Membaca Qur'an di Kuburan Menurut 4 Mazhab Fiqih

Kalau kita buka literasi-literasi fiqih dari lintas madzhab fiqih yang muktamad dan legal untuk diikuti, secara global kita akan dapati bahwa masalah membaca al-Qur’an di kuburan adalah sesuatu yang dibolehkan oleh jumhur ulama (al-hanafiyah, al-Syafi’iyyah, al-Hanabilah), bahkan ada yang menganjurkan.

Hanya saja kita akan dapat pendangan berbeda dalam literasi madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa membaca al-Qur’an di kuburan itu sesuatu yang dibenci atau dimakruhkan, mereka tidak menyebutkannya dengan istilah haram.

Pendapat jumhur ulama ini, baik yang menganjurkan atau yang memakruhkan bukan asal jadi, akan tetapi memang berdasarkan dengan dalil. Tidak mungkin ulama berani menghukumi sesuatu dengan hawa nafsunya, karena memang perkara halal haram itu adalah sesuatu yang berat dan pasti ada pertanggung jawabannya nanti di hari kiamat.

Jumhur ulama membolehkan itu bahkan ada yang menganjurkan, berdasarkan riwayat Anas bin Malik secara marfu’ –sebagaimana disebutkan dalam kitab mereka- yang mengatakan bahwa: “siapa yang datang ke kuburan lalu membaca surat Yasin, Allah s.w.t. ringankan adzabnya hari itu. Dan bagi yang membaca mendapat kebaikan sejumlah mayit yang diahadiahkan.

Dan mereka –jumhur- juga menyebutkan bahwa sahabat Ibnu Umar (riwayat al-Thabrani) atau Ibnu Umar mewasiatkan bahwa jika beliau meninggalkan untuk dibacakan setelah dikuburkan dengan beberapa ayat pembuka surat al-Baqarah dan beberapa ayat penutup surat tersebut.

Untuk lebih jelas bagaimana ulama madzhab melihat masalah ini, sungguh sangat baik sekali jika kita lihat apa yang mereka tuliskan dalam kitab-kitab mereka:

Madzhab al-Hanafiyah

وَلَا بَأْسَ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقُبُورِ وَرُبَّمَا تَكُونُ أَفْضَلَ مِنْ غَيْرِهِ وَيَجُوزُ أَنْ يُخَفِّفَ اللَّهُ عَنْ أَهْلِ الْقُبُورِ شَيْئًا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ يَقْطَعَهُ عِنْدَ دُعَاءِ الْقَارِئِ وَتِلَاوَتِهِ وَفِيهِ وَرَدَ آثَارُ «مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ سُورَةَ يس خَفَّفَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَوْمئِذٍ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيهَا حَسَنَاتٌ» . اهـ
tidak mengapa membaca al-Qur’an di kuburan, dan bisa jadi itu lebih afdhal dari tempat-tempat lain, dan Allah s.w.t. bisa meringankan –karena dibacakan- adzabnya bagi ahli kubur, atau bahkan menghilangkannya –adzab- ketika pelayat berdoa dan membacakan al-Qur’an. Dalam hal ini ada atsar ‘siapa yang datang ke kuburan lalu membaca surat Yasin, Allah s.w.t. ringankan adzabnya hari itu. Dan bagi yang membaca mendapat kebaikan sejumlah mayit yang diahadiahkan. siapa yang datang ke kuburan lalu membaca surat Yasin, Allah s.w.t. ringankan adzabnya hari itu. Dan bagi yang membaca mendapat kebaikan sejumlah mayit yang diahadiahkan’.” (al-Bahru al-Raiq Syarhu Kanz al-Daqaiq 2/210)

Madzhab al-Malikiyah

كُرِهَ قِرَاءَةٌ (بَعْدَهُ) أَيْ بَعْدَ مَوْتِهِ (وَعَلَى قَبْرِهِ) لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ لَكِنْ الْمُتَأَخِّرُونَ عَلَى أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ وَجَعْلِ ثَوَابِهِ لِلْمَيِّتِ وَيَحْصُلُ لَهُ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ وَهُوَ مَذْهَبُ الصَّالِحِينَ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ
“dimakruhkan membaca al-Quran setelah kematian di kuburannya, karena itu bukanlah pekerjaan para salaf, akan tetapi ulama mutaakhirin (belakangan) membolehkan membaca al-Quran dan dzikir lalu menghadiahkan pahalanya untuk mayit, dan ia mendapatkan pahalanya insyaAllah, dan ini adalah madzhabnya ornag-orang shalih dari kalangan ahl al-Kasyf.” (Imam Ahmad al-Dardir – Hasyiyah al-Dusuqi ‘ala al-Syarhi al-Kabir 1/423)

Madzhab al-Syafi’iyyah

(وَلِيُسَلِّمَ) أَيْ الزَّائِرُ لِقُبُورِ الْمُسْلِمِينَ، وَيَحْرُمُ عَلَى الْكُفَّارِ، وَيُنْدَبُ اسْتِقْبَالُ وَجْهِ الْمَيِّتِ حَالَ الْقِرَاءَةِ وَالدُّعَاءِ، وَأَنْ يَكُونَ قَائِمًا، وَأَنْ يَرْفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ إلَى السَّمَاءِ. قَوْلُهُ: (وَيَقْرَأُ) أَيْ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ وَيُهْدِي ثَوَابَهُ لِلْمَيِّتِ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ أَهْلِ الْجَبَّانَةِ، وَمِمَّا وَرَدَ عَنْ السَّلَفِ أَنَّهُ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْإِخْلَاصِ إحْدَى عَشَرَةَ مَرَّةً، وَأَهْدَى ثَوَابَهَا إلَى الْجَبَّانَةِ غُفِرَ لَهُ ذُنُوبٌ بِعَدَدِ الْمَوْتَى فِيهَا. وَرَوَى السَّلَفُ عَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّهُ يُعْطَى لَهُ مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ.
“dan dianjurkan memberi salah bagi peziarah kuburan muslim, tapi diharamkan jika itu kuburan kafir, dan dianjurkan menghadap kuburan tersebut ketika membaca al-Qur’an dan berdoa, dan hendaknya berdiri serta mengangkat tangannya ketika berdoa ke langit. Serta membaca sesuatu dari al-Quran dan menghadiahkan pahalanya untuk mayit (yang ada di depannya) atau untuk semua mayit yang di kuburan tersebut, sebagaimana telah nyata dari salag bahwa siapa yang membaca surat al-ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya untuk ahli kubur, diampuni dosanya sebanyak mayit di kuburan tersebut. Dan ulama salaf meriwayatkan dari sayyidina Ali r.a., bahwa ia (yang membaca di kuburan) diberikan pahala sebanyak jumlah mayit”. (Ahmad al-Qalyubiy - Hasyiyah al-Qalyubiy wa ‘Amirah 1/412)

Madzhab al-Hanabilah

ولا تكره القراءة على القبر لما روى أنس مرفوعا قال: "من دخل المقابر فقرأ فيها يس خفف عنهم يومئذ وكان له بعددهم حسنات" وصح عن ابن عمر أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها
tidak dimakruhkan membaca al-quran di kuburan sebagaimana riwayat Anas secara marfu’: ‘siapa yang datang ke kuburan lalu membaca surat Yasin, Allah s.w.t. ringankan adzabnya hari itu. Dan bagi yang membaca mendapat kebaikan sejumlah mayit yang diahadiahkan. siapa yang datang ke kuburan lalu membaca surat Yasin, Allah s.w.t. ringankan adzabnya hari itu. Dan bagi yang membaca mendapat kebaikan sejumlah mayit yang diahadiahkan’. Dan telah benar adanya diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau berwasiat jika dikuburkan, untuk dibacakan di kuburnya pembuka surat al-baqarah dan penutup surat tersebut.” (Imam al-Buhutiy – al-Raudh al-Murbi’ 1/191)

Dalam kitabnya al-Mughni (2/422), Imam Ibnu Qudamah menceritakan bahwa awalnya Imam Ahmad melarang orang membaca qur’an di kuburan karena termasuk perbuatan bid’ah, akan tetapi kemudian beliau (Imam Ahmad) merujuk kembali fatwanya tersebut lalu membolehkan.

وَلَا بَأْسَ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ، وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ: إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ اقْرَءُوا آيَةَ الْكُرْسِيِّ وَثَلَاثَ مَرَّاتٍ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قُلْ: اللَّهُمَّ إنَّ فَضْلَهُ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ. وَرُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ، وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ هُشَيْمٍ،
“tidak mengapa membaca al-Qur’an di kuburan, dan itu diriwayatkan dari Imam Ahmad, beliau mengatakan: ‘siapa yang datang ke kuburan, maka bacalah ayat kursi 3 kali, dan qulhu, kemudian ia berdoa: Ya Alla jadikanlah fadhilat (pahala) bacaan ini untuk ahli kubur’. Dan diriwayatkan juga dari Imam Ahmad bahwa beliau mengatakan: ‘Membaca al-Quran di kuburan itu bid’ah!’, itu diriwayatkan dari Husyaim.

قَالَ أَبُو بَكْرٍ: نَقَلَ ذَلِكَ عَنْ أَحْمَدَ جَمَاعَةٌ، ثُمَّ رَجَعَ رُجُوعًا أَبَانَ بِهِ عَنْ نَفْسِهِ، فَرَوَى جَمَاعَةٌ أَنَّ أَحْمَدَ نَهَى ضَرِيرًا أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ الْقَبْرِ، وَقَالَ لَهُ: إنَّ الْقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ. فَقَالَ لَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِيُّ: يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ: مَا تَقُولُ فِي مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيِّ؟ قَالَ: ثِقَةٌ. قَالَ: فَأَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ أَوْصَى إذَا دُفِنَ يُقْرَأُ عِنْدَهُ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، وَقَالَ: سَمِعْت ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: فَارْجِعْ فَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأُ.
Abu bakr berkata: ‘pendapat itu (baca quran di kuburan bidah) dinukil dari Imam Ahmad oleh banyak orang, kemudian beliau (Imam Ahmad) merujuk pendapatnya tersebut. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad melarang seorang yang buta yang sedang membaca quran di kuburan, beliau mengatakan: membaca qur’an di kuburan itu bidah. Kemudian Muhammad bin Qudamah al-Jauhari mengatakan kepada Imam Ahmad: ‘wahai Abu Abdullah, bagaimana kau melihat Mubasysyir al-Halabiy?’ Imam Ahmad menjawab: ‘Tsiqah (kuat/terpercaya)’. Muhammad bin QUdamah al-Jauhari berkata: ‘Mubasysyir meriwayatkan kepadaku dari bapaknya bahwasanya ia berwasiat kalau dikuburkan untuk dibacakan di kuburnya pembuka surat al-Baqarah dan penutupnya. Dan aku juga mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian juga’. Imam Ahmad berkata: ‘kembalilah dan katakana kepada orang itu (orang buta) untuk membaca (quran di kuburan)

وَقَالَ الْخَلَّالُ: حَدَّثَنِي أَبُو عَلِيٍّ الْحَسَنُ بْنُ الْهَيْثَمِ الْبَزَّارُ، شَيْخُنَا الثِّقَةُ الْمَأْمُونُ، قَالَ: رَأَيْت أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ يُصَلِّي خَلْفَ ضَرِيرٍ يَقْرَأُ عَلَى الْقُبُورِ.
Al-Khallal berkata: ‘Abu Ali al-Hasan bin al-Haitsam al-Bazzar berkata kepadaku, guru kami al-Ma’mun berkata: aku melihat Imam Ahmad bin Hanbal shalat di belakang orang buta yang membaca quran di kuburan itu’.” (Ibnu Qudamah – al-Mughni 2/422)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Buku Panduan Belajar Imla' Gratis

Jangan Terlena Dengan Hadits "Seseorang Akan Dikumpulkan Bersama Orang Yang Ia Cintai"

Ketika Nenek Menyusui Cucunya