Jual Beli Kucing, Haram kah?

Beberapa kawan bingung ketika mendapati sebuah kenyataan bahwa para sahabat Nabi Muhammad saw banyak yang mencintai kucing, bahkan sahabat Nabi saw yang banyak meriwayatkan hadits digelari bapaknya kucing, [Abu Hurairah] karena sering sekali dikelilingi kucing. Padahal naman aslinya Abdul-Rahman bin Shokhr al-Dausi (57 H).

Pun ada riwayat shahih dari Nabi saw bahwa beliau memasukkan kucing dalam kategori hewan yang suci, dan mengatakan bahwa ia adalah hewan yang sering ada di sekeliling kita. Tapi di sisi lain ditemukan juga bahwa ada hadits yang melarang untuk menjual kucing itu sendiri.

Lalu bagaimana sebenarnya hukum jual beli kucing? Kalau benar haram, kenapa boleh dipelihara? Kalau memang haram karena alasan haram makan dagingnya, keledai [himar ahliy] juga diharamkan makan dagingnya, tapi jual belinya dibolehkan?

Ulama 4 Madzhab

Ulama 4 madzhab (al-hanafiyah, al-Malikiyah, al-Syafi'iyyah, al-Hanabilah) sepakat atas kebolehan jual-beli kucing. Dibolehkan karena memang kucing adalah hewan yang suci bukan najis, karena suci maka tidak ada larangan untuk memperjual belikannya.

Pernyataan ini tertulis dalam kitab-kitab mereka, seperti Bada'i al-Shana'i 5/142 (al-Hanafiyah) karangan Imam al-Kasani (587 H), Hasyiyah al-Dusuqi 3/11 (al-Malikiyah) karangan Imam al-Dusuqi (1230 H), al-Majmu' 9/230 (al-Syafi'iyyah) karangan Imam an-Nawawi (676 H), al-Mughni 4/193 (al-Hanabilah) karangan Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy (620 H).

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa kucing itu hewan suci, karena suci maka bisa dimanfaatkan. Dan dalam prkatek jual-beli kucing, tidak ada syarat jual-beli yang cacat, semuanya terpenuhi. Sah jual belinya sebagaimana juga sah jual beli kuda atau juga baghl/Himar Ahliy (keledai).

Setelah sebelumnya beliau mengutip pernyataan Imam Ibnu al-Mundzir yang mengatakan bahwa mmemelihar kucing itu dibolehkan secara Ijma' ulama. Jadi jual belinya pun menjadi tidak terlarang.
(al-Majmu' 9/230)

Pendapat Menyendiri (Madzhab al-Zohiriyah)

Pendapat berbeda dikeluarkan oleh madzhabnya Imam Daud Abu Sulaiman al-Zohiri, bahwa jual-beli kucing itu hukumny haram. Ini dijelaskan oleh ulamanya sendiri, yaitu Imam Ibn Hazm (456 H) dalam kitabnya al-Muhalla (9/13). Tapi hukumnya bisa menjadi wajib jika memang kucing itu dibutuhkan untuk 'menakut-nakuti tikus'. Dalam kitabnya:

وَلاَ يَحِلُّ بَيْعُ الْهِرِّ فَمَنْ اُضْطُرَّ إلَيْهِ لأَذَى الْفَأْرِ فَوَاجِبٌ
"tidak dihalalkan jual beli kucing, (tapi) barang siapa yang terdesak karena gangguan tikus (di rumahnya) maka hukumnya menjadi wajib".  

artinya memang madzhab ini juga tidak mengharamkan secara mutlak, kondisi tertentu di mana jual beli kucing dibolehkan, bahkan diwajibkan. 
Alasan madzhab ini mengharamkan jual beli kucing, karena memang ada hadits yang melarangnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Zubair pernah bertanya kepada sahabt Jabir bin Abdullah:

سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ فَقَال : زَجَرَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
“aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi shallallhu a’alaih wa sallam melarang itu” (H.R Muslim No. 2933)

Menurut Imam Ibnu Hazm, kata "Jazar"[جزر] dalam bahasa itu punya arti jauh lebih berat dibandingkan kata "Nahyu" [نهى] yang berarti melarang.

Imam Nawawi Menjawab Hadits

Ketika menjelaskan pendapat madzhabnya tentang kebolehan jual-beli kucing, Imam Nawawi juga memaparkan pendapat yang melarang beserta dalil dari hadits yang dipakainya. Beliau menjawab bahwa haditsnya memang shahih tapi maksudnya bukan larangan secara mutlak.

Dalam kitabnya (al-Majmu' 9/230) beliau menyanggah dalil ini dengan argumen berikut:

جَوَابُ أَبِي العباس بن العاص وَأَبِي سُلَيْمَانَ الْخَطَّابِيِّ وَالْقَفَّالِ وَغَيْرِهِمْ أَنَّ الْمُرَادَ الهرة الوحشية فلا يصح بيعها لِعَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِهَا
" jawaban Abu al-Abbas bin al-'Ash dan juga Abu Sulaiman al-Khaththabiy serta al-Qaffal dan yang lainnya (terhadap hadits larangan itu) bahwa yang dimaksud [sinnaur] di situ adalah kucing liar/hutan [al-wahsyi]. Terlarang jual belinya karena tidak ada manfaat."

Jadi memang yang dilarang itu bukan kucing [الهرة], akan tetapi kucing liar atau hutan yang disebut dengan istilah Sinnaur [سنور]. Ya kerena memang sinnaur pun terlarang untuk memakannya karena masuk dalam kategori hewan bertaring yang menyerang manusia. Dalam madzhab al-Syafi'iyyah juga yang terlarang itu jika kucing liar, kalau kucing peliharaan itu tidak terlarang jual belinya.

Toh kalau pun terlarang, Nabi pastinya mengatakan dengan istilah al-Hirrah juga, tidak dengan Sinnaur. Pembedaan istilah ini juga menunjukkan bahwa kucing tidak satu jenis, dan perbedaan jenis, beda juga hukumnya. Karena memang secara bahasa Sinnaur dan Hirrah punya makna beda; Liar dan tidak liar, buas dan tidak buas.

Wallahu a'lam.   

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya