Panitia Zakat Fithr, Dapat Jatah atau Tidak?

Sering jadi pertanyaan beberapa orang tentang status panitia zakat fitrah ini, apakah ia termasuk golongan penerima zakat fitrah itu sendiri atau tidak. karena yang masyhur terdengar itu adalah zakat fitrah hanya diperuntukkan untuk orang fakir miskin saja. Apakah demikian?

Kalau dilihat dari pekerjaannya tiap kali Ramadhan, panitia zakat musiman ini memang bukan hanya bekerja penerima pembayaran zakat, tapi mereka juga bekerja mendata dan menyalurkan zakat-zakat tersebut kepada orang fakir serta miskin di daerah tempat tinggalnya.

Jadi, status panitia zakat itu adalah sebagai Amil, walaupun sifatnya insidentil; hanya sebatas Ramadhan guna mengurusi zakat fitrah dan setelah Ramadhan panitia tersebut dibubarkan, intinya memang panitia ini adalah berstatus sebagai Amil zakat.

Pertanyaannya, apakah seorang Amil juga mnedapat jatah zakat fitrah? Bukankah zakat fitrah itu hanya diperuntukkan kepada orang miskin?

Memang dalam hal ini, ulama tidak pada satu suara; ada yang mengatakan bahwa amil juga berhak mendapatkan jatah zakat fitrah, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia tidak berhak mendapat jatah zakat fitrah.

1)   Amil Berhak Dapat Zakat Fitrah = Jumhur
2)   Amil Tidak Berhak Sama Sekali = al-Malikiyah dan Ibn Taimiyah

[1] Amil Berhak Dapat Jatah

Ini pandangan yang dipegang oleh jumhur ulama dari 4 madzhab fiqih selain madzhab al-Malikiyah. Madzhab al-Hanafiyah dan al-Syafi'iyyah serta al-Hanabilah mengemukakan bahwa masharif atau mustahiq zakat Fithr itu sama seperti zakat harta pada umumnya yang berjumlah 8 golongan itu.

Pendapat jumhur ini didasari karena memang zakat fitrah itu salah satu zakat. Ia tetaplah zakat, karena zakat maka kotak penyalurannya pun sama seperti kotak penyaluran zakat pada umumnya. Dengan Masharif zakat fitrah itu ada 8 golongan sebagaimana jelas termaktub dalam al-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالمـسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالمـؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. At-Taubah : 60)

Artinya ketentuan masharif zakat fitrah itu sama seperti ketentuan zakat pada umumnya, dan Amil masuk dalam bagian penerima zakat.

Dalam kitab Radd al-Muhtar 'ala al-Durr al-Mukhtar (2/368) yang merupakan kitab fiqih muktamad madzhab al-Hanafiyah disebutkan:

(وَصَدَقَةُ الْفِطْرِ كَالزَّكَاةِ فِي الْمَصَارِفِ) وَفِي كُلِّ حَالٍ (إلَّا فِي) جَوَازِ (الدَّفْعِ إلَى الذِّمِّيِّ)
"zakat Fithr sama seperti zakat lain dalam hal masharifnya, dalam segala aspeknya. Kecuali dalam masalah boleh tidaknya seorang kafir dzimmy menerima zakat."  

Imam Ibnu Qudamah dari kalangan al-Hanabilah dalam kitabnya al-Mughni (3/98) menyebutkan:

وَيُعْطِي صَدَقَةَ الْفِطْرِ لِمَنْ يَجُوزُ أَنْ يُعْطِيَ صَدَقَةَ الْأَمْوَالِ إنَّمَا كَانَتْ كَذَلِكَ؛ لِأَنَّ صَدَقَةَ الْفِطْرِ زَكَاةٌ، فَكَانَ مَصْرِفُهَا مَصْرِفَ سَائِرِ الزَّكَوَاتِ، وَلِأَنَّهَا صَدَقَةٌ، فَتَدْخُلُ فِي عُمُومِ قَوْله تَعَالَى: {إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ} [التوبة: 60] الْآيَة.
"dan zakat fitrah itu diberikan kepada kelompok yang mana zakat harta boleh diberikan kepada mereka, dan memang begitu. Karena zakat fitrah adalah zakat juga. Maka masharifnya sama seperti masharif zakat yang lain. Dan ia termasuk sedekah (wajib) yang masuk dalam keumuman ayat 60 al-taubah."

**Madzhab al-Syafi'iyyah: Wajib ke Semua Kelompok

Justru madzhab al-Syafi'iyah mewajibkan zakat itu harus sampai kepada 8 kelompok yang disebutkan itu, bukan hanya satu atau dua kelompok saja. Imam al-Ramliy dalam kitabnya, Nihayah al-Muhtaj (6/164) menegaskan:

(يَجِبُ) (اسْتِيعَابُ الْأَصْنَافِ) الثَّمَانِيَةِ بِالزَّكَاةِ وَلَوْ زَكَاةَ الْفِطْرِ
"wajib hukumnya meratakan pembagian zakat ke semua 8 kelompok mustahiq itu, termasuk juga zakat fitrah".

Madzhab al-Syafi'iyah mewajibkan zakat itu harus sampai ke 8 kelompok penerima zakat, atau berapapun yang memang ada ketika itu. Kalau yang ada 7, maka kesemuanya harus dapat dan begitu juga kalau jumlah penerima yang ada hanya 3 atau 2 kelompok.

**Jumhur: Tidak Harus Merata

Sedangkan pendapat jumhur, walaupun ketika itu ada kedelapalan kelompok tapi tidak wajib harus mendapatkan semuanya. Artinya memang ada beberapa golongan yang diprioritaskan untuk menerima zakat dibanding kelompok yang lain.
(al-Hidayah 1/111, al-Mughni 2/498, Hasyiyah al-Dusuqi 1/498)

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW tatkala mengutus Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-asy'ari ke negeri Yaman, dimana beliau hanya menetapkan harta zakat hanya untuk orang-orang yang faqir :

فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فيِ فُقَرَائِهِمْ
Beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang faqir di antara mereka (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits, Nabi hanya memerintahkan zakat itu dialokasikan kepada kelompok Fakir, padahal kelopok penerima zakat ada 8. Begitu juga riwayat yang terdapat dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi bahwa Nabi saw memberikan zakatnya Bani Zuraiq kepada satu orang, yaitu Salamah bin Shokhr al-Bayadhi. (HR. Tirmidzi, Kitab Talaq, Bab al-Zihar, no. 2052)

Zakat sekian banyaknya hanya diberikan kepada Salamah al-Bayadhi yang hanya mewakili satu kelompok penerima. Itu artinya bahwa boleh memberikan zakat tidak mereta ke semua kelompok yang delapan itu, boleh salah satunya.

Kesimpulan dari pendapat Jumhur adalah memberikan jatah zakat fithr kepada Amil atau panitia itu dibolehkan karena memang Amil bagian dari 8 golongan penerima zakat. Hanya saja ada beberapa pihak yang mesti diprioritaskan pemberiannya.

[2] Madzhab al-Maliki dan Imam Ibnu Taimiyah

Berbeda dengan jumhur, madzhab Fiqih al-Maliki justru mengatakan dengan tegas bahwa zakat fithr itu hanya untuk fakir. Imam al-Dardir mengatakan:

)وَإِنَّمَا تُدْفَعُ لَحُرٍّ مُسْلِمٍ فَقِيرٍ) غَيْرِ هَاشِمِيٍّ فَتُدْفَعُ لِمَالِكِ نِصَابٍ لَا يَكْفِيهِ عَامَهُ فَأَوْلَى مَنْ لَا يَمْلِكُهُ لَا لِعَامِلٍ عَلَيْهَا وَمُؤَلَّفٍ قَلْبُهُ وَلَا فِي الرِّقَابِ وَلَا لِغَارِمٍ وَمُجَاهِدٍ وَغَرِيبٍ
"dan zakat fithr itu diberikan kepada orang yang fakir lagi merdeka. Bukan dari bani Hasyim. Jadi diberikan kepada orang yang punya harta mencapai nishab tapi tidak mencukupi kebutuhannya dalam setahu (kategori fakir menurut madzhab al-Malikiyah), apalagi ia yang tidak punya sama sekali. Dan zakat Fithr ini tidak diberikan kepada Amil, tidak juga kepada muallaf, tidak kepada budak, tidak kepada orang yang berhutang, tidak juga kepada mujahid atau juga musafir".
(Hasyiyah al-Dusuqi 'ala al-Syarh al-Kabir 1/508)

Dan pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam Ibnu Taimiyah. Ini didasarkan pada hadits perintah zakat fithr itu sendiri yang kemudian Nabi saw mengatakan bahwa alokasinya itu kepada si miskin dan tidak menyebutkan golongan yang lain. (Majmu' al-Fatawa 25/73)

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
"Ibnu Abbas berkata: Nabi saw mewajibkan zakat fitrah sebagai pensucian diri muslim yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor. Serta sebagai makanan bagi orang miskin". (HR Abu Dauda dan Ibnu Majah)

[Kesimpulan]

Artinya memang apakah amil dapat jatah atau tidak dari zakat fitrah adalah perkara yang ulama tidak berada pada satu suara. Jumhur mengatakan ia berhak dapat jatah dari zakat fitrah itu karena memang zakat fitrah itu juga zakat yang ketentuan Masharif­-nya sudah paten yaitu 8 golongan, dan amil termasuk di dalamnya.

Sedangkan madzhab al-Malikiyah berpendapat berbeda, bahwa amil sama sekali tidak berhak dengan zakat fitrah itu. Karena memang zakat fitrah hanya diperuntukan kepada si miskin. Jadi amil itu bisa dapat jatah zakat Fithr kalau ia miskin.

Maka tinggal kita pilih, pendapat mana yang memang hati kita condong kepadanya tanpa harus menyalahkan saudara muslim lain yang memegang pendapat berbeda dengan kita. Tidak ada titik temu dalam perbedaan kecuali saling menghormati pilihan masing-masing.

Wallahu a'lam.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya