Hukum Muslim Masuk Gereja/Sinagog atau Tempat Ibadah Agama Lain
Masalah yang berkembang belakangan dan sering kali ditanyakan ialah perihal seorang muslim yang masuk sinagog atau gereja atau juga tempat ibadah non-muslim. Apakah dibolehkan atau tidak?
Berada di tengah masyarakat yang heterogen seperti Indonesia ini, mestinya hal seperti ini bukan hal yang tabu lagi, karena memang hal seperti ini pasti terjadi. Ada saja kebutuhan seseornag untuk mengakses tempat ibadah agama lain, entah urusan pekerjaan atau juga yang laiinya.
Dan sejak dulu juga masalah seperti ini sudah dibicarakan oleh para ulama, karena memang umat Islam sejak dulu juga tidak pernah hidup sendirian tanpa ditemani saudara-saudaranya dari kalangan agama yang berbeda. Dan syariah mengatur itu semua.
Perihal hukum seorang muslim yang masuk ke gereja atau sinagog, ulama berbeda pendapat menjadi 3 kelompok pendapat;
[1] Makruh,
[2] Boleh secara mutlak, namun makruh jika melakukan sholat di dalamnya,
[3] Haram jika ada patungnya, dan harus dengan izin
[1] Makruh,
Ini adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah, mereka berpenadangan bahwa sejatinya memasuki gereja atau sinagog dan tempat ibadah agama lain tidak diharamkan sama sekali.
Hanya saja makruh. Makruh bukan karena tidak boleh masuk, akan tetapi dimakruhkan karena gereja atau sinagog itu tempat berkumpulnya setan [Ù…َجْÙ…َعُ الشَّÙŠَاطِينِ][1].
[2] Boleh secara mutlak, namun makruh jika melakukan sholat di dalamnya
Ini pendapat yang dipegang oleh kebanyakan ulama dari madzhab Al-Malikiyah, Al-Syafi'iyyah dan juga Hanabilah, yaitu tidak ada larangan untuk memasuki gereja atau juga tempat ibadah agama lain. Namun makruh hukumnya jika melakukan sholat disitu[2].
Sebenarnya dalam hal ini, Imam Ahmad bin Hanbal punya 3 riwayat terkait sholat di dalam gereja atau sinagog;
[1] Boleh tidak ada kemakruhan sebagaimana hukum memasukinya,
[2] Makruh melakukan sholat di dalamnya,
[3] dibedakan antara gereja yang ada patungnya atau tidak, kalau ada patungnya maka sholatnya makruh, kalau tidak ada maka boleh-boleh saja.
Kesemua riwayat ini diceritakan oleh Imam Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, akan tetapi yang menjadi pendapat madzhab Hanbali sebenarnya ialah pendapat boleh masuk dan boleh juga sholat tanpa kemakruhan, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Buhuti dalam Kasysyaful-Qina'.[3]
- Boleh Masuk dan Sholat di Dalamnya
Kelompok yang mengatakan bolehnya masuk gereja atau sinagog dan melakukan sholat di dalamnya berargumen dengan riwayat Imam Abu Daud bahwa Nabi saw pernah masuk Ka'bah yang di dalamnya ketika itu ada patung Ibrahim dan Ismail. Ini sebagaimana direkam oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni. [4]
Dan Nabi pun melakukan sholat di dalam ka'bah yang ketika itu masih ada patungnya. Seandainya kalau itu tidak boleh, pastilah Nabi tidak akan melakukan sholat di dalamnya. Dan pasti beliau saw melarang para sahabat untuk itu, tapi tidak ada larangan.[5]
Imam Ibnu Qudamah juga mengutip cerita bahwa ketika Umar bin Khoththob memasuki negeri Syam dan itu diketahui oleh kaum Nasrani negeri tersebut, mereka berinisiatif untuk menyambut Umar dengan menyajikannya makanan. Namun jamuannya itu disajikan di dalam sinagog mereka.
Lalu Umar menolak hadir dan memrintahkan 'Ali untuk menggantikannya. Datanglah 'Ali ke undangan tersebut lalu masuk ke sonagog dan menyantap hidangan yang disediakan. Kemudian berkata: "aku tidak tahu kenapa Umar menolak datang?".[6]
Dari cerita di atas jelas bahwa para sahabat tidak pernah berselisih tentang bolehnya memasuki sinagog atau gereja dan tempat ibadah orang non-muslim, karena itu 'Ali bertanya kenapa Umar menolak. Kemudian kalau seandainya itu sebuah keharaman, kenapa Umar menyuruh 'Ali datang, harusnya Umar larang juga 'Ali. Apakah seorang sahabat sekelas Umar tega membiarkan sahabat lainnya jatuh dalam dosa?
Imam Ibnu Qoyyim menambahkan bahwa dulu juga para sahabat melakukan sholat di dalam gereja, ketika melakukan penaklukan beberapa kota untuk mengislamknnya. Kalau sholatnya saja boleh apalagi memasukinya.[7]
Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Sayyidina Umar bin Khoththob tidak melakukan sholat di dalam sinagog setelah menaklukan Palestina (Quds), itu bukan berarti pelarangan. Karena tidak sholatnya Umat di dalam gereja sama sekali tidak berarti larangan.
Umar melakukan itu agar nantinya orang muslim setelahnya tidak merubah sinagog itu menjadi masjid yang akhirnya menyulitkan orang Nasrani melakukan ibadah, maka Umar sholat di luar. Dan akhirnya umat Muslim membangun masjid di tempat sholat Umar itu berdampingan dengan Sinagog.
- Makruh Sholat di Dalamnya
Yang mengatakan boleh masuk, tapi makruh sholat di dalamnya beralasan sama seperti yang diutarakan oleh madzhab Al-Hanafiyah, bahwa sinagog, gereja dan tempat ibadah agama lain itu tempat berkumpulnya setan.
Para ulama ini bersepakat atas kemakruhan sholat di pemakaman, maka jauh lebih makruh lagi kalau itu di tempat ibadah agama lain. Walaupun jika ia sholat, tetap sah sholatnya akan tetapi di-makruh-kan saja.
Kemudian yang memakruhkan sholat di dalamnya jika itu ada patungnya, apalgi jika patung-patung itu berhadapn langsung dengan arah sholat. Seakan-akan terkesan bahwa ia sedang bersujud di hadapan patung. Jelas ini tercela.[8]
[3] Haram jika ada patungnya, dan harus dengan izin.
Ini pendapat sebagian ulama madzhab Al-Syafi'iyyah, akan tetapi bukan pendapat resmi madzhab. Ini pendapat salah seorang ulama madzhab tersebut, yaitu Imam 'Izz Al-Din bin Abdis-Salam yang kemudian diikuti oleh sebagiannya.[9]
Beliau mengatakan bahwa seorang muslim dilarang memasuki gereja, sinagog atau juga tempat ibadah umat lain kecuali dengan izin. Berarti jika diizinkan, boleh memasukinya. Dan itu pun kalau tidak ada patungnya, kalau ada maka hukumnya tidak boleh memasukinya.
Alasan beliau kenapa harus dengan izin, karena gereja, sinagog dan tempat ibadah umat lain itu milik mereka sendiri, dan kita selain dari golongannya dilarang mengakses itu kecuali memang diizinkan.
Dan beliau melarang mutlak jika di dalamnya ada ada patung, diidzinkan atau tidak, kalau ada patungnya tetap di larang. Beliau mengatakan bahwa rumah yang ada patungnya saja dilarang untuk dimasuki, apalagi gereja dan sinagog.
Imam Ibnu Hajar Al-Hantami dalam kitabnya Tuhfatul-Muhtaaj, menjelasknan bahwa yang dimaksud patung oleh Imam 'Izz Al-Diin ialah patung yang Mu'adzdzomah [معظمة] "diagungkan". Maksudnya ialah patung yang diagungkan dan disembah. Kalau hanya ada gambar-gambar atau juga patung namun statusnya bukan patung utama yang disembah, maka tempat ibadah itu tidak mengapa untuk di masuki.[10]
[1] Hasyiyah Ibnu Abdiin 1/380
[2] Hasyiayh Qolyubi wa 'Amirah 3/235, Kasysyaful-Qina' 1/293, Ahkam Ahli Dzimmah 3/1230
[3] Kasysyaful-Qina' 1/293
[4] Al-Mughi li-Ibn Qudamah 7/283
[5] Kasysyaful-Qina' 1/293
[6] Al-Mughi li-Ibn Qudamah 7/283
[7] Ahkam Ahli Dzimmah 3/1231
[8] Ahkam Ahli Dzimmah 3/1232
[9] Mughni Al-Muhtaaj 6/78
[10] Tuhfatul-Muhtaj 9/295
Jadi apa sebenarnya kesimpulannya??? Boleh atau haram seorang muslim memasuki tempat ibadah agama lain? Terlalu banyak pendapat jadi bingung pendapat siapa yg harus diikuti. Mohon penjelasannyabya sodara...trimakasih.
ReplyDeleteBetul-betul bingung^ = Se7 sama indah
ReplyDeleteKurasa kitabnya ditulis 3/(lebih) bangsawan* Arab yg beda-beda.
Oohh, Ka'bah dulunya tempat berhala;tapi Muslim" gengsi utk mengakuinya??? Toleransi dalam Teori 👽