Istilah "Tajil" Buka Puasa Dalam Syariah
Sampai sekarang tidak diketahui kenapa menu atau hidangan ringan berbuka puasa disebut dengan istilah "Tajil". Entah dari mana datangnya istilah ini, apakah ini bahasa serapan atau memang ini istilah yang dibuat-buat saja kemudian secara tidak sengaja diterima oleh sebagian besar orang Indoesia dan kemudian menjadi lumrah?
Dan saya pun belum pernah mendengar ada ahli bahasa Indonesia yang membahas ini. Tapi yang paling dekat dengan kenyataan ialah bahwa kata "Tajil" diambil dari kata bahasa Arab yaitu kata [عجّل – يعجّل - تعجيل] 'Ajjala-Yu'ajjilu-Ta'jiil yang berarti bersegera atau menyegerakan.
Dinamakan demikian, karena memang dalam syariah ini berbuka puasa itu sunnahnya disegerakan dan tidak ada penundaan. Maksudnya kalau memang sudah masuk waktu berbuka ya langsung membatalkan puasa, tidak perlu lagi menunda sampai larut malam. Sunnahnya di-Ta'jil (disegerakan).
لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ
Nabi saw bersabda: "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka" (Muttafaq 'Alayh)
Mulai dari sinilah muncul istilah "Ta'jil", kemudian diserap menjadi "Tajil" (tanpa koma diatas setelah Ta yang menunjukkan huruf 'Ain). Dan tersebarlah kata Tajil itu yang kemudian mayshur dalam bahasa Indonesia walaupun sampai sekarang kata itu belum masuk KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Dan ini nama yang berbuah sunnah, karena memang namanya tajil yang bersumber dari istilah Ta'jil yang berarti menyegerakan. Orang-orang jadi lebih sigap dan seksama ketika berbuka, ingin sekali bersegera membatalkan puasa ketika waktunya tiba. Dan ini bagus sekali, karena memang sunnah-nya seperti itu.
Ta'Jil Ifthor & Ta'khir Sahur
Tapi sayangnya, itu hanya berlaku untuk berbuka puasa, tidak untuk bersantap sahur. Padahal dalam syariah ada istilah Ta'jil Al-Ifthor (menyegerakan berbuka) dan Ta'khir Al-Sahur (mengakhirkan sahur). Dan kedua-duanya adalah sebuah ke-sunnahan dalam berpuasa.
Sunnah menyegerakan berbuka puasa dan sunnah mengakhirkan santap sahur. Maksudnya mengakhirkan ialah bersantap sahur di waktu yang tidak terlalu jauh jaraknya antara makan dan waktu fajar (subuh). Jadi jarak keduanya sangat dekat bahkan sangat dekat sekali. Ini kesunnahan yang banyak dilupakan oleh kebanyakan orang.
Dalam redaksi hadits Ta'jil yang telah disebutkan diatas, dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan tambahan redaksi kalimat yang berbunyi,
وأخروا السحور
"…. Dan mengakhirkan sahur" (HR Imam Ahmad)
Jadi arti keseluruhannya menjadi; "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur"
Ini juga dikuatkan oleh hadits Anas bin Malik ra dari Zaid bin Tsabit ra, beliau bersabda:
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
"kami bersantap sahur bersama Nabi Muhammad saw lalu kami sholat (subuh) berjamaah", Anas berkata kepada Zaid: "berapa jarak waktu antara adzan (subuh) dan sahur kalian (bersama Nabi saw)?" Zaid menjawab: "sekitar bacaan quran 50 ayat" (HR Bukhori)
Jadi memang jarak waktu sahur Nabi saw dengan waktu fajar sangat dekat, hanya sekitar jangka waktu bacaan 50 ayat Quran yang dibaca dengan nada sedang, tidak cepat dan tidak lambat. Nah dengan 2 hadits diatas, ulama meurumuskan kesunnahan mengakhirkan sahur itu.
Kalau berbuka ada istilah Tajil, dan kemudian nama itu menjadi berkah karena orangpun mengamalkan Ta'jil itu sendiri dengan sigap menyegerakan berbuka. Seharusnya sahur pun demikian, mestinya istilah Ta'khir Sahur itu dipopulerkan, untuk menjadi kesunnahan dan kebiasaan orang dalam mengakhirkan sahur sebagaimana mereka juga menyegerakan berbuka.
Selain karena memang ini kesunnahan dalam, kebiasaan mengakhirkan sahur juga mempunyai hikmah kesehatan. Salah satu yang paling nyata ialah memperlama jangka waktu makanan untuk tetap berada didalam tubuh sehingga memperkuat tubuh. Karena makin dekat ke subuh, makin lama makanan akan diam hingga siang nanti.
Kebiasaan Keliru
Tapi sayangnya yang terjadi malah sebaliknya. Orang malah lebih suka menyegerakan makan sahur dibanding mengakhirkannya yang merupakan sebuah kesunnahan. Malam belum memasuki waktu sepertiganya, mereka justru sudah beres makan sahur.
Di musholla-musholla dan masjid-masjid beberapa tempat, sudah mulai ramai Tarhib Sahur dengan menyalakan pengeras suara sejak puku 02.00 pagi. Ini kan jelas menggangu waktu istirahat warga. Ini kebiasaan yang semestinya harus diluruskan. Yang parahnya lagi, mereka mengisi pengeras suara masjid itu bukan dengan sholawat atau lantunan ayat, tapi justru dengan nyanyian-nyanyian yang sangat tidak layak dikumandangkan dalam sebuah tempat ibadah.
Entah apa alasannya, mungkin agar bisa menonton serial sinetron sahur yang ada di tivi agar tak terganggu makan, atau memang senang dengan hiburan-hiburan sahur yang sepertinya sudah melampaui batas normal gurauan dan sebagainya yang membuat orang senang sekali menyegerakan sahur.
Malah ada yang malas sahur dan mensiasatinya dengan sahur di tengah malam, lalu kemudian tidur hingga waktu subuh tiba, atau malah bablas hingga tak sholat subuh. Na'udzu billah
Padahal selain menguatan badan, sahur juga merupakan suatu kesunnahan yang pastinya dengan menyantap sahur itu kita mendapat pahala. Terlebih lagi bahwa dalam waktu sahur itu ada keberkahan.
قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةٌ.
Nabi saw bersabda: "Bersahurlah karena dalam sahur itu ada keberkahan" (Muttafaq 'Alayh)
Wallahu A'lam
Comments
Post a Comment