Nikah Beda Agama, Boleh? (bag. 2: Bantahan untuk Ulil Absar)

Sebelumnya telah kami jelas bahwa nikah beda agama itu dibolehkan dengan kondisi laki-lakinya muslim dan wanitanya non-muslim dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani).

Akan tetapi jika kondisinya berbeda, yaitu wanitanya muslimah dengan laki-laki non-muslim, ini yang dilarang. Dan keputusan ulama tentang larangan ini telah menjadi sebuah Ijma', yang tidak ada satu pun ulama menyelisihi ini.


Lalu, tiba-tiba tokoh Liberal Islam Indonesia, Ulil Absar Abdallah mengatakan dalam akun twitternya, ada pendapat ulama yang membolehkan bagi wanita muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim.

Saya kaget, awalnya saya kira memang ada pendapat ulama yang saya lewatkan dalam masalah ini. Tapi ternyata memang tidak ada ulama satupun yang mengatakan demikian. Ulama syariah yang memang sudah diakui keilmuannya dan menjadi rujukan muslim sedunia tidak ada yang mengatakan demikian.

Rupanya, ulama yang dimaksud Ulil itu ialah para Tokoh Liberal itu sendiri. Aneh bukah??? Kirain ulama manaaa gitu!?!?

Ulil bilang yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim itu ialah Prof. Nurkholis Majid, DR. Zainun Kamal, dan DR. Djohan Efendi. Mereka siapa ya berani menyelisih Ijma' ulama?

Karena ketika suatu pendapat sudah dihukumi dengan Ijma', maka sudah tidak ada gunanya lagi menguras tenaga untuk mencari solusi hukum masalah itu. toh ulama sudah ber-Ijma', mau apa lagi?

Tapi memang kan orang-orang liberal ada untuk itu. mereka ada untuk menyelisih apa yang sudah menjadi Ijma' ummat. Jangankan Ijma' Ummat, toh Quran saja berani mereka gubah kok dengan tafsiran-tafsiran seenak nafsunya. Jadi ngga usah heran. Tujuan mereka memang untuk distorsi syariah. Dan karena itu mereka "dibayar".

Tapi bagaimanapun, argument-argumen Ulil soal kebolehan mutlak wanita muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim harus dibantah, agar distorsi syariah ini tidak terus berkepanjangan yang ahirnya menyebabkan generasi muda Islam terlanjur terkotori dengan pikiran "Setan" ini.

Bantahan Argumen

dalam tradisi Fiqih, memang dibolehkan seseorang untuk menympulkan sebuah hukum dengan dalil-dalil tentunya. Tapi yang jadi permasalahan ialah, bagaimana Istidlal-nya. Istidlal [استدلال]; cara pengambilan hukumnya bagaimana?

Ya dalilnya ada, tapi kalau cara penyimpulan hukumnya ngasal dan acak-acakan yaaa tidak bisa dijadikan argument. Di sini kita akan liat bagaimana "ngasal-"nya Ulil dalam ber-istidlal.

------------------------
Ulil mulai argumennya dengan mengutip pendapat salah satu ulama tafsir, Imam Qotadah. Kata Ulil ayat 221 surat al-baqoroh itu yang melarang kaum muslimah menikah dengan laki-laki Musyrik itu ayatnya tidak umum.

Di twit  no. 27-28 Kata Ulil, Imam Qotadah berpendapat bahwa "Musyrik" yang dimaksud dalam ayat ialah "Musyrik Arab". Dan ini ditulis oleh Imam Al-Thobari dalam tafsirnya.

Jadi menurutnya, larangan untuk menikah dengan musyrik itu hanyalah kalau orang musyrik itu orang Arab, selain Arab ya boleh. Sesuai dengan pendapat Imam Qotadah dalam mengartikan kata "Musyrik" secara umum.

Disini Ulil telah melakukan KEBOHONGAN, dia bilang bahwa musyrik itu hanya musyrik arab, jadi wanita muslimah menikah dengan orang musyrik yang bukan arab boleh-boleh saja. Padahal Imam Qotadah tidak mengatakan demikian!!!!

Dalam tafsir Al-Thobari (4/363) ketika menjelaskan ayat 221 surat al-baqoroh. Imam Thobari memang mengutip riwayat dari Imam Qotadah. Tapi yang dibahasa ialah Musyrikat [مشركات], bentuk jamak dari Musyrikah [مشركة] yang artinya ialah Musyrik perempuan. Bukan Musyrik laki-laki seperti hayalan Ulil itu.

Dibahas ketika itu ialah ayat [ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن] "Janganlah kalian menikahi wanita-wanita Musyrik". Imam Qotadah mempermasalakah, "wanita musyrik" yang mana yang dilarang? Beliau mengatakan yang dilarang hanya wanita musyrik Arab. Bukan kata Musyrik secara umum. Yang dibahas hanya siapa Musyrik wanita yang dilarang itu?

Adapun musyrik laki-lakinya tidak dibahas, karena memang sudah jelas hukumnya. Wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki Musyrik manapun, baik Arab atau bukan Arab. Dan ini sebuah Ijma'.

Adapun musyrikah, memang itu yang diperdebatkan oleh Ulama, wanita-wanita musyrikah yang mana yang dilarang? Adapun laki-laki musyrik tetap hukumnya, tidak ada perbedaan. Tetap haram menikah dengan wanita muslimah.

Ini jelas penipuan, dan pelitiran tafsir oleh Ulil. Dan juga parahnya, ia mecatut nama Imam Qotadah sebagai tameng untuk tafsiran "nyeleneh"-nya. Imam Qotadah sama sekali tidak membahas Musyrik laki-laki, akan tetapi membahas Musyrikah wanita.


gambar dari kitab Tafsir Al-Thobari jil. 4 hal. 363. Imam Qotadah membahas Musyrikah (perempuan), bukan Musyrik secara umum 

Dan kata-katanya jelas, tidak ada bias. Karena memakai [ة] Ta' Marbuthoh  dalam kata Musyrikah [مشركة], sebagai pembeda antara musyrik laki-laki dan musyrik perempuan. Anak SD yang belajar bahasa Arab pun tahu, kalau itu untuk Muannats (peempuan) bukan untuk umum!  

Lalu dari mana Ulil bisa menyimpulkan bahwa itu pembahasan musyrik secara umum?

------------------------

Di twit no. 31 dan seterusnya, karena memang Ulil menganggap larangan menikah dengan musyrik itu hanya untuk musyrik arab. Jadi dia beranggapan bahwa ayat larangan ini hanya untuk ornag Arab saja, tidak secara umum/universal.

Dia mengaitkan larangan itu bersifat local untuk orang Arab saja karena ketika itu situasinya lagi perang. Dan seterusnya. Intinya dengan alasannya itu dia beranggapan bahwa ayat itu sifatnya local, tidak universal. Jadi tidak bisa larangannya itu tidak untuk kita yang bukan di Arab.

Ini aneh! Ini metode tafsir yang hermeneutic yang memang tidak dikenal dalam tradisi Islam. Tafsir ini menjadikan qur'an sebagai kitab yang tidak universal. Semua dikaitkan dengan kondisi sosial dimana hukum hanya berlaku untuk mereka yang berada pada kondisi sosial itu. dia meragukan ke-universalan Al-Quran yang memang sudah Allah swt sendiri yang mengakui bahwa Qur'an itu untuk semua, bukan hanya satu golonga. Ada penyelewangan disini!

Ini jelas bertentangan dengan apa yang sudah menjadi kesepakatan ulama dalam menyimpulkan sebuah hukum dari sebuah nash (teks) syariah. Ulama Ushul dan Fiqih berpegang pada kaidah umum yang mengatakan:

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
[Al-'Ibrotu Bi 'Umuum Al-Lafdz laa Bi Khushuushi As-Sabab]
"Ibroh yang dijadikan patokan hukum itu ke-umuman (universal) teks, bukan dengan ke-khususan sebab (turunnya teks)"

(lihat: Al-Ibhaj 2/185, Al-Bahru Al-Muhith 2/352, Al-Mahshul lil Al-Razi 3/189)

Ini kaidah yang menjadi dasar bagi para Fuqoha' dan Ushuli (Ahli Ushul Fiqh) dalam mengambil kesimpulan hukum untuk sebuah masalah dari taks syar'i, mereka tidak memandang sebab turunnya teks.

Kecuali memang ada nash atau teks juga yang mengatakan bahwa ini hukumnnya khusus untuk si fulan, atau khusus untuk kaum ini, khusus untuk kaum itu. tapi jika tidak ada keterangan teks yang mnejelaskan itu, maka teks menjadi universal dan hukumnya menjadi umum berlaku untuk semua muslim tanpa memandang sebab turunnya ayat atau teks.

Kalau memang teks syariah itu selalu dikaitkan dengan sebab turunnya dan kondisi sosial saat itu diturunkan, ya kalau gitu tidak ada hukum syariah untuk Indonesia dan Negara muslim lainnya.

Karena memang teks itu turun untuk mereka kaum yang diturunkan teks untunya, bukan untuk umum dan tidak universal. Kan ini jelas pemahaman yang amburadul. Jelas-jelas penyelewengan. Pengambilan hukum sesuai nafus saja.

Yah namanya juga liberal. Mereka memang tidak punya konsep ushul fiqh yang jelas. Bisanya asal catut sana sini, ngutip ulama lalu bersembunyi dibalik nama ulama yang sudah dijadikan tameng. Padahala sama sekali, ulama itu tidak berpikiran sesuai ideology iblis mereka. Mereka memelintir perkataan ulama.  

------------------------

Kemudian di twit no. 71 dan seterusnya, Ulil mengatakan bahwa tidak ada larangan dalam surat Al-Maidah ayat 5 untuk muslimah menikah dengan laki-laki Kafir. Lah memang dalam ayat ini tidak ada laranga bro.

Larangan muslimah menikah dengan orang laki kafir ada di ayat 221 surat Al-Baqoroh dan ayat 10 surat Al-Mumtahanah. Ini yang jelas dan hukumnya tidak pernah dicabut atau di mansukh [منسوخ] (diangkat).

Ayat 5 surat Al-Maidah itu takhshish [تخصيص] (pengkhususan) untuk ayat 221 surat Al-Baqoroh, tapi bukan mencabut hukumnya. Kita lihat!

Di ayat 221 surat Al-Baqoroh, Allah swt melarang  laki-laki muslim menikahi wanita musyrikah. Dan para wali dilarang menikahi anak-anak wanita mereka yang muslimah untuk dinikahkah dengan laki-laki kafir. Artinya wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir.

Nah ayat 5 surat Al-Maidah itu menjelaskan bahwa laki-laki muslim yang awalnya dilarang menikah dengan wanita musyrik itu dikhususkan pelarangannya. Larangannya menjadi tidak semua musyrikah, akan tetapi kalau wanita itu Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) maka jadi boleh. Sebatas itu saja pengkhususannya.

Adapun hukum wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir ya tetap berlaku, tidak ada yang mengkhususkan. Tetap dilarang dan tidak ada yang membolehkan. Bahkan ini sudah menjadi Ijma'. Seperti yang telah disebutkan diatas.

Jadi kalau kata Ulil, tidak dalil yang melarang wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir jelas tidak terbukti. Lah wong dalilnya jelas. Udah jadi Ijma' juga kok!

------------------------

Kemudian di twit sebelumnya (sebelum membahas argumennya yang ngaco) dia bilang: "banyak teman saya yang mneikah beda agama dan mereka semua bahagia."

Jawab:

Pertama: apakah perasaan bahagia, senang, sedih, itu bisa menjadi argument dalam hukum syariah? Ulama mana yang bilang kaya gini?!!??? Perasaan kok jadi dalil hukum??

Perasaan selamanya tidak bisa menjadi dasar dalil bagi setiap amal seorang muslim. Kalau semua berdasarkan perasaan, yaa mencuri jadi boleh dong! Toh mencuri berzina juga kan karena perasaan yang mengatakan boleh-boleh saja! Perasaan ornag yang sudah tertutup hatinya dari syariah.

Kedua: ya bahagia di dunia mungkin. Tapi Islam bukan agama yang Cuma mikirin dunia aja, Islam memikirkan juga nasib umatnya di Akhirt nanti, bahagia atau tidak? karena itu banyak anjuran-anjuran syariah yang menuntun umatnya untuk bahagia di dunia dan akhirat.

Lihat ujung ayat 221 surat Al-baqoroh yang melarang nikah beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki kafir:

أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
[mereka (orang kafir) mengajak ke neraka]

Dan syariah sangat menjaga umat Islam ini agar terhindar dari kesengsaraan di akhirat. Karena itu banyak syariah yang menuntun untuk mnejauhi kesengsaraan itu, termasuk menikahnya wanita muslimah dengan laki-laki kafir. Ini yang dijelaskan oleh Imam Al-Kasaani:

في آخِرِ الْآيَةِ بِقَوْلِهِ عز وجل { أُولَئِكَ يَدْعُونَ إلَى النَّارِ } لِأَنَّهُمْ يَدْعُونَ الْمُؤْمِنَاتِ إلَى الْكُفْرِ وَالدُّعَاءُ إلَى الْكُفْرِ دُعَاءٌ إلَى النَّارِ لِأَنَّ الْكُفْرَ يُوجِبُ النَّارَ
"diakhir ayat, Allah mengatakan: [mereka (orang kafir) mengajak ke neraka], karena mereka mengajakan untuk menjadi kafir. Dan ajakan menjadi kafir ialah ajakan menuju neraka. Karena orang kafir telah pasti untuk mereka adalah neraka."
(Bada'i Al-Shona'i 2/271)

------------------------

Kemudian di twit no. 100, Ulil bilang: "tentu saja kita bisa bersikukuh dengan pendapat ulama klasik bahwa nikah beda agama dilarang. Tapi apa itu bijaksana?"

Harusnya pertanyaan ini ditujukan kepada Ulil dan kawan-kawannya: "ijma' ulama, kesepakatan ulama sejak dulu dan sampai sekarang sudah melarang wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir. Kemudian kalian yang bukan ulama mengatakan berbeda dan malah menentang. Apa itu bijaksana? Kalian siapa? Ulama juga bukan.

Kita siapa, dengan keilmuan yang minim kemudian berani menyelisihi apa yang sudah menjadi kesepakatan ulama. Dan sudah menjadi Ijma' umat sejagad raya ini.

Wallahu A'lam

Comments

  1. top markotop kang Zarkasyi.. banyak yang share ke twiter hehe pasti pasukan ITJ tuh :D

    ReplyDelete
  2. Ribut ribet, Maslah Perkawinan beda agama
    Sesungguhnya sudah sangat jelas
    Qs.Al Maa;idah :5
    (Boleh Kawin dengan Wanita Ahlikitab/Yahudi;Nasrani)

    Ini adalah ayat Al Qur'an dan ini Syari'at Allah.

    Hadits Jabir bahwa Nabi bersabda:
    “Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita kita”.

    Umar yang menegur Hudzaifah tatkala menikah dengan wanita ahli kitab, lalu Hudzaifah berkata: Apakah engkau mengharamkannya? Jawab Umar: Tidak. (Buka Mafatihul Ghaib juz 3 hal 63)

    Umar bin Khaththab, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 4/366 bahwa Umar berkata, “Lelaki muslim boleh menikah dengan wanita nashara, tetapi lelaki nashrani tidak boleh nikah dengan wanita muslimah.”
    Lalu katanya: Atsar ini lebih shahih dari atsar sebelumnya (kisah Hudzaifah).

    Sahabat Nabi Nikah dengan Beda Agama
    Utsman bin Affan, khalifah ketiga, memiliki istri beragama Kristen Yakobus bernama Na’ilah.

    Sementara Mu’awiyah, pendiri dinasti Umayyah, beristri Maysun, juga beragama Kristen Yakobus. Dari Maysunlah Mu’awiyah beroleh anak bernama Yazid yang kelak meneruskan jabatannya sebagai penguasa kerajaan Islam.

    Sahabat Nabi yang lain, Thalhah bin Ubaidillah menikahi seorang perempuan Yahudi yang berasal dari Syam.

    Quran pada surah Al-Baqarah ayat 221 tentang larangan bagi laki-laki untuk menikahi perempuan musyrik.

    Apakah Musyrik-?
    QS. Albaqarah : 165 Menyatakan orang yang mempunyai tuhan tandingan selain Allah dan sama cintanya kepada Allah.adalah Musyrik

    Musyrik, bisa terjadi pada siapa saja meskipun mungkin beragama Islam / mengenal Allah / agama Samawi.

    ( Tafsir DEPAG / Surah Al Baqarah : 165
    Di antara manusia, baik di zaman dahulu maupun di zaman sekarang, masih ada orang yang menganggap bahwa di samping Allah ada lagi sesembahan yang diagungkannya dan mencintainya sama dengan mengagungkan dan mencintai Allah seperti berhala, pemimpin-pemimpin, arwah nenek moyang dan lain-lain sebagainya.

    Orang musyrik menjadikan mahkluk yang diciptakan Allah ini baik yang berupa benda mahupun manusia sebagai Tuhan dan menjadikan sebagai
    "Andad", "Alihah", "Thoughut" dan "Arbab".

    "Musyrik "Arbab", ialah para pemuka agama (ulama,ustad) yang suka memberikan fatwa, nasihat yang menyalahi ketentuan (perintah dan Larangan) Allah dan RasulNya, kemudian ditaati oleh para pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti mentaati terhadap Allah dan RasulNya. Para pemuka agama itu telah menjadikan dirinya dan dijadikan para pengikutnya Arbab (Tuhan selain Allah).

    Dapat disimpulkan QS. Al Maa'idah:5 sangat jelas
    menghalalkan Wanita Ahli kitab untuk dinikahi.
    Ini adalah ayat Al Qur'an dan ini Syari'at Allah.
    Tidak seharusnya Syariat Allah dibuatkan Syari'at tandingan...

    QS.6 Al-An’am:
    (Kesaksian kaum musyrikin terhadap dirinya sendiri dan keadaan mereka di hari kiamat)
    22. Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya [Semua makhluk Allah yang mukallaf. kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: “Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) Kami?.”
    23. Kemudian tiadalah fitnah [Yang dimaksud dengan fitnah di sini ialah jawaban yang berupa kedustaan. ] mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.”
    24. Lihatlah bagaimana mereka telah berdusta kepada diri mereka sendiri dan hilanglah daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.

    Wallahu ‘alam bisshowaab
    Semoga kita terhidardari Musyrik
    "Andad","Arbab" "Alihah", dan "Thoughut" .

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya