Sikap Muslim Ketika Mendapat Sebuah Berita

Ketika mendapat sebuah kabar penting, sejatinya seorang muslim itu sudah punya patron yang jelas, dan itu termaktub dalam kitab suci mereka. Dalam ayat 6 surat al-Hujurat:

أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

 Ayatnya sudah jelas bunyi dan maknanya, bahwa ketika seorang muslim itu mendapat suatu berita dan itu penting, wajib baginya untuk verifikasi kebenaran berita tersebut. Jangan asal share tanpa mau tahu kebenaran berita tersebut. Jangan hanya berpikir bahwa berita itu mendukung ideologinya, seperti mencari justifikasi kebenaran.

Kalau memang itu bersangkutan dengan seseorang, yang harus dilakukan ialah Klarifikasi kepada pihak yang menajdi objek berita tersebut. Jangan hanya mendengar "katanya-katanya" saja. Apalagi jika berita itu datang dari pihak yang memang dikenal sebagai musuhnya, yang sudah pasti punya tendensi menjatuhkan.

itu kalau beritanya dibawa oleh orang Fasiq. Kalau bukan?

Ya. Pembawa berita pun menjadi ukuran boleh tidaknya berita itu diterima, apakah dia fasiq atau tidak. karena kalau fasiq, bisa saja beritanya dilebihkan atau bahkan dikurangi sesuai kepentingan si fasiq itu sendiri.

Maka dalam penerimaan hadits, ulama hadits sepakat tidak menerima hadits yang di dalamnya ada perawi "Majhul", atau tidak diketahui. Karena bisa jadi ia adalah seorang yang fasiq. Terlebih lagi ini didasari bahwa memang hadits itu kabara penting yang menjadi sandaran dalil dan petunjuk bagi orang muslim dalam kesehariannya yang berkaitan dengan halal dan haramnya suatu perkara.

Iya. Menjadi kewajiban memang bagi seorang muslim untuk mem-verifikasi kebenaran berita yang datang. Terlebih lagi zaman sekarang yang semua orang bisa dengan bebasnya men-share berita tanpa ada filter, semua bergantung kepada kehati-hatian kita sebagai muslim. Mau ikut-ikutan menuduh tannpa ada klarifikasi terlebih dahulu, mau mencederai kehormatan saudara muslim, atau ikut caci maki seperti berita yang dibawa, ikut mencela, ikut menyebarkan fitnah? Tinggal pilih yang mana.

Tapi, yang bawa berita itu seorang ustadz, loch?!?!

Masalahnya bukan ustadz atau non-ustadz. Justru ketika berita itu menyangkut harga diri dan kehormatan saudara muslim, entah itu tuduhan kafir atau menyimpang dari syariah atau juga tuduhan melakukan dosa besar. Harusnya kita yang mendengar, mesti bisa menahan diri untuk tidak ikut membicarakan keburukan saudara muslim itu.

Justru dengan menyebarkan berita fitnah dan tuduhan tanpa ada verifikasi dan klarifikasi, itu yang mencedera status ke-ustadz-an beliau. Ibarata kasarnya begini: "ustadz kok ngomongin orang yang jelek-jelek?" bagitu.

Kalau dalam hal berbicara, muslim sudah punya patron yang memang sudah digaruskan oleh rasulullah saw:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia harus berkata baik atau diam" (HR, al-Bukhari)

Ini patron bicaranya orang muslim. Kalau tidak bisa berbicara baik ya diam saja. Jadi sebelum bicara baik lisan atau pun tulisan, sebaiknya difikirkan asas masalahat dan manfaatnya. Apakah lisan atau tulisan ini baik, bermanfaat dan membawa maslahat? Atau malah membawa keburukan dan mengundang orang lain untuk saling fitnah dan tuduh-menuduh sesama saudara muslim?

Ketika terdengar berita yang menyangkut kehormatan saudara muslim, diam itu adalah jalan terbaik. Berbicara dan ikut menyebarkan, justru itu petaka. Dengan berbicara –benar atau tidaknya berita tersebut- kita telah berdosa. Karena kita berghibah kalau berita itu benar, dan kita telah melakukan fitnah kalau itu salah.

Bukankah orang muslim itu adalah yang menjaga saudara muslim lainnya dari lisan dan tangannya? Sabda beliau shallahu 'alaihi wassallam:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"orang muslim itu ialah yang menjaga muslim lainnya dari lisan dan tangannya" (Muttafaq 'alaih)

Kalau sudah terlanjur menyebarkan. Bagaimana?

Ya. Berusaha menarik kembali apa yang sudah disebarkan. Mungkin sulit dan memangsangat sulit, mengingat kabar tersebut mungkin sudah lama sekali disebarkan, dan tidak ingat lagi, bahkan juga lupa, sudah berapa kali men-share berita tersebut, karena bukan hanya di aku pribadi saja, tapi di akun orang lain bahkan grup juga.

Ya harus dilakukan adalah meminta maaf di tempat yang mana  orang banyak melihat itu. Dena memberikan verifikasi bahwa kabar yang dulu sempat disebarkan itu adalah kabar bohong atau kabar fitnah yang tidak jelas verifikasinya serta berlum ada klarifikasi.

Setelah itu, harus menahan diri dan mencukupkan hati untuk tidak lagi menyebarkan berita penting yang menyangkut kehormatan saudara muslim kecuali setelah verifikasi dan klarifikasi kepada yang bersangkutan. Bulatkan dalam hati untuk tidak lagi mengundang orang lain ikut memfitnah karena sebab berita yang kita sebarkan. insyaAllah semua clear.

Wallahul-musta'an

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya