Mungkin sekarang bukan hal yang aneh lagi kalau ada orang tua yang menyusui cucunya, melihat banyaknya ibu-ibu muda, bahkan sangat muda yang sudah melahirkan anak, tapi masih sangat disibukkan dengan pekerjaan. Sulusi yang paling sering diambil ialah menitipkan anak itu ke orang tuanya. Selaikn aman, cara ini juga dinilai sebagai cara yang efisien dan juga ekonomis, karena tidak ada orang tua yang meminta 'digaji' ketika merawat cucunya sendiri. Dan ternyata, menitipkan anak ke orang tua juga tidak terbatas pada masalah merawat ketika si ibu muda ini bekerja. Akan tetapi lebih dari itu, tidak jarang ada orang tua yang dititipkan cucunya itu malah menjadi ibu susu bagi cucunya. Ya. Karena bagaimanapun kebutuhan bayi akan asi sangat besar, sedangkan si ibu muda tidak punya waktu dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan bayinya tersebut, maka jadilah sang nenek sebagai ibu ASI buat cucunya. Ada lagi mungkin factor yang umum, walaupun jarang, yaitu
dalam keadaan tertentu mungkin tidak semua ulama yang melibatkan diri didalam politik termasuk bikin fatwa bisa dikatakan pesanan...
ReplyDeletemisalnya keadaan di Mesir, jika para ulama mendukung koalisi islamis bahkan dengan fatwa itu lebih baik daripada tidak ikut campur dalam pertarungan politk yang sudah jelas jelas terpolarisasi jadi Islam vs Sekuler,,, macam pengalaman kita dgn Masyumi di Indoensia dulu wallahu a'lamm
gimana menurut kang Zarkasyi?
kunjungan balik ya akhh hehe
Oiya kang ayub dalam kondisi tertentu memang tidak semua ulama yg ikut campur politik itu buruk.
ReplyDeleteSama seperti fiqih yg didalamnya ada pembahasan tentang ististna' dimana kondisi yag terjadi tidak sesuai biasanya. Maka hukum yg ditetapkan pun menjadi berbeda.
Tapi dalam kondisi normal2 saja kan menjadi aneh kalo ada ulama yg keliatanya kok ngekor ama peguasa, hihi na'udzu billah...
Kang, soal masyumi, hehe saya tidak mengalaminya tuh, tidak hidup dizamannya. Kayanya ane kudu dapet pengetahuan soal itu dari kang ayub nih...
Kalau ada ulama karbitan, maka ada yang lebih parah lagi, KIYAI KARBITAN. Buktinya ? Sekarang ini kalau ada yang mau dipanggil kiyai, ikuti saja Pendidikan Kader Ulama, paling lama setahun. Selesai pendidikan para alumninya mendapat gelar KIYAI MUDA dan berhak menuliskan gelar tersebut didepan namanya. Misalnya KM. Ahmad Zarkasih (maaf saya ambil contoh nama antum karena kalau nama lain saya khawatir ada yang tersinggung, tapi kalau nama antum saya pakai, paling2 antum tertawa terbahak-bahak). Bagaimana mungkin seseorang yang hanya belajar setahun, punya dasar ilmu agama seadanya, kemudian dengan bangganya menulis namanya dan minta dipanggil dengan gelar kiyai ?. Padahal setahu saya seseorang itu dipanggil kiyai atau dianggap ulama oleh masyarakat karena pengakuan dari masyarakat sekitarnya atas kedalaman ilmu agama orang tersebut dan bukan karena pendidikan yang hanya setahun tersebut. Membentuk manusia supaya menadi ulama memang bagus, tapi kalau dengan cara karbitan seperti ini, saya pikir lebih baik kegiatan seperti ini ditinjau ulang manfaatnya bagi ummat Islam, atau lebih baik dihentikan sama sekali. Saya khawatir manusia2 semacam inilah yang nanti akan jadi ulama pesanan seperti yang antum tulis. Naudzubillahi min dzaalik. Jazaakallahu khoirol jazaa'. Wallahu a'lamu bishshowaab.
ReplyDeletehihi. benar dugaan mas isnan. saya ketawa baca nama saya ada KM nya. hehe
ReplyDeleteya na'udzubillah, mudah2an Allah menjaga kita dari penyakit "pengen diberi gelar" tersebut..
sebagaimana Allah telah wanti-wanti kita, jangan sampai jadi orang yang berkata sesuatu tapi tidak mendasari perkataan nya tersebut kecuali hanya dengan dugaan-dugaan dan saya kira saya kira. begitu kalau ulama yang tak berilmu.
ketika ditanya jawabannya: "saya kira".. wallahul-musta'aan.