Perbedaan Pandangan Ulama Tentang Hukum Mengucapkan "Selamat Natal"
Pertama yang perlu diketahui, bahwa  mngucapkan "selamat Natal" itu berbeda dengan merayakan natal bersama itu  sendiri. Kalau mengikuti ritual natal, artinya sama-sama mereyakan natal  bersama orang-orang nasrani itu yang diharamkan secara multak. Tidak ada yang  berkata boleh kecuali beberapa kelompok liberal di negeri ini. 
Dan itu juga yang dikeluarkan fatwa  haram oleh MUI, dalam fatwa tanggal 7 maret 1981 / 1 Jumadal-ula 1405 H. dan  fatwa semacam ini bukan hanya milik MUI, tapi ulama sejagad pun mengharamkan  yang namanya ikut natal bersama. 
Karena mengikuti ritual agama lain  itu berrarti mengakui kebenaran ritual tersebut, jelas ini tidak dibenarkan.  Kecuali memang ada pandangan dari kelompok liberal yang membolehkan, mereka  membolehkan ikut merayakan natal bersama. 
"Selamat Natal"
Nah kemudian, terjadi perbedaan  pendapat tentang mengucapkan "Selamat Natal". Dalam bahasa arab ucapan-ucapan  semacam itu disebut dengan istilah Tahniah [تهنئة].  Agak sulit memang kita cari padanan kata yang pas dalam bahasa Indonesia  tentang Tahniah. Yang ada dan masyhur ya dengan kalimat "Selamat" itu. 
Padahal sama sekali kalimat tahniah  itu bukan berarti memberikan doa selamat. Ini yang akhirnya membuat rancu.  Karena kata selamat dalam kamus bahasa Indonesia, itu berarti sama dengan  mendoakan keselamatan. Sedangkan Tahniah dalam bahasa arab bukan berarti doa,  itu seperti sapaan biasa kepada seseorang sebagai bentuk sambutan baik. 
Seperti "good Mornig" dalam bahasa  ingris, tapi jadi "Selamat Pagi" dalam bahasa Indonesia. Padahal kalau  diterjemahkan bukan menjadi "Selamat Pagi", akan tetapi maknanya Good=Bagus,  dan Morning=Pagi, jadi= Pagi Bagus. Dan kalimat seperti ini tidak berarti doa,  melaikan sapaan biasa yang dikenal dalam bahasa ingris sendiri dengan istilah  Greeting, bukan Praying (Doa).  
Dalam bahasa Arab pun Tahniah banyak  macamnya, kita kenal istilah "Shobahul-Khoir", yang kalau diterjemahkan secara  harfiyah sama saja dengan istilah "Good Morning", yaitu pagi yang baik. Karena  itu orang muslim boleh memberi sapaan "Shobahul-Khoir" kepada non-muslim, tapi  tidak dengan salam "Assalamualaikum", karena itu adalah doa. Dan doa tidak bisa  kita ucapakan kepada non-muslim. Walaupun nanti ada perdebatan lagi, bagaimana  jika non-muslim itu yang lebih dulu mengucapkan salam "Assalamualaikum"? apakah  harus dijawab atau tidak?, itu kita bahasa nanti. Kita selesaikan dulu masalah  "Selamat Natal". 
Ucapan = Merayakan? 
Itu sekilas tentang ucapan selamat  atau greeting tadi, initnya memang kalau mengikuti ritual natal dan ber-natal  bersama sebagaimana yang diusung oleh kelompok liberal, jelas itu melanggar  syariah. Tidak ada ulama yang berkata demikian. Akan tetapi jika itu hanya  beripa ucapan, ulama masih memperdebatkan apakah boleh atau tidak. berikut  beberapa fatwa ulama tentang Boleh atau Haramnya ucapan "Selamat Natal":  
1. Pendapat Haramnya Ucapan Selamat  Natal Bagi Muslim
Haramnya umat Islam mengucapkan  Selamat Natal itu terutama dimotori oleh fatwa para ulama di Saudi Arabia,  yaitu fatwa Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil  pendapat Imam Ibnul Qayyim
1. 1. Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam kitab  Majma' Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, (Jilid.III,  h.44-46, No.403), disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada  merekahukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang  terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi  selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang  menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah  diridhai Allah.
Hal itu merupakan salah satu yang  diada-adakan (bid'ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari'atnya tapi  telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad SAW telah diutus dengannya  untuk semua makhluk.
1. 2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah  beliau berkata, "Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi'ar-syi'ar  kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama.  Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi'ar-syi'ar  kekufuran yang mereka lakukan.
2. Pendapat Yang Tidak Mengharamkan
Selain pendapat yang tegas  mengharamkan di atas, kita juga menemukan fatwa sebagian dari ulama yang  cenderung tidak mengharamkan ucapan tahni'ah kepada umat nasrani.
Yang menarik, ternyata yang bersikap  seperti ini bukan hanya dari kalangan liberalis atau sekuleris, melainkan dari  tokoh sekaliber Dr. Yusuf Al-Qaradawi. 
2. 1. Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi  mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama.  Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan  tahni'ah saat perayaan agama lainnya.
Maka kami sebagai pemeluk Islam,  agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non  muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka.  Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik).  Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk  berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu  karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai  orang-orang yang berlaku adil.  (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan tahni'ah ini  terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kami  dalam perayaan hari raya kami.
Apabila kamu diberi penghormatan  dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih  baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah  memperhitungankan segala sesuatu.(QS.  An-Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi  secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam  ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.
2.2. Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs  www.Islamonline.net Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil  yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang  kafir.
Beliau mengutip hadits yang  menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi.  Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas  kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau, ucapan  tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari  besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka,  melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim  kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan bahwa  karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal  itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum  ucapan natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa ucapan  tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung,  seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai  tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan  termasuk perbuatan mungkar.
3.2 Dr. Ali Jumah (Mantan Mufti  Dar-Ifta' Mesir)
Dalam video resmi Dar-Ifta' Mesir,  beliau secara tegas bahwa mengucapkan Tahniah kepada Nasrani (Masihi) untuk  hari raya mereka, termasuk natal yang mereka anggap itu wafatnya Isa 'Alaihisalam,  itu dibolehkan. 
Dalil yang digunakan oleh beliau  mirip dengan apa yang disampaikan oleh DR. Yusuf Al-Qaradhawi atau juga Sheikh  Mustafz Al-Zarqa', dan juga spertinya Prof. DR Quraish Shibah dalam bukunya  "Quraish Shihab Menjawab" itu juga mengikuti fatwanya DR. Ali Jumah dalam  berargumen. 
Untuk lebih detai mengenai fatwa DR.  Ali Jumah, di sini: 
4.2 Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropajuga  berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan  mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan pendapat dari  dua 'kubu' di atas, kita juga menemukan fatwa yang agak dipertengahan, tidak mengharamkan  secara mutlak tapi juga tidak membolehkan secara mutlak juga. Sehingga yang  dilakukan adalah memilah-milah antara ucapa yang benar-benar haram dan ucapan  yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah fatwa Dr.  Abdussattar Fathullah Said, beliau adalah profesor di bidang Ilmu Tafsir dan  Ulumul-Quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau  agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada  yang haram.
3.1. Tahni'ah yang halal adalah  tahni'ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan  syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul  akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Contohnya ucapan, "Semoga tuhan  memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda di hari ini." Beliau  cenderung membolehkan ucapan seperti ini.
3.2. Tahni'ah yang haram adalah  tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah  diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga  Tuhan memberkati diri anda sekeluarga."
Beliau membolehkan memberi hadiah  kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau  apapun yang diharamkan Allah.
Kesimpulan:
Sebagai awam, ketika melihat para  ulama berbeda pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib  menghormati perbedaan pendapat itu, baik kepada pihak yang fatwanya sesuai  dengan pendapat kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita.
Karena para ulama tidak berbeda  pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan  qath'i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan:  'Alaikum bi tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.
Namun selama semua itu merupakan  ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar  ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka  hanya dapat 1 pahala.
Semoga kita tidak terjebak dengan  suasana su'udzdzhan, semangat saling menyalahkan dengan sesama umat Islam dan  membuat kemesraan yang sudah terbentuk menjadi sirna. Amin ya rabbal 'alamin
MUI
Kami di kantor rumah fiqih punya  koleksi buku-buku fatwa dari ormas-ormas islam yang ada di Indonesia, termasuk  buku himpunan fatwa MUI. Seperti yang dijelaskan diawal, bahwa MUI juga tidak  secara tegas mengeluarkan fatwa haramnya mengucapkan selamat Natal. 
Akan tetapi MUI mengeluarkan fatwa  Haram ikut natal bersama dengan kaum nasrani, sebagaimana tercantum dalam fatwa  tanggal 7 Maret 1981 / 1 Juamdal-Ula 1405 H. dan fatwa ini ketika dikeluarkan  sangat membuat marah presiden Soeharto yang ketika itu sedang mengusung isu  Natal bersama. 
Kalau mengucapkannya ya itu tadi,  ulama berbeda pendapat. Tapi kalau ikut merayakan Natal bersama, ini yang tidak  diperkenankan karena selain ada unsur pembenaran ritual mereka, (kalaupun tidak  berniat seperti itu) ada unsur tasyabbuh (menyerupai) orang-orang nasrani
Wallahu a'lam

.jpg) 
 
 
Comments
Post a Comment