Imam Shalat Duduk, Makmum Harus Bagaimana?

Dalam pembahasan shalatnya orang sakit, ulama membahas juga keabsahannya menjadi Imam shalat bagi yang lain. Tentu bukan sakit yang enteng, akan tetapi sakit yang membuatnya tidak bisa berdiri sedangkan berdiri adalah rukun shalat (bagi yang mampu).

Bagi muslim yang mempu berdiri, tidak ada alasan baginya untuk tidak shalat dalam keadaan berdiri. Namun muncul pertanyaan kemudian, bagaimana jika Imamnya yang tidak bisa berdiri sehingga harus shalat dalam keadaan duduk, Atau bagaimana jika tiba-tiba dalam shalat sang Imam sakit dan harus berubah posisi menjadi duduk.

Apakah ia mengikuti duduk sedangkan ia bisa berdiri? Atau tetap berdiri saja karena memang rukunnya duduk? Dalam hadits shahih yang diriwayatkan shaikhan; Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah yang menjelaskan tetang kewajiban-kewajiban makmum tehadap Imamnya:

إِنَّمَا جُعِلَ اَلْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ, … , وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا, وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعِينَ
"Imam itu dijadikan untuk diikuti, jika ia takbir, maka bertakbirlah … jika ia shalat dalam keadaan berdiri, berdirilah dan jika dalam keadaan duduk, maka duduklah kalian semua" (Muttafaq 'alayh)

Secara zahir redaksi hadits, memang jelas dinyatakan bahwa sang makmum tetap mengikuti Imam dalam keadaan duduk. Nyatanya, ulama lintas madzhab tidak menyepakati itu. Setidaknya ada 3 pendapat dari ulama madzhab fiqih terkait Imam duduk ini:

[1] Makmum Mengikuti Imam, Tanpa Alasan

Ini adalah pendapat madzhab Imam Ahmad bin Abdullah bin Hanbal, yang mengambil hukum dari zahir teks hadits. Dan memang begitu sejatinya, bahwa makmum itu tidak punya jalan kecuali mengikuti saja apa yang Imam kerjakan, dan itu perintah Nabi s.a.w..

Namum beliau mengecualikan, jika duduknya Imam terjadi ditengah shalat. Maksudnya Imam memulai shalat dengan berdiri, namun karena sakit beliau merubah posisinya menjadi duduk, makmum tetap harus berdiri. Ini dimabil dari kisahnya shalat para sahabat yang berdiri kemudian Nabi s.a.w. yang dalam keadaan sakit datang dan menjadi Imam dalam keadaan duduk, namun sahabat tetap dalam keadaan berdiri bersama Abu Bakr r.a. yang awalnya menjadi Imam.

[2] Tidak Sah Bermakmum Kepada Imam yang Duduk

Secara tegas, madzhab Imam Malik menyatakan bahwa orang yang tidak bisa berdiri, atau tidak bisa shalat dalam keadaan berdiri tidak bisa menjadi Imam; karena makmum yang berdiri tidak sah shalatnya jika bermakmum kepada orang yang duduk.

Imam Malik bukan tidak tahu hadits konsekuesi Makmum terhadap Imam itu, akan tetapi hadits yang panjang itu, bagian yang shalatnya Imam duduk di­-takhshish oleh hadits mursal riwayat Imam al-Daro Quthniy:

لا يؤمن أحدكم بعدي قاعداً قوماً قياماً
"janganlah salah satu dari kalian menjadi Imam dalam keadaan duduk untuk kaum yang mampu berdiri" (HR. al-daro Quthniy)

Bukan hanya hadits mursal –yang dinilai oleh madzhab lain tidak bisa dijadikan Hujjah- ini saja yang men-takhshsish, dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Imam Ibn Rusyd al-Qurthubiy juga mengatakan bahwa Imam Malik berhujjah dengan 'Amal ahl Madinah perihal Imam shalat yang duduk ini.

Imam Shan'aniy dalam kitabnya SubulusSalam (hal. 396), menambahkan dalilnya madzhab Imam Malik yang menguatkan pendapatnya ini dengan hadits yang diriwayatkan oleh Qadhi Abd. Wahab al-Baghdadi al-Maliki (422 H):

لا تختلفوا على إمامكم ولا تتابعوه في القعود
"janganlah kalian menyelisih Imam, dan jangan ikuti Imam (yang Shalatnya) Duduk".

Namun setelahnya, ulama madzhab Fiqih Zaidiyah ini bahwa hadits Qadhi ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Artinya haditsnya tidak jelas sumbernya –menurut beliau-.

[3] Imam Duduk, Makmum Tetap Berdiri

Ini pendapat madzhab-nya Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi'i yang mengatakan bahwa makmum shalatnya tetap sah bermakmum kepada Imam yang duduk, akan tetapi makmum yang bisa berdiri tidak bisa dibenarkan jika shalatnya duduk, walaupun Imamnya duduk. Artinya ia tetap shalat dalam berdiri dan Imam dalam keadaan duduk.

Ini didasarkan atas peristiwa shalat Nabi s.a.w. riwayat Imam al-Bukhari dari istri Nabi; Sayyidah 'Aisyah r.a., yaitu hadits tentang shalatnya Nabi s.a.w. yang sedang dalam keadaan sakit dan menjadi Imam dalam keadaan duduk.

Ketika itu sahabat sudah bermakmum kepada sahabat Abu Bakr r.a. karena memang Nabi s.a.w. sedang sakit di kamar 'Aisyah r.a., namun kemudian Nabi keluar dan masuk masjid langsung menjadi Imam shalat. Abu Bakr r.a. ketika itu berubah status menjadi Muballigh untuk Nabi s.a.w.. Posisinya ketika itu, Nabi s.a.w. duduk dan para sahabat semua berdiri. Kalau seandainya harus duduk, pastilah Nabi s.a.w. memerintahnya mereka untuk duduk semua sebelum shalatnya.

[Imam al-Shan'aniy: "Perintah Duduk Hanya Sebuah Kesunahan"]

Dalam kitab Subulus-Salam (hal. 396), Imam Shan'aniy mengeluarkan pendapatnya, bahwa perintah duduk mengikuti Imam duduk adalah perintah yang tidak berbuah kewajiban atau keharusan. Akan tetapi, setelah menimbang beberapa hadits terkait, ulama madzhab Fiqih Zaidiyah ini menyatakan bahwa perintah duduk itu statusnya mandub, atau sunnah saja, bahasa keren-nya "recommended".

Dalam artian bahwa makmum diberi pilihan untuk mengikuti Imam dalam keadaan duduk –dan itu afdhal- atau tetap dalam keadaan berdiri dan itu tidak membuat shalat jemaahnya rusak.

Akan tetapi di luar itu semua, pembahasan ini adalah pembahasan yang memang sejak awal sudah diperdebatkan, artinya masing-masing kita boleh saja mengikuti pendapat mana yang disukainya. Dan tetap berlapang dada dengan adanya perbedaan.

Tidak dibenarkan salah satu di antara kita untuk memaksa orang lain dalam memilih pendapat yang sama atau lebih jauh lagi, menyalahkan orang lain yang berbeda. Jelas itu tindakan yang sangat tidak dewasa!.

Wallahu a'lam

Comments

  1. Assalammualaikum Wrb. Ini terjadi di daerah kami juga, sehingga waktu itu saya jadi gagal fokus. Yang jadi pikiran permasalahannya pada jamaah kami masih banyak yang mampu atau memenuhi syarat menjadi Imam.
    Terimakasih.

    ReplyDelete
  2. Kalau diantara makmum ada yg mampu jadi Imam, sebaiknya Imam yg sakit atau udzur menyerahkan kpd makmum tsb.

    ReplyDelete
  3. Dimasjid desaku imam yang fasih minder kepada seorang jamaah yang telah beribadah umroh padahal orang itu bacaannya belepotan, apa yang harus dilakukan?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya