Perbedaan Niat Sholat Antara Imam Dan Makmum, Boleh-kah?
gambar: misrawy.com |
Sebelumnya saya
pernah menulis artikel tentang SAH-nya sholat orang yang mengerjakan sholat
sunnah dibelakang Imam sholat wajib. Atau juga sebaliknya, sholat wajib
dibelakang Imam sholat sunnah. ( KLIK DI SINI UNTUK MEMBACA Artikelnya )
Lalu kemudian muncul pertanyaan
dari beberapa teman, “itu kalau sholat sunnah dan imam sholat wajib. Dan juga
sebaliknya. Lalu bagaimana kalau imam dan makmum sama-sama sholat wajib, tapi
berbeda jenis kewajibannya. Contohnya Imam sholat zuhur sedangkan makmum sholat
ashar. Bagaimana, apakah itu juga sah?”
Dan masalahnya memang
sama saja, yaitu bertumpu pada “perbedaan niat” antara Imam dan makmum. Apakah niat
itu disyaratkan harus sejalan atau boleh berbeda?
Dalam masalah ini
Imam Malik dan Imam Hanafi tidak membolehkan adanya perbedaan niat antara Imam
dan makmum dalam sholat. Karena sejatinya sholat berjamaah itu haruslah tidak
boleh ada perbedaan antara Imam dan makmum. Hanya saja Imam hanafi membolehkan
makmum sholat sunnah dibelakang sholat wajib, selain itu tidak boleh.
Sedangkan 2 imam
mazhab lainnya; Mazhab Syafi’I dan Hambali membolehkan terjadinya perbedaan
niat antara Imam dan makmum. Apapun jenis sholatnya, Imam sholat wajib dan
makmum sunnah. Imam Sunnah dan makmum wajib. Atau juga Imam dan Makmum
sama-sama sholat wajib tapi berbeda jenis wajibnya, seperti ashar dan zuhur. (Al-Majmu' 4/272)
Bahkan Imam
Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir mengatakan kalau pendapat Imam syafi’I
yang membolehkan perbedaan niat itu adalah Ijma’ (Konsensus) para Sahabat Radhiyallahu
‘anhum. (Al-Hawi Al-Kabir 2/316)
Pendapat ini
didasarkan pada beberapa dalil, diantaranya:
Pertama:
hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Muadz Bin Jabal yang menyebutkan bahwa Hadits Jabir ra yang menyebutkan bahwa Mu'adz bin jabal ra pernah melaksanakan sholat isya berjamaah bersama Nabi Muhammad SAW beserta sahabat. Kemudian ia pulang menemui kaumnya dan menjadi Imam sholat yang sama yaitu sholat isya untuk kaumnya tersebut. (HR Muslim)
Artinya bahwa sholat
yang dilakukannya bersama kaumnya itu ialah sholat sunnah, karena sholat
wajibnya telah beliau lakukan bersama Rasul saw. Dan Imam Nawawi menyebutkan riwayat tambahan dari hadits ini yang diriwayatkan oleh Imam Syafi'i, bahwa perkara tersebut dilaporkan kepada Nabi SAW, dan Nabi tidak mengingkarinya. (Al-majmu' 4/272)
Kedua:
Hadits Abu Bakroh ra tentang salah satu cara lain sholat
Khouf yang dilakukan Nabi SAW. Disebutkan bahwa Nabi SAW melaksanakan sholat zuhur dalam keadaan khouf (peperangan), kemudian para sahabat membagi barisan menjadi 2 kelompok. Satu kelompok sholat bersama Rasul dan yang lain berjaga-jaga.
Nabi melaksanakan sholat bersama Kelompok pertama sebanyak 2 rokaat kemudian salam. Lalu masuklah kelompok yang tadi berjaga-jaga untuk sholat bersama Rasul SAW. Berjamaah 2 rokaat kemudian salam. (HR Abu Daud)
Imam Sayfi'i dalam Kitabnya Al-Um menyebutkan bahwa: 2 rokaat terkahir Nabi adalah sunnah dan yang pertama wajib. Jadi kelompok kedua yang sholat bersama Nabi itu sholat wajib sedangkan Imam mereka yakni Nabi SAW melaksanakan Sholat Sunnah. (Al-Um 1/173)
Nabi melaksanakan sholat bersama Kelompok pertama sebanyak 2 rokaat kemudian salam. Lalu masuklah kelompok yang tadi berjaga-jaga untuk sholat bersama Rasul SAW. Berjamaah 2 rokaat kemudian salam. (HR Abu Daud)
Imam Sayfi'i dalam Kitabnya Al-Um menyebutkan bahwa: 2 rokaat terkahir Nabi adalah sunnah dan yang pertama wajib. Jadi kelompok kedua yang sholat bersama Nabi itu sholat wajib sedangkan Imam mereka yakni Nabi SAW melaksanakan Sholat Sunnah. (Al-Um 1/173)
Ketiga:
Sedangkan hadits yang menjadi argument kelompok yang melarang perbedaan niat tersebut, yaitu:
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
"sesungguhnya Imam (dalam sholat) itu untuk diikuti, maka janganlah
kalian berbeda dengan Imam….." (HR Bukhori dan Muslim).
Ini dijawab oleh kelompok yang membolehkan: bahwa Maksud larangan berbeda dalam hadits ini ialah larangan berbeda dalam gerakan-gerakan badan sholat yang zhohir, sedangkan urusan yang tak terlihat (bathin) tidak termasuk dalam larangan ini. Jadi ini bukan larangan untuk berbeda niat.
Dan ini dikuatkan oleh terusan redaksi
hadits itu sendiri yang berbunyi:
فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا
"Jika ia (Imam) takbir, maka ikutlah bertakbirlah, dan jika ia ruku’ maka ikutlah ruku’…."
(Al-Hawi Al-Kabir 2/319)
Imam Shon’any dalam kitabnya “Subulus-Salam”
mengatakan bahwa: “Hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah perbedaan
niat anatar Imam dan makmum.
Seperti Imam sholat Sunnah dan Makmum
sholat wajib. Atau Imam sholat Ashar dan Imam Sholat Dzuhur. Itu semua SAH
sholatnya secara berjamaah. (Subulus-Salam 2/22)
Keempat:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang ia niatkan…" (HR Bukhori
dan Muslim)
Haditnya jelas menerangkan bahwa bagi setiap seseorang itu apa yang diniatkannya. Begitu juga dengan Imam dan makmum, mereka mendapatkan apa yang mereka niatkan masing-masing. Dan tidak ada kaitannya antara niat Imam dan makmum. (Al-Muhalla/Ibnu Hazm: 4/223)
Dan inilah yang
menjadi pendapat Jumhur (Jumhur) Ulama, bahwa perbedaan niat tersebut sama
sekali tidak berpengaruh kepada sholatnya makmum terhapad sholatnya Imam yang
berbeda niatnya.
Yang diwajibkan bagi
seorang makmum ialah WAJIB mengikuti gerakan-gerakan Imam yang dzhohir saja,
sedangkan perbedaan niat itu sendiri tidak mempengaruhi sholat mereka. Makmum walaupun
berbeda niat dengan Imam, ia tetap mendapat pahala sholat berjamaah. (Mausu’ah
Al-Fiqh Al-Islamy 2/507)
Wallahu A’lam.
Jika disimpulkan mungkin, bahwa shalat berjamaah itu amat dan sangat dianjurkankan.
ReplyDeletenah,, itu dia yang penting,, :D
ReplyDeleteoh.. gitu yah hehe...
ReplyDeletekunjungan rutin bang Zarkasyi.. :D
hehe,, malu nih ama kang ayub. template-nya nulat, hihi :)
ReplyDelete