Wanita Ziarah Kubur, Boleh Ngga?

Sebenarnya masalah seperti ini, ialah masalah yang klasik bukan lagi masalah yang baru. Sudah banyak Ulama yang telah membicarakan ini sejak puluhan tahu yang lalu. Tapi karena ada yang menanyakan ini, kenapa tidak dijawab?

Pertama: harus diketahui bahwa wanita biasanya punya perasaan yang lebih lemah daripada laki-laki da biasanya gampang sedih lalu menangis.

Ulama dalam hal ini bersepakat, kalau wanita itu berziarah dan ziarahnya itu hanya membuatnya terus bersedih dan menangisi yang sidah pergi, atau malah memmbuatnya frustasi, maka yang sepeti ini di”haram”-kan. Karena pekerjaannya ini seperti orang yang tidak me-ridhoi ketentuan Allah swt. Dan pekerjaannya itu termasuk “Niyahah”, yaitu menangisi kematian sesorang berlarut-larut.

Kedua: bagaimana jika kondisinya berbeda. Kondisi wanita sekarang walaupun lemah, tetapi tidak sepeti dulu yang selalu menangisi dan terbawa perasaan ketika melihat saudara atau orang tercintanya pergi. Mereka sudah lebih kuat.

Artinya, kalaupun nanti ia berziaroh, ia tidak akan lagi menangisi atau bersedih-sedih terlalu lama. Dalam hal ini (Seperti biasa) Ulama berbeda pendapat kedalam 3 kelompok: ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan saja, ada juga yang mebolehkan secara mulak.

YANG MENGHARAMKAN
Diantara ulama yang masyhur dalam kelompok ini ialah Shaik Al-Islam IBnu Taimiyyah. Dan tentu saja beliau tidak sendirian, ada banyak ulama yang sependapat dengan beliau termasuk muridnya Sheikh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah.

Dalilnya:
Pertama:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
dari Abu Hurairoh ra, beliau berkata: “Rasul saw melaknat para wanita-wanita peziarah kubur” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad) Imam Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits ini mengatakan bahwa hadits ini hadits Hasan Shohih.

Di redaksi hadits ada kata “laknat”. Dalam kaidah ushu Fiqih, kalau ada laknat dalam rdaksi nash-nash syar’i berarti itu menunjukan suatu keharaman.

Kedua:
Dalam Shohih Muslim ada hadits yang mengatakan bahwa Rasul saw melarang umat islam ini untuk berziaroh namun kemudian larangan itu dicabut, dan umat islam dibolehkan untuk berziaroh.
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Dan redaksi katanya itu umum, mencakup laki-laki dan perempuan, maka boleh-boleh saja perempuan itu berziaroh.

Menurut kelompok ini, pendapat seperti itu tidaklah bisa dijadikan dalil. Walaupun memang hadits itu membolehkan, tapi redaksi haditsnya itu umum. dan larangan untuk wanita berziaroh itu haditsnya khusus, dan dalam kaidah ushul, dalil Umum menjadi dalil kalau tidak ada dalil khusus, kalau ada dalil khusunya maka dalil khusus itulah yang dikerjakan.
(Majmu’ Al-Fatawa 24/344)

Ketiga:
Sifat perempuan itu aslinya ialah lemah dan tidak kuat menahan kesedihan, terlebih atas kepergian orang yang dicintainya. Kalau dibolehkan begitu saja, dikhawatirkan ini akan membuatnya melakukan hal-hal yang diharamkan seperti “An-Niyahah” itu tadi. (Al-Mughni 2/430)

YANG ME-MAKRUHKAN
Pendapat ini dipegang oleh mayoritas (Jumhur) Ulama dari 4 mazhab Fiqih, hanya memang mazhab hanafiyah, mayoritas Ulamanya lebih condong kependapat yang ketiga.

Dalil.
Pertama:
Memang ada dalil pelaranganan seperti yang telah disebutkan pada dalil kelompok awal yaitu: “Rasul saw melaknat para wanita-wanita peziarah kubur”. Akan tetapi pengharaman menjadi tidak mutlak karena ada dalil-dalil lain yang membuatnya menjadi tidak haram. (Qorinah Shorifah ‘An At-Tahrim)

Contohnya hadits nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shohihnya (no. 1619) yang menjelaskan bahwa Nabi saw pernah mengajarkan ‘Aisyah doa untuk berziaroh:
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُون
Ini redaksi doa yang diajarkan Nabi saw kepada ‘Aisyah ketika berziaroh. Kalau lah saja seandainya berziaroh itu diharamkan, tentu Nabi saw tidak akan mengajarkan doa tersebut kepada ‘Aisyah.

Juga hadits Shohih riwayat Imam Bukhori:
قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُون
“Rasul saw pernah melewati sebuah kuburan dan melihat seorang wanita menangis didepan kuburan itu. Kemudian rasul berkata kepada wanita tersebut: bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah. Kemudian perempuan itu membalas: “pergilah kau dari ku, kau tidak merasakan kesedihan yang aku rasakan!” (HR. Bukhori no. 1203)

seandainya seorang wanita itu dilarang untuk berziarohm pastilah Nabi saw melarang wanita tersebut, bukan malah menasehatinya.

Yang lebih jelas lagi ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari sahabat Abdullah bin Abi Malikah: beliau berkata:
أن عائشة أقبلت ذات يوم من المقابر فقلت لها : يا أم المؤمنين من أين أقبلت ؟ قالت : من قبر أخي عبد الرحمن بن أبي بكر فقلت لها : أليس كان رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن زيارة القبور قالت نعم كان نهى ثم أمر بزيارتها
bahwa aku pernah bertemu Aisyah dipemakaman, kemudian aku bertanya: dari mana kau ‘Aisyah?, beliau menjawab: dari kuburan saudaraku Abdurrahman bin Abu Bakr, lalu aku betanya: bukankah Rasul telah melarang (wanita) untuk berziaroh kubur?. Aisyah menjawab: Ya! Tapi kemudian Rasul saw memerintahkannya lagi. (pelarangnnya di angkat) (HR Hakim. No, 1392 / Al-Mustadrok)

kedua:
sama seperti kelompok pertama, yaitu: bahwa Sifat perempuan aslinya ialah lemah dan tidak kuat menahan kesedihan, terlebih atas kepergian orang yang dicintainya. Kalau dibolehkan begitu saja, dikhawatirkan ini akan membuatnya melakukan hal-hal yang diharamkan seperti “An-Niyahah” itu tadi. (Al-Mughni 2/430)

YANG MEMBOLEHKAN
Kelompok ini kebanyakan dianut oleh mayoritas Ulama mazhab Hanafi, dalil mereka ialah bahwa larangan ziarah untuk wanita yang ada dibeberapa hadits itu sudah di palingkan keharamannya dengan banyaknya dalil yang menyatakan kebolehan ziarah kubur bagi wanita, seperti yang telah dipaparkan diatas.

Dan juga pengharaman yang ditujukan kepada wanita tersebut itu didasarkan atas sifat wanita yang mudah bersedih dan sering meratapi. Nah ternyata kenyataannya, zaman sekrang wanita tidak lagi cengeng seperti dahulu, maka keharamannya itu tidak lagi ada. Akan tetapi jika wanita yang bersangkutan mempunya sifat-sifat “cengeng” seperti itu lagi, maka hukumnya menjadi haram. Jadi tergantung kepada sifat wanita itu sendiri.

KESIMPULAN
Setelah melihat paparan dalil kelompok masing-masing, saya melihat –Wallahu A’lam- bahwa pendapat Jumhur Ulama yaitu yang me-mekruhkan itu lebih cocok. Tentu karen dalil yang dipaparkan sangat relevan dan tidak saling bertabrakan.

Kemudian juga ini mengambil jalan tengah yang “pas”, tidak mengharamkan, tapi juga tidak membolehkan secara mutlak. Artinya kalau di bolehkan begitu saja secara mutlak, justru ini tidak cocok, karena bagaimanapun wanita adalah wanita yang mempunyai sifat lebih lemah dan sering mengedepankan perasaan, dan mudah bersedih.

Kalau dibolehkan begitu saja, dikhawatirkan akan membuatnya melakukan hal-hal yang diharamkan, semisal meratapi secara berlebihan dan juga An-Niyahah seprti yang telah disebutkan diawal.

Namun kalau diharamkan pun tidak arif rasanya. Karena ziarah kubur ialah suatu ibadah yang baik, dan salah satu hikmah ziarah ialah mengingatkan pada kematian dan lainnya. Kalau diharamkan justru itu akan menutup pintu ibadah bagi wanita.

Jadi intinya, boleh lah bagi wanita berziarah tapi jangan lebay! :D

Wallahu A’lam

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya