Qadha Sholat, Ada Ngga sih?

Dalam hal meninggalkan sholat, semua ulama sepakat bahwa yang meninggalkannya harus mengqadha'-nya kalau ia meninggalkannya karena lupa atau tertidur. Ini bedasarkan hadits Nabi saw yang memamng secara eksplisit menyebutkan itu.

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
"Siapa yang lupa sholat (dan meninggalkannya), atau tertidur, maka kafaratnya ialah ia harus mengerjakannya ketika ia ingat" (HR Muslim)

Sampai sini tidak ada masalah, tapi kemudian ulama berselisih paham tentang orang yang meninggalkan sholat karena sengaja tanpa udzur, apakah ia harus meng-qadha'-nya atau tidak.

[1] Tidak Ada Qadha'. Ini adalah pendapat madzab Zohiri dan didukung oleh Sheikh Ibnu Taimiyyah.[1]

[2] Wajib Qadha'. Ini pendapat ulama fiqih 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali).[2]

Kita akan bahasa dalil masing-masing kelompok ini mulai dari kelompok yang mengatakan bahwa tidak ada qadha sholat, yaitu pendapat Imam Abu Daud Al-Zohiri yang kemudian direkam oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, dan juga pendapat Sheikh Ibnu Taimiyyah.

[1] Tidak Ada Qadha'

Secara tegas, Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi mengatakan dalam kitabnya Al-Muhalla, bahwa tidak ada yang namanya syariat qadha sholat kecuali bagi yang lupa dan tertidur. Lalu apa yang harus dilakukan?
Yang harus dilakukan ialah memperbanyak istighfar, berbuat kebajikan, memperbanyak sholat sunnah agar nanti timabangan kebaikannya meningkat diakhirat.  

Pekerjaan Sia-sia dan Tidak Diterima

Imam Ibnu Hazm dengan yakin bahwa tidak ada qadha sholat, karena tidak ada syariatnya, dan itu hanya pekerjaan yang sia-sia. Bahkan, Sheikh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa-nya mengatakan bahwa jika ia melakukan qadha sholat, secara zahir itu sah dan bisa dikerjakan, tapi sayangnya sholatnya secara diterima. Beliau mengatakan:

فَالْكَلَامُ فِي هَذَا مُتَّصِلٌ بِالْكَلَامِ فِيمَنْ أَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ نِفَاقًا أَوْ رِيَاءً ، فَإِنَّ هَذَا يُجْزِئُهُ فِي الظَّاهِرِ ، وَلَا يُقْبَلُ مِنْهُ فِي الْبَاطِنِ
"Pembahasan masalah ini berhubungan dengan orang yang sholat dan membayar zakat namun secara nifaq (munafiq) dan riya', secara zahir itu sah, tapi secara bathin itu tidak diterima!"[3]   

Kemudian, apa dalil kelompok ini sehingga mengatakan bahwa qadha sholat itu tidak ada?

Pertama: dengan dalil hadits diatas, bahwa yang dibolehkan qadha itu ialah orang yang lupa dan tertidurm sedangkan orang yang sengaja itu tidak termasuk dalam 2 golongan yang disebutkan dalam hadits tersebut, maka tidak ada qadha baginya.

Kedua:  Allah swt telah menentukan waktu bagi setiap sholat, seperti waktu ashar sampai terbenam matahari, subuh sejak terbit fajar sampai terbit matahari, dan seterusnya. Allah berfirmam:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya sholat bagi orang mukim ialah kewajiban yang sudah terwaktu" (An-Nisa' 103)

Kalau orang dibolehkan meng-qadha' sholat, lalu buat apa Allah swt membuat batasan-batasan waktu masing-masing sholat? Seperti halnya haji atau puasa, itu semua sudah ada waktunya tertentu. Tidak sah orang berhaji kecuali di bulan dzulhijjah, dan tidak sah seorang berpuasa di malam hari. Maka begitu juga sholat.

Ketiga: Imam Ibnu Hazm mengatakan bahwa semua sepakat kalau mengerjakan sholat pada waktunya itu adalah sebuah ketaatan, dan meninggalkannya ialah sebuah kemaksiatan. Jadi orang yang meninggalkan sholat secara sengaja, ia berdosa karena itu maksiat.

Lalu bagaimana bisa sebuah maksiat diganti dengan sebuah ketaatan, yaitu sholat di selain waktunya?

Keempat: Allah swt dalam surat Al-Ma'un (4-5) mengancam orang-orang yang meninggalkan sholat dengan wail (kecelakaan), bahkan dalam beberapa tafsir dikatakan bahwa wail itu ialah nama salah satu lembah di neraka jahannam.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (.) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
"Maka Wail (celaka) bagi mereka yang sholat. Yang sholat tapi lalai akan sholatnya"

Walaupun terjadi perbedaan pendapat tentang makna wail itu sendiri, tapi yang pasti bahwa mereka yang mengerjakan sholat tapi di luar waktu, takni orang lalai itu mendapat ancaman. Dan kalau ada ancaman berarti pekerjaan itu tidak diridhoi Allah swt, dan yang tidak diridhoi Allah itu ialah pekerjaan yang haram.

Di akhir pembahasan, beliau (IbnuHazm) mengaskan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang juga dipegang oleh beberapa sahabat, seperti Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Abi Waqqosh, dan dari tabi'in Muhammad bin Sirin serta Umar bin Abdul Aziz.[4]

[2] Wajib Qadha Sholat

Ini adalah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama madzhab fiqih yang muktamad, bahkan Imam Al-Nawawi dalam kitabnya menyebutkan bahwa adanya qadha sholat bai orang yeng meninggalkannya secara sengaja ialah Ijma' (Konsensus). Karena ini Ijma', maka tidak ada yang boleh menyelisihinya.[5]

Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal pun yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja itu kafir, status kafirnya masih terhalang jika ia mau mengqadha sholatnya ketika sang Imam memerintahkan, kalau tidak mau baru lah ia dihukumi kafir dan di bunuh. Jadi ia masih harus meng-qadha sholatnya.[6]

Imam Al-Showi dari kalangan Malikiyah mengatakan bahwa pendapat tidak adanya qadha sholat bagi yang meninggalkan sholat secara sengaja ialah pendapat yang syaadz (aneh) dalam litelatur fiqih.[7]

Dalil kelompok ini ialah;

Pertama: Dengan hadits yang sudah disampaikan di atas tadi bahwa yang lupa dan tertidur sehingga meninggalkan sholat maka ia harus menggantinya ketika ingat. Dan hadits seperti ini banyak diriwayatkan oleh semua ahli Sunan (Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah) termasuk Imam Al-bukhori dan Imam Muslim walau dengan lafadz yang berbeda.

Memang benar yang diwajibkan qadha itu hanya orang yang lupa atau tertidur, dan yang sengaja tidak ada. Tapi ingat bahwa dalam syariah adalah Dalalah Al-Manthuq [دلالة المنطوق] dan Dalalah Al-Mafhuum [دلالة المفهوم].

Manthuq (Teks)-nya memang tidak disebutkan, tapi Mafhuum (yang dipahami dari konteks)-nya justru yang meninggalkan sholat dengan sengaja lebih wajib meng-qadha. Ini yang disebut dengan Qiyas Jaliy [قياس جلي], kalau yang meninggalkan karena lupa dan tertidur aja harus meng-qadha, padahal itu tak sengaja, apalagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Maka kewajiban qadha jauh lebih berat untuknya.

Sama seperti keharaman memukul orang tua, yang telah menjadi kesepakat oleh seluruh ulama sejagad raya. Tapi apakah ada dalil keharamannya? Tidak ada! Yang ada itu ialah haram berucap "Ah" kepada orang tua, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Isra ayat 23.

Tapi ulama kemudian mengambil kesimpulan dengan memahami konteks teks yang ada, bukan hanya teks-nya saja. Kalau berkata "Ah" saja tidak boleh, apalagi memukul yang jauh lebih menyakitkan.

Kenapa Hanya Orang Lupa dan Tertidur Yang Disebut?

Imam Badr Al-Diin Al-'Ainy, seorang faqih Hanafiyah menjelaskan kenapa sebab Nabi saw hanya menyebutkan orang tertidur dan lupa dalam hadits tersebut, kenapa tidak langsung saja Nabi saw mengatakan; [من تركها]"Siapa yang meninggalkan", bukan dengan redaksi; "lupa atau tertidur"?   

Itu karena Nabi saw memperhatikan adab, karena meninggalkan sholat secara sengaja bukanlah prilaku seorang muslim. Karena itu nabi mengatakan seperti itu sebagai bentuk husnudzon (prasangka baik) kepada muslim. Akan tetapi hukum yang terkandung di dalam hadits tersebut tidak terbatas hanya untuk orang yang lupa atau tertidur, tapi justru untuk semua yang meninggalkan sholat, sengaja atau tidak.[8]  

Kedua: Seorang muslim ketika masuk waktu sholat, maka sholat itu menjadi kewajiban buat dirinya, menjadi tanggungan yang harus diselesaikan, dan kewajiban itu tidak akan gugur sampai ia melaksanakannya. Walaupun waktunya telah lewat, kewajiban sholat masih menempel kepadanya karena itu sama sekali ia belum melaksanakannya.

Sama seperti hutang, kewajiban menlunasi hutang tersebut tidak gugur sampai ia melunasinya, walaupun telah lewat temponya lama. Sholat pun demikian, ia menempel dalam diri seorang muslim dan tidak gugur sampai ia melaksanakannya.

Kenapa disamakan dengan hutang?
Nabi saw yang menyamakannya dengan hutang. Ingat bagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan Muslim dalam kitab shahihnya? Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seseorang datang ke Nabi dan mengatakan bahwa saudarinya bernadzar untuk haji namun belum sempat melaksanakan, ia meninggal dunia.(HR Al-Bukhori 6205)

Ia menanyakan perihal kewajibannya tersebut, karena ketika seorang sudah bernadzar, maka ia sama saja mewajibkan sesuatu yang dinadzarinya itu untuk dilakukan walaupun sejatinya tidak wajib.

Dalam riwayat lain di Shahih Muslim disebutkan dengan redaksi cerita yang berbeda tapi sama tentang kewajiban, yaitu tentang kewajiban puasa yang ditinggal oleh ibunya, kemudian nabi menjawab dengan jawaban yang sama pada hadits diatas.

أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتِ تَقْضِينَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ

"Bagaimana jika ibumu itu punya hutang, apakah kau akan melunasinya?", ia menjawab: "ya!", Nabi meneruskan: "Maka begitu juga hutang kepada Allah, itu jauh lebih berhak untuk dilunasi!" (HR Muslim 1936)

Jadi kewajiban itu sama seperti hutang, yang tidak bisa dilunasi kecuali dengan melunasinya yaitu dengan melaksanakannya. Dan menganalogikan kewajiban dengan hutang bukanlah karangan ulama, akan tetapi Nabi saw sendiri yang mencontohkan.

Ketiga: Meng-Qadha' ­sholat di luar waktunya ialah bukan dimaksud dengan mengganti maksiat dengan ketaatan. Bukan itu! Meng-qadha' sholat ialah melakukan kewajiban, yaitu kewajiban ketika seeorang tidak bisa melakukan kewajiban di waktunya yang tepat. Karena tidak bisa melakukan sholat pada waktunya, ia berdosa. Tapi ia berkewajiban qadha'.

Kalau memang mengganti kemaksiatan dengan ketaatan tercela sebagaimana disebutkan oleh kelompok pertama, tapi kenapa mereka mengharuskan orang yang meninggalkan sholat dengan perbanyak istighfar dan sholat sunnah?

Bukankah itu juga ketaatan? Kalau begitu ini menjadi pertanyaan balik kepada mereka. Kenapa mereka mengganti kemaksiatan (meninggalkan sholat) dengan istighfar yang merupakan sebuha ketaatan?

Keempat: Allah swt berfirman dalam Thaha ayat 14:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
"dan dirikanlah sholat untuk mengingatku".

Imam Al-Qurthubi, seorang Ahli tafsir bermadzhab Malikiyah yang membahas tafsir dalam kitabnya dengan pendekatan hukum fiqih ini menjelaskan bahwa ayat ini secara jelas mewajibkan seseorang yang meninggalkan sholat secara sengaja untuk meng-qadha'-nya.

Karena ini perintah yang jelas untuk mengingat Allah swt, maksudnya ialah mengingat Allah swt dengan sholat. Maka yang belum sholat belum mengingat Allah swt. Seorang muslim tidak dikatakan mengingat Allah swt sampai ia sholat, karena itu sholat menjadi wajib, walapun sudah di luar waktu.

Adapun pengkhususan orang yang tidur dan lupa sebagaimana dalam hadits, itu bukan pengkhususan kewajiban, akan tetapi itu khusus peniadaan dosa. Orang yang tertidur atau lupa, mereka tidak berdosa akan tetapi tetap wajib qadha', dan yang meninggalkan sholat dengan sengaja, ia berdosa karena itu maksiat, dan tetap wajib qadha. Bagaimana tidak? toh yang lupa dan tertidur saja wajib qadha, apalagi yang sadar![9]

Wallahu A'lam   



[1] Al-Muhalla 2/10, Majmu' Al-Fatawa 22/18
[2] Al-Binayah Syarhu Al-Hidayah 2/583, Hasyiyah Al-Showi 1/364, Al-Majmu' 3/71, Al-Mubdi' fi Syarhi Al-Muqni' 1/313
[3] Majmu' Al-Fatawa 22/19
[4] Al-Muhalla 2/13
[5] Al-Majmu' 3/71
[6] Al-Mughni 2/297
[7] Hasyiyah Al-Showi 1/364
[8] Al-Binayah Syarhu Al-Hidayah 2/583
[9] Tafsir Al-Qurthubi 11/178

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya