Indonesia Tidak Ramah Lagi
![]() |
sumber: nukudus.com |
Dulu saya
atau mungkin semua, sering mendengar iklan atau slogan di media yang mengatakan
bahwa Indonesia itu ramah, sopan, budayanya santun dan para penduduknya murah
senyum dan sebagainya.
Banyak orang
non Indonesia (eks patriat) yang awalnya hanya singgah kemudian menjadi
tertarik utnuk tinggal kebih lama di Indonesia karena katranya penduduknya
ramah, baik, sopan santu dan segudang alasan lainnya yang menpersepsikan bahwa
orang Indonesia itu punya sikap yang positiv.
Sebagai
orang yang telah sah secara hukum menjadi warga negara Indonesia (karena saya
telah ber-KTP. Yang belUm ber-KTP, kewarganegaraannya diragukan, hehe) saya
tentu meng-amini itu semua. Saya bangga dengan image Indonesia yang masih
dipandang baik oleh orang dari negara yang berbeda.
Tapi buat
saya, persepsi bahwa Indonesia itu ramah, baik dan sebagainya mesti dikoreksi
ulang. Menurut saya itu lagu lama yang sudah tidak laku di pasaran kalau
dinyanyikan lagi sekarang. Image dulu yang sudah tidak bisa lagi disematkan
sekarang ini untuk Indonesia.
Dizaman yang
serba mudah dengan satu klik ini, pergeseran budaya sangat terlihat dan makin
jelas terlihat. Orang indonesia yang katanya ramah itu ternyata sudah kita
tidak temukan lagi beberapa tahun belakangan ini. Sayang sekali, terlebih lagi
penduduk perkotaan yang sangat dekat sekali dengan yang katanya perkembangan
pendidikan dan teknologi modern.
Bukan untuk
mendiskreditkan Indonesia, tapi mungkin untuk bahan perenungan. Kita terlalu
mudah berlindung dengan image ramah tanpa mau memperbaiki diri.
Coba kita
tengok di beberapa media social yang banyak digandrungi orang se Indonesia ini,
facebook dan twitter misalnya. Bukan sebuah rahasia lagi kalau banyak kata-kata
kotor yang seharusnya tidak pantas keluar dari penduduk sebuah negara yang
katanya “Ramah”.
Saling
hujat, saling caci, saling hina, bahkan sudah masuk wilayah yang seharusnya
tidak bisa jadi bahan serangan caci maki. Suku, agama, Ras sudah tidak semahal
dulu lagi. Zaman sekarang, justru hal-hal semacam itu menjadi bahan utama
pembicaraan di media dewasa ini. Kita tidak bisa pungkiri itu.
Hanya karena
Berbeda pandangan agama dan politik saja, mereka tidak segan saling ejek dan
hina. Bahkan kata-kata yang dikeluarkan itu sudah tidak bisa dikatakan wajar
lagi. Padahal banyak dari mereka yang berdebat dan beradu kejahatan verbal itu
orang intelek loh, yang dikatakan berilmu dan berpendidikan.
Sudah tidak
ada lagi, siapa tua siapa muda. Semua sudah tenggelam dan terlena dalam
keinginan yang menggebu-gebu untuk saling manjatuhkan musuh seberang
komputernya tersebut. Yang muda tidak ada lagi kata-kata hormat untuk yang tua.
Yang tua pun sudah tidak memperdulikan lagi bahwa kata-katanya itu menjadi
bahan pendidikan yang buruk bagi yang muda.
Bukan Cuma
dengan sesama warga dalam negeri. Ternyata serangan kejahatan verbal itu pun
terjadi dengan rekanan luar negeri. Ingat kejadian Indonesia Vs Malaysia di
ajang piala AFF? Wuiihh perangnya bukan Cuma di lapangan. Tapi juga saling
serang lewat media negara masing-masing, tidak puas dengan itu, para suporter
yang katanya “SPORTIF” itu juga saling menyebar kebencian di dunia facebook dan
twitter. Na’udzu billah.
Kalau
dikatakan; “itu kan Cuma maya, ngga nyata kok?”. Apakah anda yakin dengan
perkataan ini?. Ya memang itu dunia maya yang tidak nyata, akan tetapi si Maya
itu tidak akan ada jika tidak digerakan oleh si yang Nyata.
Maya itu
dihidupkan oleh kata-kata kasar hasil lantunan jari-jari yang bersumber dari
hati sang pribadi kebencian, dan dia itu orang yang nyata. Jadi maya sama saja
nyatanya. Hanya saja maya berhasil menjadi tameng bagi mereka para “pengecut
sejati” yang menyembunyikan wajah aslinya.
STATUS
KITA TETAP MUSLIM
Apapun
ceritanya yang terjadi di dunia maya ini, status kita tetaplah orang Islam yang
pastinya semua kelakuan dan tindakan serta ucapan kita harus selalu sejalan dan
selaran dengan syariat, dengan apa yang telah digariskan oleh agama kita ini.
Ingat hadits
Nabi saw yang ini:
“seorang
Muslim ialah yang saudara Muslim lainya selamat dari (keburukan) TANGAN dan
LISAN-nya” (HR Bukhori dan Muslim)
Termasuk kah
kita dalam kategori muslim yang dijelaskan oleh Rasul saw tersebut? Apakah
orang yang selalu berkata kotor, dan hujat sana sini masih bisa dimasukan dalam
kategori seorang muslim qualifikasi Rasul saw itu?
Lebih tegas
lagi, Nabi saw mengatakan: “Bukan dari GOLONGAN KU, dia yang tidak
menghormati golongan orang tua, dan dia yang tidak menyayangi golongan orang
yang muda dari mereka” (HR Al-Baihaqi/ Syu’abul-Iman, no. 10980)
Tuh, masih
mau kita adu jempol saling hina, saling hujat setelah dengar ancaman Nabi saw
yang seperti ini?. Kita bukan termasuk golongan beliau, kalau bukan golongan
beliau, apakah masih bisa kita mencium bau surga?
Jadi tinggal
pilih, mau jadi golongan Nabi atau tidak?
Berbeda
boleh, beradu argumen puh tidak ada yang larang. Tapi tentu masih tetap dalam
koridor koridor adab yang layak. Tidak perlu mengeluarkan kata-kata yang jorok
dan kotor, persis seperti orang yang tidak pernah makan bangku sekolah. Justru
dengan kata yang halus namun tegas dan berisi argumen kuat seperti itulah lawan
debat kita akan menghargai.
Pun
demikian, peerdebatan tidak semuanya mesti kita layani kok. Kalau Cuma
perdebatan-perdebatan kusir di medsoc yang tidak akan ada habisnya, pun itu
juga tidak memberikan dampak apa-apa, buat apa di ladeni? toh kebanyakan mereka
yang berdebat itu bukan untuk mencari kebenaran, tapi Cuma untuk unjuk
kepintaran dan cari tenar saja.
Nabi saw
bersabda: “Aku menjamin satu rumah di sisi surga bagi ia yang mau
meninggalkan perdebatan walaupun ia berhak untuk mendebati itu. Dan aku
menjamin satu rumah di tengah-tengah surga bagi ia yang meninggalkan kebohongan
walaupun dalam canda. Dan aku menjamin satu rumah di surga yang paling tinggi
bagi ia yang BAIK AKHLAK-nya” (HR Abu Daud)
Wallahu
A’lam
Btw, Antum sedang mendapat ujian ya di sosmed...? Semoga dimudahkan ya...
ReplyDeletehehe,, alhamdulillah ane belum pernah merasakan penderitaan itu,, tapi ane sering lihat, kekerasan verbal di dunia maya ini.. wallahul-musta'an
ReplyDelete