Maulid atau Parede Sambutan?

Semalam (malam Kamis) kami, warga diundang oleh pengurus Rukun Tetangga (RT) yang juga merangkap menjadi pengurus Musholla setempat untuk menghadiri acar Maulid yang mereka selenggarakan.
Memang ini sebuah kebiasaan tiap tahun. Tapi saya tidak tahu apakah panitian kelupaan atan memang ketinggalan, tanggal maulid kan sudah lewat jauh.

Sejak sore hari jalan mulai ditutup, yang akhirnya membuat alur lalu lintas dialihkan ke gang-gang kecil (kebiasaan orang Indonesia; Potong-potong jalan). Panggung disiapkan, mayoritas warga (yang pada waktu itu ada dirumah) turun kejalan dimana perayaan Maulid akan digelar.

Undangan menyebutkan bahwa acara akan dimulia Ba'da Isya. tapi saya sendiri datang ke tempat acara sekitar pukul 21.00. agak lewat dikit tapi saya tidak salah toh itu juga masih dalam waktu ba'da Isya. Dan itu sengaja saya lakukan, berharap ketika datang saya langsung masuk ke acara intinya, yaitu ceramah sang ustazd. Jadi tidak perlu ikut pembukaan atau sejenisnya.

Dan saya juga hapal betul kebiasaan kebanyakan orang sini yang setiap bikin acara pasti waktunya "molor" dari waktu yang memang sudah mereka tentukan sendiri.
Benar saja, ketika saya datang, acara baru dibuka dengan pembacaan Barzanji yang diiringi oleh music rebana hadroh. Selesai hadroh saya pikir panitia akan langsung masuk keacara inti, yaitu siraman rohani dari sang ustazd, karena memang waktunya sudah agak malam; 21.15.

Harapan saya pupus, karena setelah tim hadroh turun sang MC meminta ketua panitia untuk memberikan sambutan sebagai pembuka acara juga. Waktu sudah menujukkan pukul 21.37 ketika ketua panitia turun dari panggung.

Dan harapan saya untuk segera naiknya sang ustazd kembali pupus karena setelah si ketua panitia, sekarang giliran tokoh Masyarakat yang memberika sambutan. Ya Allah….. kapan acara inti dimulai?
Sang tokoh masyarakat seperti memberikan ceramah bukan sambutan, karena beliau makan waktu cukup lama hingga selesai ketika jam menujukkan pukul 21.57. semua hadirin gusar, ada yang menguap karena mengantuk, ada juga bosen nunggu kapan sang ustazd naik panggung, padahal beliau ada disamping meja Panitia.

Ada juga yang melihat ke arah tidak tentu, kedepan, belakang, kiri dan kanan. Rupanya dia sudah tidak betah duduk ditengah-tengah para pendengar sambutan bertele-tele. Gelisah karena ia harus istirahat mengingat ia harus kembali kerja esok harinya, padahal ia sudah lelah seharian kerja tadi.

"kapan ustadznya nih? Dari tadi ni Maulid isinya sambutan mulu" kata salah seorang teman.

Rupanya panitia tidak juga mengerti situsi aundiens, berharap sang ustazd naik panggung eh panitia malah mempersilahkan sang Lurah untuk naik memberikan sambutan. Hadirin semakin gusar, beberapa dari mereka sudah meninggalkan tempat acara.

Yang parahnya lagi sang lurah memberikan sambutan bukan untuk acara Maulid ini, tapi malah membicarakan Pilkada yang akan digelar Juli nanti. Entah apa maksudnya. Yang paling menyakitkan lagi, setelah memberikan sambutan sang Lurah berawak Gendut itu langsung pulang meninggalkan tempat acara padahal sang ustazd belum naik. Alasannya "Ada urusan!". Jadi memang dia kesitu hanya untuk nyari simpati saja biar dibilang pemimpin yang cinta agama.  

Akhirnya setelah 3 sambutan yang tidak perlu (menurut saya) sang ustazd pun naik, dan itupun diselingi dulu dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Jadi tepat pukul 21.13 sang ustazd naik panggung.
Begitulah acara Maulid pinggiran Jakarta. Banyak waktu terlewatkan percuma hanya untuk sambutan-sambutan yang Cuma sebagai sarana "gagah-gagah-an" dari para tokoh. Semalam disini hanya 3 sambutan, mungkin kalau ditempat lain bisa lebih dari itu.

Waktu sambutan lebih banyak daripada waktu inti ceramahnya (acara selesai pukul 23.00). yang saya ketahui begitulah model acara Maulid atau acara-acara terbuka yang mengundang warga di sekitar pinggira-pnggiran Jakarta.

Sarana yang harus jadi tempat belajar dan menimba ilmu bagi para warganya, harus rela dipangkas jatahnya dan disisihkan untuk sambutan-sambuat basa-basi yang tidak penting. Akhirya warga pun tidak ter-cerdas-kan.

Jadi acara semalam saya lebih suka menyebutnya dengan "Parade Sambutan".

Namun agar tulisan ini tidak hanya berisi keluhan saya sebagai warga yang "dibodohi" lewat acara public itu, saya ingin mengutip sedikit kata snag ustazd ketika beliau membuka ceramahnya semalam.
Beliau dengan santai bertanya kepada hadirin: "Pak… Bu….. Mao masuk Surga? Mao?......... emang situ pantes???"

Salam parade sambutan.

Comments

  1. bagus bagus.saya jadi inget kejadian waktu ikutan maulid dipasar minggu.sekali-kali itu.

    ReplyDelete
  2. hehe, kang mansur curhat nih ye,, :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya