Syubhat = Haram, Benarkah?

Dalam beberapa kajian, saya sering kali ditanya perihal syubhat. Dan yang saya termukan banyak sekali yang menyamakan syubhat dengan haram. Artinya kalau ada perkara syubhat, berarti itu perkara haram. Orang yang melakukannya berdosa. Tapi nyatanya tidak sesimpel itu.  

Wajar saja memang kalau ada yang berpendapat seperti itu, karena memang ada potongan hadits Nabi saw yang menjelaskan itu:

ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام
"siapa yang melakukan perkara syubhat berarti ia melakukan perkara haram" (HR Bukhori dan Muslim)

secara tekstual, potongan hadits ini punya makna bahwa yang Syubhat itu sama saja haram, dan yang melakukan Syubhat berarti melakukan yang haram, karena itu pasti berdosa, padahal bukan seperti itu juga maksud haditsnya. Kalau dibuka haditsnya secara lengkap akan ada makna lain.

إنَّ الْحَلالَ بيِّن، وإنَّ الْحَرَامَ بَيِّن. وبينهما أمور مُشْتَبهاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ الناس، فَمَنِ اتَقى الشبهات استبرأ لِدِينهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشبهَاتِ وَقَعَ في الْحَرام، كَالرَّاعي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرْتَعَ فِيهِ.
ألا وَإنً لِكلٌ مَلِكٍ حِمىً، ألا وإن حِمَى الله مَحَارِمُهِ. ألا وَإنَّ في الجسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحت صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُه ألا وَهِي القلب".
"Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara yang samara-samar yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum) nya. Barang siapa yang menghindari perkara samara-samar, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barang siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang lain) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya.

Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan (undang-undang), ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati."

**Halal, Haram dan Syubhat**

Dalam hadits ini, secara jelas Nabi saw menerangkan bahwa suatu perkara itu ada 3 jenisnya; Halal, Haram dan Syubhat. Yang halal jelas karena memang berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa perkara ini halal dan sulit dibantah kehalalalnnya, seperti makan, minum, berjalan, tidur dan sebagainya yang memang jelas kehalalannya.

Ada juga perkara yang haram karena memang jelas dalil keharamannya dan sulit sekali bahkan tidak bisa dibantah, seperti keharaman mencuri, berzina, riba, minum khomr dan sebagainya yang memang benar-benar jelas keharamannya.

Dan jenis ketiga yaitu Syubhat. Yaitu perkara yang memang masih dalam ranah ketidak jelasan antara halal atau haram. Tidak bisa dikatakan halal, karena berbau haram, namun tidak bisa juga disebut haram karena ketidakjelasan atau tidak ditemukan dalil pengharamannya.

Sampai sini jelas bahwa Syubhat bukanlah perkara haram. Kalau memang itu haram, lalu buat apa Nabi saw membaginya menjadi 3 jenis? Kenapa Nabi saw tidak langsung saja mengatakan bahwa "..Syubhat itu bagian dari haram..".

Dan pembagian Nabi saw atas perkara itu menunjukkan bahwa setiap bagian itu tidaklah sama dengan bagian yang lain. Pembagian itu mengindikasikan perbedaan masing-masing bagian.

**Syubhat itu Relatif**

Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits ini dalam kitabnya Syarhun-Nawawi Li-Muslim (11/27), beliau mengatakan bahwa perkara syubhat itu ialah perkara yang relatif. Bisa jadi Syubhat untuk seseorang dan bisa jadi jelas, tidak Syubhat bagi yang lain.

Dalam teks hadits juga disebutkan [لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ الناس] "Sedangkan di antaranya ada perkara yang samar-samar yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum) nya…."

Teks hadits tersebut menurut Imam Nawawi mengisyaratkan bahwa perkara syubhat itu untuk orang awam yang memang tidak mengetahui hukum agama. Sedangkan bagi ulama, perkara syubhat itu nyaris tidak ada, karena seorang ulama tahu bagaimana mengambil sebuah kesimpulan hukum pada sesuatu yang baru dengan Qiyas, Istishhab atau sumber hukum lainnya. Jadi perkara yang awalnya Syubhat menjadi tidak samar-samar lagi karena kedalaman ilmu agama yang beliau-beliau kuasai.

Ini berarti bahwa perkara Syubhat itu hanya perkara temporer yang bisa saja hilang. Seseorang ketika baru saja berhadapan dengan sebuah perkara yang samar-samar dan ia tidak tahu apa hukumnya, ini menjadi Syubhat.

Tapi ketika ia mulai belajar atau meminta petunjuk dari seorang ulama atas hukum perkara tersebut, yang awalnya samar-samar menjadi tidak rancu lagi dan hilang ke-syubhat-annya karena ia telah mengetahui hukumnya, entah itu jadi yang haram atau jadi yang halal. Jadi memang Syubhat itu tidak baku dan bisa hilang.

**Yang Melakukan Syubhat = Melakukan Keharaman?**

Sedangkan makna potongan hadits [وَمَنْ وَقَعَ فِي الشبهَاتِ وَقَعَ في الْحَرام]"…siapa yang melakukan perkara syubhat berarti ia melakukan perkara haram…"  ini mempunyai 2 kemungkinan (ihtimal) makna sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Syarhun-Nawawi Li-Muslim (11/29);

Makna pertama: ia melakukan yang Syubhat itu secara terus menerus karena menyepelekan dan meremehkan yang sampai akhirnya ia melakukan yang haram tanpa ia sadari karena terlalu meremehkan.

Atau bisa jadi artinya di Makna kedua ini, yaitu; ia terbiasa menggampangkan sesuatu yang Syuhbat. Kalau sudah terbiasa melakukan yang Syubhat, ia akan terus melakukan Syubha-Syubhat yang lain yang lebih besar lagi.

Dan sifatnya yang menggampangkan ini, membuat setan lebih mudah untuk menggodanya dan akhirnya ia juga akan terbiasa melakukan yang haram tanpa ada rasa bersalah dan malu. Karena sudah berani melakukan yang Syubhat, yang harampun menjadi biasa dan tidak risih lagi untuk melakukannya.

Jadi syubhatnya itu menjadi jembatan ia untuk menuju yang haram. Sebagaimana yang banyak dikatakan oleh para ahli hikmah, bahwa maksiat adalah jembatan kekufuran. Banyaknya maksiat bukan tidak mungkin bisa membuat ia menjadi kafir. Artinya entengnya berbuat maksiat, sampai ia tidak merasa risih untuk melakukan sesuatu yang nyatanya mengeluarkannya dari iman.

**Imam Shan'aniy di Subulusalam**

Imam Shon'aniy dalam kitabnya Subulus-Salam (4/171), menjelaskan makna potongan hadits ini juga. Beliau mengatakan bahwa orang yang melakukan Syubhat biasanya sangat dekat dengan keharaman. Ibaratnya Syubhat itu jembatan menuju perkara yang haram, sebagaimana yang dijelaskan dengan teks hadits selanjutnya.

"Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang lain) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan (undang-undang), ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya."

Logikanya, kalau sesorang berani melakukan yang Syubhat, bukan tidak mungkin dan sangat mungkin sekali ia berani melakukan yang haram. Karena bagaimanapun setan terus saja menggoda manusia dan membuatnya meremehkan sesuatu yang haram sebagaimana ia meremehkan sesuatu yang Syubhat.

**Meninggalkan Syubhat Melembutkan Hati**

Sebenarnya perkara Syubhat ini lebih dekat ke perkara hati sebagai benteng iman dalam melakukan segala hal, seberapa berani kah diri ini melakukan sesuatu yang memang meragukan kehalalannya walaupun tidak ada dalil yang jelas atas keharamannya. Ujung-ujungnya melatih diri untuk lebih berhati-hati dalam bertindak terlebih pada masalah syariah.

Di ujung hadits ini dijelaskan bagaimana kerasnya hati kita jika terus menerus berani melakukan perkara yang samar-samar hukumnya. Dengan terus menerus menahan diri bersikap Waro' dan tidak menenggelamkan diri ke dalam sesuatu yang masih sangat rancu, itu semakin memupuk kekuatan iman dalam diri.

Kita bukan tidak tahu bagaimana ulama-ulama salaf kita sangat takut sekali dengan perkara yang Syubhat. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Imam Abu Hanifah menolak untuk memakan daging selama beberapa tahun karena tahu kambing tetangganya hilang. Beliau khawatir kalau makan daging itu daging dari kambing tetangganya yang hilang.

Wallahu A'lam

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya