Ulama-Ulama "Bujang"
Jumat kemarin (25.01.2013) saya mendapatkan jadwal khutbah jumat digedung salah satu perusahan yang berada didaerah Rasuna Said kuningan, jakarta selatan. Yang saya sayangkan, gedung hitam besar menjulang tinggi dengan 50 lantai dan 4 lantai basement itu hanya mempunyai musholah di basement 1 gedung tersebut. Kalau hari jumat mushola diperbesar untuk memuat Jemaah sholat Jumat dengan memangkas bebera petak area parker, Alhamdulillah area tersebut bisa memuat lebih dari 1000 jemaah.
Tapi bukan itu yang akan dibahas dalam artikel ini. Yang akan dibahas ialah perbincangan saya yang terjadi setelah sholat jumat itu dengan beberapa pihak managemen kantor dikantin gedung.
Salah seorang pegawai bertanya: "anak udah berapa, Stadz?". Saya jawab: "belum. Saya masih single".
Tiba-tiba, pegawai yang duduk disampingnya sambil menunjuk ke arah pengurus DKM yang beada disamping saya dengan sambil senyum, ia berkata: "wah kita kecolongan nih. Besok-besok, khotib ngga boleh bujang, ini harus yang sudah menikah. hehe". Kemudian ia menoleh ke saya: "ustadz kok masih bujang, menikahlah, stadz. Bukankah itu perintah agama?", saya tersenyum sambil mengangguk, "YA"
Entah serius atau tidak, yang pasti setelah itu saya dan DKM masjid yang tadi ditunjuk-tunjuk dengan telunjuknya pun tersenyum dengan sedikit tertawa. Tapi walaupun tertawa, saya kok merasa ngga enak hati mendengar perkataan orang tersebut. Saya bingung, "apa kaitannya khutbah jumat dengan status khotib sudah menikah atau belum?"
Memang harus diakui sebagai seorang muslim, menikah itu adalah pekerjaan mulia dan orang yang menikah itu dimuliakan oleh syariat ini. Banyak dalil-dalil syar'I yang menjelaskan tentang penting dan keutamaan seorang yang sudah menikah. Bahkan dikatakan dalam sebuah hadits bahwa orang yang sudah menikah, berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya.
Memang begitu. Tapi kaitan khutbah yang berisi pesan dan ilmu agama, haruskah disampaikan oleh yang sudah berstatus "menikah"? tidak bolehkah seorang bujang menyampaikan ilmu yang ia dapat?
Ternyata Banyak Ulama Yang Membujang Sampai Akhir Hayatnya!
Jadi inget Kitabnya Sheikh Abdul Fattah Abu Ghoddah yang judulnya:
"العلماء العزاب الذين آثروا العلم على الزواج"
"Ulama-Ulama Bujang yang Mendahulukan Ilmu daripada Manikah"
Dalam buku ini, selain beliau menyebutkan beberapa Ulama masyhur yang sampai akhir hayatnya belum menikah, tapi selai itu, di Bab awal beliau menulis apa sebab Ulama-Ulama tersebut lebih menadahulukan pencarian Ilmu dan membagiknanya kepada umat dibanding harus menikah.
Disajikan pula beberapa pemaran Ulama-Ulama terdahulu tentang menikah dan pencarian ilmu, yang kalau kita amati memang Ulama yang disebutkan dalam kitab ini bukan berate menharamkan diri mereka untuk menikah, akan tetapi ada tuntutan syariah yang lebih besar dibanding harus menikah. Karena tidak menikah bukan berarti tidak mau menikah, kan?
Dan harus diketahui pula, bahwa menikah itu hukumnya tidak berada pada satu level hukum. Ya memang asal hukum menikah itu sunnah, tapi Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum nikah itu sesuai dengan kondisi si muslim itu sendiri. Ia bisa jadi wajib, bisa jadi sunnah, bahkan bisa jadi makruh dan malah haram. Jadi jangan sampai kita salam mempromosikan/memasarkan/menggembor-gemborkan nikah kepada orang yang salah.
Baca disini "HUKUM NIKAH TIDAK CUMA SATU"
bukan maksud menyetarakan diri ini dengan Ulama-ulama tersebut, (lah emang saya ini siapa? Ilmu masih cetek, baca kitab masih ngeja udah Mau menyaetarakan diri dengan beliau-beliau!!), bukan juga mau mengkampanyekan untuk tidak menikah, Na'udzubillah, Allahumma-ghfirliy.
Tapi hanya sekedar memberitahu bahwa ilmu agama yang banyak kita dapat dan sampai ke telinga kita sampai sekarang itu ternyata diwarisi dari para "Bujangan". Sebut saja Imam Ibnu Jarir Al-Thobari yang terkenal dengan kitab tafsirnya.
Imam Nawawi Al-Dimasyq, beliau adalah Ulama pada jajaran tertinggi mazhab syafi'i. banyak Karya-karya beliau yang fenomenal, diantaranya Al-Majmu', Syarah shohih Muslim, Minhaj Al-'Abidin, Riyadhussholihin dan masih banyak lagi.
Ada lagi Imam Ibnu Taimiyah, siapa yang tidak kenal beliau? Beliau yang Ijtihadnya dalam berbagai masalah syariah banyak diikuti oleh hampir mayoritas Ulama se-jagad raya ini.
Ada lagi sheikh Al-Zamakhsari. pengarang Tafsir Al-Kasysyaf yang terkenal dengan kelihaiannya dalam berbahasa Arab tanpa merusak kaidah yang ada. Para Ahli bahasa Arab, tentu kenal dengan beliau yang karyanya dalam bidang ilmu Balaghoh, dan kaidah-kaidah Ilmu Bahasa Arab lainnya banyak menjadi rujukan, sampai sekarang ini.
Dan masih benyak lagi Ulama yang sampai akhir hayatnya belum pernha merasakan pelaminan bersama istri/suami. Tapi siapa yang meragukan kalau beliau-beliau sudah dipersiapkan oleh Allah swt dengan pasangan pengantin yang jauh lebih indah dibanding yang ada didunia ini berkat ilmu dan manfaat beliau-beliau yang dirasakan oleh umat.
Jadi kalau bermasalah dengan ilmu agama yang disampaikan oleh seorang "Bujang", harusnya kita juga merasa risih dengan ilmu syariah yang selama ini kita dapat, karena banyak juga diwarisi dari para Ulama Bujang.
Bukan masalah Bujang atau Tidak, tapi masalahnya "apakah ilmu yang disampaikan itu benar dan sesuai tuntunan agama yang tidak melenceng dari qur'an dan hadits?"
untuk mengunduh Kitab ini, KLIK DISINI
Comments
Post a Comment