Pasal 185 KHI (Kompilasi Hukum Islam) Aneh dan Membingungkan

Beberapa waktu yang lalu, ada yang bertanya lewat sms kepada saya soal waris,

“Bang, ada orang yang meninggal dunia, dia punya saudara 2 adik kandung, laki dan perempuan. Berarti kan 2 saudaranya tadi itu jadi ahli waris-nya. Nah, tapi sebelum meninggal, adik perempuannya meninggal duluan. Jadi anak dari perempuan ini dapet waris dari kaka ibunya itu ngga bang?”

Lama saya mencermati Sms ini berharap bisa mengerti dengan isi soal yang ditanyakan. Kemudian saya balik sms:

“loh, loh jadi yang ahli waris siapa nih? Laki-laki atau adik perempuannya?”

“Abang bingung nih, kalo emang gitu. berarti anak dari perempuan ini hanya mendapat waris dari ibunya saja. Bukan dari kakak ibunya yang meninggal sebelum ibunya. Pun ibunya (prempuan itu) tidak mendapat apa-apa dari kakaknya itu, karena dia sudah tidak ada ketika kakanya meninggal. Karena syarat mutlak dapet waris itu ialah orang itu hidup ketika si pewaris meninggal dunia, walaupun hidupnya sebentar”

Lama tak ada balasan. Tiba-tiba sms masuk dari seberang sana,
“Iya bang. Saya juga bingung. Soalnya ni ada di KHI(kompilasi hokum Islam) pasal 185, ya bunyinya begitu. Kalau ada ahli waris yang meninggal lebih dulu dari si pewaris maka jatah warisnya bisa diwakilkan oleh anaknya. Ini juga sering di jadiin senjata di pengadilan agama bang.”
Saya bales,

“oooo gitu..waduh maksud pasalnya apa ya?. Okelah ntar abang cek dulu tuh pasal”
Beberapa hari kemudian saya, men-cek pasal yang disebutkan tadi tentang warisan itu. Saya benar-benar “ngga ngudeng” soal pasal trsebut. Karena ini jelas bertentangan dengan apa yang sudah disepakati oleh seluruh ulama sejagad (Ijma’) bahwa salah satu syarat waris ialah, orang itu hidup ketika si pewaris meninggal dunia. Bagaimana bisa orang yang sudah meninggal dapat waris? kan aneh.
KHI (Kompilasi Huku Islam) ini dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001.
Pasal 185
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan
oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan
yang diganti.

Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan
suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Redaksi pasal 185 ayat 1 dan 2 diatas benar-benar membuat saya tertegun, bingung, heran. Saya bingung beberapa kali saya baca pasal tersebut tapi tidak juga bisa memahami redaksi pasal tersebut. Kalau kata teman saya: “memahami redaksi pasal tersebut jauh lebih sulit dibanding memahami rdaksi kata Ibnu Qudamah dalam kitab Raudhotun-Nadzir”

Kata-kata “Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris……” apa maksudnya? Bagaimana bisa ia jadi ahli waris kalau dia sudah eninggal, dan bagaimana pula dia bisa jadi pewaris kalau dia masih hidup? Ini kan pasal yang aneh.

Seperti yang dikatakan diatas tadi, syarat mutlak dapat waris itu ia hidup ketika si Pewaris eninggal dunia, walaupun itu asih bayi. Contohnya ada ibu yang melahirkan seorang bayi, beberapa menit setelah bayi itu keluar dari rahimnya, ia meninggal dunia. Maka bayi itu mendapat waris dari ibunya.

Dalam aturan waris, syariat telah menetapkan syarat, sebab, juga penghalang (Mawani’) mendapatkan waris

Syarat Waris:
1.       Meninggalnya Pewaris secara Hak (benar) ataupun secara Hukum (seperti orang yang hilang tanpa kabar, kemudian hakim menghukuminya sebagai orang yang meninggal)
2.       Ahli waris dalam keadaan hidup ketika si Pewaris meninggal Dunia    
3.       Mengetahui ilmu waris (kadar jatah dari harta warisan)
4.       Tidak terdapat dala dirinya hal-hal yang menghalangi waris

Yang Menyebabkan Dapat harta Waris:
1.       Nasab (keturunan)
2.       Nikah
3.       Wala’ (membebaskan budak)

Penghalang waris (Mawani’)
1.       Membunuh (orang yang membunuh pewarisnya, ia tidak mendapat harta waris)
2.       Budak
3.       Perbedaan agama (orang yang beda agaa, tidak akan salingmewarisi harta

Kaidah-kaidah yang telah disebutkan tadi ialah kaidah yang disepakati (Muttafaq ‘Alaih) oleh seluruh Ulama sejagad raya ini. Ada beberapa yan masih diperselisihkan (Mukhtalaf Fiih), karena itu tidak saya catumkan.

Terkait pasal yang ada di KHI tadi, saya belum tahu apakah pasal itu sudah diteliti oleh pakar syariah? Atau sudah di hapus? Atau juga mendapat tinjauan dari beberapa ulama Nusantara? Atau mungkin pihak Depag punya tafsiran sendiri atas pasal itu, Saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya bahwa pasal ini benar-benar tidak sejalan dengan apa yang sudah digariskan oleh syariat.

Wallahu A’lam 

Comments

  1. salam, ane izin share tulisannya

    ReplyDelete
  2. Apakah hibah bisa diperhitungkan/termasuk jg dalam waris? Sbb kakak laki-laki sy mendpt hibah tamah lbh mahal harganya dr kami adik2 perempuannya tetapi dia meminta lagi 2 bagian dari penjualan rumah bersama kami, mohon dijawab pak sebelumnya sy ucapkan terima kasih.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya