuka pintu selebar-lebar untuk siapa saja yang datang tanpa syarat. Maklum di negeri-negeri tersebut masih memegang kuat budaya dan syariat bahwa “seburuk-buruk mayat ialah mayatnya perawan/perjaka”.
Itu dari satu sisi, sisi lain yang menyebabkan Nikah Misyar ini berkembang juga banyak, diantaranya ialah keinginan tersalurkannya hasrat Biologis mereka. Ini berlaku baik bagi laki atau juga wanita, baik itu perawan/perjaka atau pun duda/janda. Atau juga mereka yang sudah mempunya pasangan namun merasa kurang cukup dan tak mampu, akhirnya mereka memilih pasangan yang di-Misyar-kan. Yang penting hubungan mereka bukanlah hubungan yang haram.
Ya factor yang terkahir disebutkan tadi itu menurut saya lebih baik dibanding mereka harus “Jajan”. Yang sudah pasti itu haram dan buruk sekali bagi kesehatan. Tentu nikah Misyar ini tidak juga berarti baik sepenuhnya, banyak hal-hal yang kurang positif yang terjadi dalam nikah misyar itu sendiri, salah satunya ialah terabaikannya tujuan pernikahan itu sendiri sebagaimana yang telah banyak dijelaskan oleh Ulama.
FAKTA!
Sebelum kita mengetahui apa kata ulama tentang nikah jenis ini, saya ingin mengajak anda untuk sama-sama tahu tentang fakta yang terjadi di Negeri Teluk sana tentang pernikahan. Sekitar tahun 2008 silam, seorang aktivis social; Ahmad Al-Shughairi dalam sebuah acara yang dipandu serta produserinya sendiri, ia bersama tim melakukan peliputan yang lebih mirip seperti investigasi.
Ini dilakukan setelah adanya survey yang menunjukkan menurunnya tingkat pernikahan di negeri tersebut ketika itu yakni Jazirah Arab dan neger-negeri sekitarnya. Dan hasilnya yaa memang biaya yang sangat mahal, dan biaya itu bukanlah biaya wajib dari kerajaan setempat, akan tetapi biaya itu muncul dari pihak keluarga wanita yang banyak syarat ini itu. Orang-orang menyebut Persyaratan-persyaratan itu dengan sebutan “Al-Kalaaki’”yaitu bentuk Plular/jamak dari “Kalka’”.
Sulit untuk mencari padanan kata tersebut dalam bahasa Indonesia, dan memang itu bukanlah bahasa yang mempunyai arti, tetapi itu istilah yang biasa mereka pakai untuk mengartikan persyaratan dan permintaan pihak wanita sebelum menikah. Mereka menamakannya dengan kata tersebut.
Dan Kalaaki’ inilah yang sering menjadi batu ganjalan bagi para pria-pria muda dan akhirnya mengurungkan diri untuk meminang sang pujaan hati. Kalaaki’ yang terlihat jelas ialah dari segi biaya. Banyak permintaan itulah yang akhirnya membuat biaya menjadi bengkak. Anda bisa bayangkan, dari liputan tersebut, sang pria harus mengelurkan biaya sebesar 50 Ribu Riyal hanya untuk sebuah perhiasan yang nantinya menjadi mahar. Itu untuk perhiasan saja.
Selanjutnya sang pria juga dibebankan untuk membeli segala perabotan rumah tangga yang nantinya akan dipakai untuk kebutuhan rumah tangga mereka berdua. Seperti kasur, lemari, perabotan dapur dan sebagainya itu. Dan untuk yang ini sang pria “malang” harus mengeluarkan uang lebih kurangnya sebesar 20 sampai 38 Ribu Riyal.
Belum cukup sampai disitu, si pria juga harus menyewa gedung untuk resepsi pernikahannya nanti. Dan gedung saja tak cukup, harus ada perhiasan gedung dan juga yang tak boleh ketinggalan yaitu baju pengantin, wedding dress. Dan untuk itu semua diperlukan biaya sebesar 50 ribu sampai 65 ribu Riyal. Bayangkan!
Kalau dihitung keseluruhan, biaya pernikahan mencapai 138 ribu Riyal!!!! Bisa kah anda membayangkan itu semua? Dan itu belum termasuk biaya untuk berbulan madu, beruntung kalau sang wanita tidak menuntut itu, bagaimana kalau wanita menuntut?
Segala tuntutan ini sangat timpang jika dilihat dari rata-rata penghasilan yang diperoleh kebanyakan pemuda perbulannya yang berkisar antara 4 Ribu sampai 6 Ribu Riyal ketika itu. Dan hasil liputan itu semua terjadi di tahun 2008, lalu bagaimana hitungan dengan tahun 2012 sekarang ini? Tentu semakin besar.
Ada satu lagi nbentuk Kalaaki’ yang masti ada di kebiasaan orang Teluk sana, yaitu Kalaaki’ yang berhubungan dengan Suku. Ini tak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan orang Arab sana sampai sekarang masih sangat mempertimbangakan yang namanya kesukuan dalam menerima lamaran untuk anak gadis mereka. Makin susahlah nikah yang pada dasarnya ialah perkara halal yang mudah!
Seseorang pada suku atau kabilah tertentu terkadang tidak ingin menikahkan anak gadis dengan lelaki yang bukan suku yang sama, atau bisa dengan suku dan kabilah yang berbeda namun tentu dengan berbagai syarat dan ketentuannya.
Padahal jauh-jauh hari Rasul SAW telah mewanti-wanti dan memberi kita pentunjuk dalam menentukan siapa yang akan kita jadikan pendamping atau pasangan bagi anak gadis kita. Sabda Nabi SAW untuk para orang tua gadis atau walinya:
“Jika seorang laki-laki datang kepada mu (untuk melamar anak gadismu), dan kalian Ridho (senang) akan AGAMANYA dan AKHLAKNYA, maka nikahilah dia! Jika kau tidak menikahinya, niscaya akan muncul FITNAH dan KERUSAKAN di dunia” (HR Tirmidzi)
Lihat bagaimana Nabi SAW memberi kita nasihat tentang bagaimana harusnya. Yang menjadi standarisasi dan patokan ialah AGAMA dan AKHLAK, bukan harta, bukan juga suku. Dan perhatikanlah ancaman yang akan kita tanggung jika nasihat itu kita abaikan; FITNAH dan KERUSAKAN dibumi. Dan ini sudah terjadi.
Mempersulit jalan pernikahan berarti membuka pintu keburukan selebar-lebarnya. Dan ini yang juga terjadi di Indonesia. Banyak perempuan yang melahirkan diluar nikah, pernikahan yang semakin marak terjadi, baik yang secara sembunyi atau juga yang terang-terangan dan kemudian direkan lalu disebar melalui dunia maya.
Yang tak kalah meresahkan ialah pergaulan bebas antara para remaja laki-laki dan perempuan yang sudah semakin vulgar, tak perduli lagi tata karma dan kesopanan. Bukankah ini semua fitnah dan kerusakan dalam tatanan pertanahan negeri ini? Dimana anak mudanya sudah tak perduli lagi ikata-ikatan agama. Ini hasil jika kita terus menerus menutup pintu kebaikan yang halal dan mempersulitnya, yang dengan begitu kita membuka pintu keburukan. Na’udzdu Billahi Min Dzalik.
Yaa setidaknya, jika dibanding dengan negeri-negeri di semenanjung Jazirah sana, Kalaaki’ yang berlaku dinegara kita ini masih dibilang normal dan dalam batasan yang wajar. Di negeri ini biaya pernikahan masih terbilang murah dan terjangkau. Para orang tua gadis pun tidak terlalu banyak meminta para sang pria, begitu juga sang calon mempelai wanita yang tidak banyak minta ini-itu kecuali memang yang wajar diminta oleh kebanyakan wanita.
Walaupun kita juga tidak bisa menutup mata bahwa ada beberapa kalangan yang sangat serius juga memperhatika Kalaaki’ Kalaaki’ yang aneh, yang tidak kalah aneh dengan orang-orang Teluk sana.
Akhirnya pembicaraan ini hampir saja memalingkan kita dari topic awal artikel; yaitu hakikat hokum Nikah Misyar itu sendiri menurut pandangan Ulama. Baiklah kita kembali ke topic awal; Bagaimana Ulama memandang pernikahan jenis Misyar ini?
Lihat Artikel Selanjutnya tentang HUKUM NIKAH MISYAR
http://manbaululum.info/
ReplyDelete