Wanita Hamil dan Menyusui, Qodho' Atau Fidyah?

Pertanyaan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Bu, sekarang saya sedang hamil 7 minggu dan masih menyusui (usia anak pertama 20 bulan) dan sekarang saya tidak puasa karena tidak kuat, badan menjadi lemas, pusing, juga khawatir dengan kehamilan saya. Pertanyaan saya Bu, apakah nanti saya harus fidyah atau qodho’ ?
Lili (bukan nama sebenarnya)

Dijawab oleh Ustadzah Aini Aryani dari Rumah Fiqih Indonesia

Waalaikumsalm warahmatullah
Sebelumnya, selamat atas kehamilan putra keduanya ya Bu. Dalam agama Islam, Allah tidak menjadikan hukum-hukum dan syariatnya sebagai beban dan kesulitan bagi hamba-hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hajj ayat 78:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Artinya: dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (beban).

Para ulama membolehkan wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan jika memang kondisinya tidak memungkinkan atau memberatkan, baik bagi dirinya atau bagi bayi yang dikandungnya/disusuinya.

Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, kewajiban apa yang harus dilaksanakan oleh wanita hamil dan/atau menyusui apabila mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam hal ini beberapa ulama berbeda pendapat sebagai berikut:

1. Pendapat Pertama:
Pendapat yang menyerupakan wanita hamil dan menyusui seperti orang yang sakit. Apabila mereka (wanita hamil dan menyusui) tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka harus membayar Qadha’ (tidak perlu fidyah). Sebagaimana yang diwajibkan atas orang sakit apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Imam Abu Hanifah, Abu Ubaid dan juga Abu Tsaur mendukung pendapat ini.

Pendapat ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (al-Baqarah: 184)

2. Pendapat Kedua:
Ibnu Umar dan Ibnu Abbas menyerupakan wanita hamil dan/atau menyusui seperti orang yang tidak sanggup melaksanakan puasa, semisal orang lanjut usia. Jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun bayinya, maka harus membayar Fidyah tanpa perlu mengqadha’ (Bidayatul Mujtahid I, hal. 63).

Pendapat ini mengambil dasar dalil firman Allah sebagai berikut:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Artinya: Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah, (yaitu): Memberi makan seorang miskin. (al-Baqarah : 184)

3. Pendapat Ketiga:
Imam Syafi’i mengatakan bahwa wanita hamil dan/atau menyusu serupa dengan orang sakit dan juga orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Apabila mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka mereka harus membayar Qadha’ dan Fidyah juga. Pendapat ini menggabungkan dua dalil di poin 1 dan 2 di atas.

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal menambahkan bahwa wanita hamil atau menyusui, apabila ia tidak berpuasa sebab mengkhawatirkan kondisi bayinya, yang wajib ia lakukan adalah qadha sekaligus fidyah. Akan tetapi bila ia mengkhawatirkan dirinya saja, atau mengkhawatirkan dirinya dan juga bayinya, maka yang harus ia lakukan adalah membayar qadha’ tanpa fidyah. (Fiqhus Sunnah I, hal. 508)

4. Pendapat Keempat:
Pendapat yang membedakan antara wanita hamil dan wanita yang menyusui. Wanita hamil diserupakan dengan hukum orang sakit, yang apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan, ia wajib mengganti dengan qadha’.

Sedangkan wanita menyusui diserupakan dengan orang sakit sekaligus orang yang terbebani melakukan puasa. Apabila ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar qadha’ dan juga fidyah.

Mengenai kasus yang Ibu tanyakan di atas, yang kami pahami adalah bahwa Ibu Lili meninggalkan puasa Ramadhan karena 2 alasan, yakni karena mengkhawatirkan kondisi ibu sendiri (indikasinya: Ibu merasa tidak kuat, letih dan pusing bila berpuasa) sekaligus juga karena mengkhawatirkan kondisi bayi, baik yang sedang disusui atau yang sedang dikandung.

Bila merujuk pada pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hambal, maka yang wajib ibu lakukan hanya membayar qadha’ tanpa perlu membayar fidyah. Akan tetapi bila membayar qadha’ sekaligus juga fidyah tentu akan menjadi sikap yang lebih berhati-hati (ihtiyath).

Wallahu a’lam bishshawab.
Wassalamualaikum warahmatullah.
Aini Aryani, LLB (Hons)

Comments

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya