Imam Madzhab Dicela oleh Awam

Berikut beberapa contoh kasus dimana para Imam Madzhab sering sekali dicela dan direndahkan pendapatnya oleh beberapa orang yang memang mereka tidak mengerti sama sekali bagaimana seorang Faqih memindai suatu hukum masalah dari dalil-dalil Al-Quran dan Sunnah. 

Puasa 6 Hari Syawwal

Penulis masih ingat sekali bagaimana marahnya beberapa orang yang merasa paham syariah karena ada sebagian orang menganggap bahwa puasa 6 hari syawal itu adalah Makruh.

Kita tidak bisa pungkiri bahwa ini adalah pendapatnya Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki. Tapi kenapa mereka sebegitu marahnya dan habis-habisan mencela orang yang mengeluarkan statmen ini padahal ia hanya mengutip dan mengikuti madzhabnya Imam Malik. Itu saja! Lalu kenapa mereka marah?

Kemarahan mereka bukti bahwa mereka tidak mengerti. Mencela dan menghina pandapat kemakruhan puasa 6 hari syawal dan membicarakannya berhari-hari bukti bahwa mereka sama sekali tidak paham fiqih dan tidak menerima perbedaan itu sendiri.

Iya memang ada hadits yang menerangkan fadhilah itu, bahwa puasa syawwal 6 hari itu punya keutamaan seperti puasa sepanjang masa sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim dari sahabat Abu Ayyub Al-Anshori. Dan ini menunjukkan kesunnahan:

"barang siapa yang berpuasa ramadhan, kemudian di ikuti dengan 6 hari bulan syawal maka ia seperti puasa satu tahun penuh." (HR. Muslim)

Akan tetapi Imam Malik dan Imam Abu Hanifah tidak memandang ini sebagai sebuah kesunahan, tapi malah menjadi sebuah kemakruhan. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bukan tidak tahu ada hadits ini. Dan mereka bukan tidak mengerti kandungan hadits ini, dan mereka pula sama sekali tidak mengingkari hadits ini.

Tapi harus diketahui bahwa hadits ini, jalur periwayatannya adalah Ahadd, yang dalam kaidah mustholah hadits, hadits ini hanya diriwayatkan oleh satu orang di masing-masing tingkatan sanad perawi.

Sedangkan Imam Malik sangat mengedepankan 'Amal Ahli Madinah (Pekerjaan Penduduk Madinah) dibanding hadits yang diriwayatkan oleh satu orang di masing-masing tingkatan sanad.

Kenapa demikian?

'Amal Ahli Madinah adalah sumber dasar syariah yang jauh lebih kuat dari hadits Ahaad, karena hadits Ahaad hanya diriwayatkan oleh seorang saja, sedangkan 'Amal Ahli Madinah memang tidak tertulis, tapi priwayatannya itu bukan dari seorang saja, akan tetapi seluruh penduduk Madinah. Dan penduduk Madinah bukan hanya satu orang.

Kita tahu bahwa memang syariah itu tumbuh pesat setelah hijrahnya Nabi saw dari Mekkah ke Madinah, tentulah banyak yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat ketika itu di Madinah, dan secara akal serta logika penduduk Madinah pasti akan mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat kalau memang itu sebuah ibadah, terlebih jika itu sebuah kewajiban. Dan kebiasaan itu pasti terus turun temurun diikuti oleh anak cucu mereka. Secara langsung bahwa 'Amal Ahli Madinah adalah menjadi sumber dalil yang kuat karena diriwayatkan oleh orang se-madinah.

Jadi mana yang lebih kuat? Hadits Ahaad yang hanya diriwayatkan oleh satu orang atau 'Amal Ahli Madinah yang diriwayatkan oleh orang satu negeri?

Dan masalah puasa syawal yang 6 hari itu tidak pernah dikerjakan oleh penduduk madinah. Setelah ber-ied Al-Fithr, penduduk madinah tidak ada yang sibuk berpuasa.dan Rasul berada di Madinah lebih dari 10 tahun, itu berarti penduduk Madinah sudah melewati bulan syawwal bersama Nabi saw lebih dari 10 kali. Tapi tidak ada dari mereka yang berpuasa.

Dan ini sebuah hal yang kurang dimengerti jika para sahabat melewati lebih dari 10 kali syawal tapi kenapa hanya ada satu sahabat yang meriwayatkan sunnahnya puasa 6 hari syawal.

Ini yang menjadi pegangan madzhab Maliki.

Sholat Tahiyatul Masjid Ketika Khotib Sedang Berkhutbah

Ini juga yang sering menjadi masalah, orang-orang sudah sering kali menganggap bahwa sunnah hukumnya mengerjakan sholat tahiyatul masjid walaupun Imam sedang diatas mimbar berkhutbah.

Ini didasari oleh hadits dari shahih Imam Bukhori dan Imam Muslim yang menceritakan bahwa sahabat Sulaik Al-Ghothofani terlambat datang ke masjid yang ketika itu Nabi sudah berada di atas mimbar berkhutbah, kemudian datang Sulaik yang langsung duduk akan tetapi Nabi menyuruhnya berdiri kembali dan sholat 2 rokaat. (HR. Bukhari no. 930 dan Muslim no. 875)

Ini yang dijadikan dasar oleh Imam Ahmad bin Hanbal (madzhab Hanbali) sebagai dasar kesunnahan tahiyatul-masjid walaupun Imam sedang berkhutbah. Dan ini yang kebanyakan orang tahu, sayangnya Cuma tahu satu pendapat saja. Padahal kaidah aslinya bahwa jika khotib sedang menyampaikan khutbahnya  maka tidak ada yang boleh dikerjakan kecuali diam dan mendengarkan.

Kemudian muncul pendapat dari Imam Malik dan Imam Hanafi yang mengatakan bahwa sholat sunnah ketika khutbah disampaikan adalah makruh hukumnya. Mulailah orang-orang yang tidak mngerti itu mencemooh dan mencela pendapat 2 Imam besar ini, dan menyangkanya tidak mengenal hadits serta tidak mengerti sunnah?!!!

Imam Malik dan Imam Hanafi bukannya tidak mengerti sunnah, tapi justru merekalah yang jauh lebih mengerti sunnah dibanding kita semua. Bagaimana bisa imam yang hidup di zaman keemasan ilmu dicela pendapatnya oleh orang yang hanya baru belajar 2 hari di zaman edan seperti ini?

Imam Malik dan Imam Hanafi melihat bahwa hukum asal seorang yang mendengarkan khutbah adalah diam, baik ia telah atau tidak masuknya ke masjid. Yang terpenting ketika khutbah sedang berlangsung, dia wajib diam dan wajib mendengarkan. Bukan sibuk sendiri dengan yang lainnya termasuk sholat.

Firman Allah swt:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا

"dan jika dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah, dan diam" (Al-A'rof 24)
Dan ayat ini turun untuk perintah mendengarkan khutbah jumat dan memang turun ketika itu, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir yang diriwayatkan dari Imam Mujahid. (Tafsir Ibn Katsir 3/538) 

Jadi memang ini perintah yang jelas untuk diam dan mendenarkan khutbah ketika khotib sedang berarad di atas mimbar, karena memang apa ang dibacakan oleh Khotib tidak lain adalah ayat-ayat Quran, termasuk juga dilarang sholat. Karena sholat termasuk praktek yang membuat seseorang tidak bisa mendengarkan khutbah tersebut. Bagaimana bisa ia melakukan sebuah kesunahan dan menabrak sebuah kewajiban. Apakah kesunahan jauh lebih utama dari kewajiban?

Terkait hadits Sulaik Al-Ghothofani ini, harus diperhatikan lebih detail. Khutbah jumat itu disyariatkan setelah hijrah Nabi Muhammad saw ke Madinah. Berarti khutbah jumat ada sejak nabi berada di Madinah sampai wafat beliau, itu sama saja Nabi telah berkhutbah di depan para sahabat untuk sholat jumat lebih dari 500 kali.

Lalu yang 500 lainnya kemana? Kenapa hanya ada satu hadits dan itu pun 
hadits Ahaad,  yang menceritakan untuk itu? Apakah selama 500 lebih khutbah itu hanya Sulaik yang terlambat datang ke masjid? Kenapa tidak ada perintah yang sama kepada sahabat yang lain untuk itu?

Maka Imam Malik dan Imam Abu Hanifah melihat bahwa itu kejadian khusus yang hanya berlaku pada sulaik, dan tidak pada yang lainnya. Hukum khutbah tetap seperti asalnya yaitu wajib bagi makmum untuk diam dan mendengarkan. 

Terlebih lagi bahwa Zohir ayat Quran jauh lebih kuat dibanding hadits Ahaad.

Ingat!

Seorang faqih bukan seperti seorang Ahli hadits, keduanya punya jobdesk yang berbeda. Seorang faqih dalam menentukan sebuah hukum tidak cukup dengan satu ayat atau satu hadits, akan tetapi di atas mejanya telah terdapat ratusan ayat dan hadits yang berkaitan.

Bukan seperti orang-orang yang baru belajar satu hadits dari majlis mingguannya lalu dengan gaya layaknya orang yang sudah mempelajari ribuan hadits, ia menyalahkan ulama yang tidak sesuai dengan kandungan satu-satunya hadits yang ia pelajari.

Seorang faqih tahu dan mengerti bagaimana cara menerapkan dan mengambil kesimpulan sebuah hukum dari sebuah teks syariah. Jadi kalau ada pendapat ulama madzhab yang sekiranya tidak sesuai dengan hadits yang kita pelajari, bukan ulama tersebut yang tidak tahu, tapi ya kita harus sadar bahwa kita masih AWAM

Wallahu A'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya